Maaf, Aku Nona Asli
Author: Siskrolis
Balas Dendam
Aku sedang menyiapkan pidato bahasa Inggris, saat seorang wanita paruh baya mencariku.
Tiba-tiba Nyonya Fransiska yang bergelimang perhiasan itu berjalan maju dan memelukku sambil berkata, "Nita, beberapa tahun ini kamu sudah hidup menderita."
Aku ingin melepaskan pelukannya, tapi Nyonya Fransiska berkata dengan serius sambil mengeluarkan hasil tes DNA, "Nita, hari itu, kamu dan putri dari Keluarga Anggara tertukar. Saat aku melihatmu di rumah sakit, aku langsung tahu bahwa kamu pasti putriku."
Ketika membicarakan hal ini, mata pria berjas di sampingnya juga memerah dan berkata, "Putriku yang baik, beberapa tahun ini kamu sudah hidup menderita. Ayo ikut Ayah pulang, mulai saat ini, Ayah akan selalu memanjakanmu."
Kutatap wajah Nyonya Fransiska yang memang terlihat mirip denganku. Lalu, aku melihat sekilas hasil tes DNA sambil mencoba memanggilnya, "Ibu?"
Orang tua yang membesarkanku sudah meninggal karena kecelakaan sejak aku kelas 3 SMP. Selama beberapa tahun ini, aku sudah terbiasa hidup sendiri.
Menurutku orang-orang yang membenci uang sangatlah bodoh. Apalagi, Keluarga Darmawangsa bukan keluarga yang kekurangan uang. Jadi, tanpa pikir panjang aku langsung mengakui mereka sebagai orang tua.
Baru saja mereka tiba di kediaman Keluarga Darmawangsa, Nyonya Fransiska langsung menerima telepon dari putrinya. Kemudian, dia sengaja menyalakan loudspeaker yang ada di depanku, seakan ingin lebih mendekat denganku.
"Bu! Kudengar ibu membawa seorang putri. Dari mana asal anak itu? Siapa dia? Kenapa ibu membawa orang asing ke rumah kita?"
Aku sudah mengetahui dari Ibu bahwa putri yang tertukar itu bernama Valencia Darmawangsa dan sedang melanjutkan pendidikan di Amerika. Pada saat membicarakan hal ini, Ibu mengatakan padaku bahwa dia berencana untuk tetap mengasuh Valencia. Pertama, karena mereka sudah hidup bersama selama bertahun-tahun. Kedua, karena orang tua Keluarga Anggara sudah meninggal.
Aku tersenyum pada Nyonya Fransiska dan berkata, "Bu, aku tidak keberatan."
Suara Valencia semakin meninggi. Diikuti dengan perkataannya yang kurang sopan. "Bu! Kenapa membawanya pulang? Bagaimana kalau dia hanya menginginkan harta kita saja?"
Keluarga Darmawangsa memang kaya raya. Mereka salah satu yang terkaya di kota A.
Ekspresi wajah Ibu berubah dan berkata, "Valencia, Ibu sendiri yang melakukan tes DNA."
Tanpa basa-basi, ibu langsung memutuskan panggilan telepon. Kemudian dia menarik tanganku ke dekapannya, "Nita, maaf ya, dalam beberapa tahun terakhir emosi Valencia tidak stabil."
Aku berpura-pura tidak enak hati, tanganku kutarik dari genggamannya sambil berkata, "Bu, apa Ayah yang memberitahu Valen tentang kepulanganku?"
Perkataan ini membuat ekspresi wajah ibu berubah. Setelah itu, dia memanggil Bibi Inem untuk mengantarku ke atas.
Ibu kembali berkata, "Nita, kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja pada Ibu."
Selesai berbicara, dia langsung pergi ke ruang kerja untuk mencari ayah Michael.
Sebelum Valencia kembali ke Indonesia dalam semalam, aku berpikir untuk menjadi anak baik-baik. Karena bagaimanapun juga, Valencia sudah tinggal di Keluarga Darmawangsa selama dua puluh tahun lebih. Nyonya Fransiska dan yang lainnya pasti sudah menganggapnya anak selama ini.
Intinya, hubungan antara aku dan Keluarga Darmawangsa sejauh ini hanya sebatas hubungan darah saja.
Aku tak menyangka Valencia sudah kembali sebelum mereka selesai sarapan.
Valencia tidak pulang sendirian, dia ditemani oleh seorang pria yang ikut pulang bersamanya. Ketika Nyonya Fransiska melihat Valencia menggandeng pria itu, dia sedikit tertegun. Kemudian, dia segera meminta Bibi Inem untuk membuatkan sarapan lagi, "Bi, tolong buatkan susu kesukaan Valen. Jangan lupa pakai kurma juga ya."
Setelah itu, Nyonya Fransiska menarik tangan Valencia dan berkata, "Valen, kamu pulangnya cepat sekali?"
Valencia langsung maju memeluk Nyonya Fransiska dan berkata, "Bu, kalau aku tidak pulang sekarang, aku takut Ibu tidak ingat padaku lagi."
"Bagaimana mungkin? Kamu baru pergi satu bulan lebih," ujar Fransiska.
Kemudian, Fransiska menatap pria itu dan bertanya pada Valencia, "Valen, ini siapa?"
"Bu, ini pacarku, Jason Widiangsa."
Jason menyapa Nyonya Fransiska. Kemudian, mengangkat dagunya ke arahku dan berkata, "Nyonya Fransiska, perempuan itu siapa? Valen pernah bilang kalau Anda hanya mempunyai satu anak perempuan. Valen bahkan menangis terus karena wanita itu."
Valencia mengguncang lengan Nyonya Fransiska sambil berkata, "Bu, akulah anak perempuanmu. Aku tak menyukainya. Bisa kita memberinya uang dan menyuruhnya pergi?"
Ekspresi wajah Nyonya Fransiska menegang, "Valen, kamu baru saja pulang. Kamu bahkan tidak pernah berinteraksi dengannya, dari mana kamu tahu kamu membencinya?"
Aku menyeka sudut mulutku dan maju selangkah. "Halo, aku Anita Anggara."
Namun, Valencia malah menghempaskan tanganku. Ekspresi wajah Nyonya Fransiska langsung berubah dan berteriak, "Valencia!"
Mata Valencia memerah. Dia menepis tangan Nyonya Fransiska, "Bu, Ibu memakiku karena dia?"
Selesai berbicara, Valencia meraih tangan Jason dan berbalik badan naik ke atas.
Nyonya Fransiska terbata-bata dan tidak bisa berkata apa-apa. Aku mencoba menghiburnya dan berkata, "Tidak apa-apa, Bu. Dengan berjalannya waktu, kita pasti akan baik-baik saja."
Lalu, aku tidak sengaja bertemu dengan Valencia ketika kembali ke kamar. Valencia menatapku dengan api membara di matanya. "Anita! Aku akan membuatmu keluar dari rumah ini."
Aku melihat ke sekitar, tidak ada orang lain selain aku dan Valencia. Lalu, aku tersenyum dan bertanya padanya, "Atas dasar apa? Karena kamu tidak bisa apa-apa dan manja atau karena identitasmu sebagai anak angkat?"
Begitu mendengar perkataanku, Valencia langsung mendorongku. Aku pun mengambil kesempatan ini untuk menampar wajahnya dan dia pun jatuh mundur ke belakang. Lalu, pada detik berikutnya, air mataku mengalir keluar dan dia berkata sambil menangis, "Nona Valen, aku tahu kamu membenciku. Tapi, aku bisa pergi dari sini. Kenapa Anda melakukan ini?"
"Kalau begitu, sana pergi!" ujar Valencia.
Keributan antara aku dan Valencia cukup besar. Oleh karena itu, ibu yang baru saja naik ke atas langsung mendengar perkataan Valencia yang menyuruhku untuk keluar.
Ibu pun sampai gemetar sangking kesalnya, "Valencia! Sana kembali ke kamarmu!"
Melihat situasi ini, aku pun berkata pada ibu sambil menangis, "Bu, ini bukan salah Valen. Barusan aku yang berdiri tidak stabil dan Valen hanya ingin menopangku saja. Tapi, aku malah tidak sengaja memukulnya. Semua ini salahku."
Selesai berbicara, aku pun meneteskan air mata.
Wajah Valencia memerah sangking kesalnya.
Pintu kamar Valencia juga terbuka.
Kamarku dekat dengan kamar Valencia, mungkin Ibu ingin aku bisa akur dengan Valencia.
Jason berjalan keluar dari dalam kamar untuk menopang Valencia. Kemudian, dia menahan Valencia yang berniat untuk beradu mulut dengan ibunya, "Valen, jangan bertengkar dengan ibumu. Bagaimanapun, dia ibumu, Valen. Berbicaralah baik padanya."
Ajaibnya, Valencia menjadi lebih tenang setelah mendengar perkataan Jason. Sebelum kembali ke kamar, dia berkata pada ibu, "Maaf, Bu. Barusan reaksiku terlalu berlebihan. Anita-lah anak kandung ibu. Aku tidak seharusnya seperti ini.“
Perkataan ini seketika membuat ibu menjadi tidak enak hati.
Untungnya, aku menahan tangan ibu dan tersenyum lembut padanya, "Bu, apakah Ibu bisa menemaniku untuk melihat kamar?"
Perilaku Valencia yang membawa pacarnya kembali tanpa memberi kabar terlebih dahulu membuat ayah sangat marah. Sore tadi, ayah sempat pulang sebentar dan memanggil Valencia ke ruang kerja. Akan tetapi, mata Valencia tampak merah ketika keluar dari ruang kerja.
Pada saat makan malam, Valencia langsung buka suara, "Ayah, sebentar lagi aku akan segera lulus dari kuliah di Amerika. Nanti, aku ingin mulai bekerja sebagai karyawan di perusahaan."
Aku makan sambil menatap Valencia yang sedang berbicara. Kemudian, Valencia tiba-tiba mengungkitku, "Aku tidak tahu dari sekolah mana Nita berasal. Aku khawatir dia akan kesulitan ketika masuk ke perusahaan."
Aku menyeka tanganku dan menunjukkan screenshot dari website Dikti. "Aku kuliah di Universitas Indonesia, jurusan Ekonomi dan Bisnis Internasional."
Perkataan tersebut langsung membuat ekspresi wajah Valencia berubah.
Sebenarnya orang tuaku juga tidak kekurangan uang. Mereka bahkan mendirikan sebuah perusahaan yang tidak besar, tapi juga tidak kecil. Aku juga dibesarkan oleh orang kaya. Sejak kecil mereka sangat memanjakanku dan selalu memberikan apa pun yang aku inginkan.
Hanya saja, orang tuaku meninggal lebih cepat. Mereka meninggal karena kecelakaan, jadi mereka tidak sempat membuat surat wasiat lebih dulu. Terlebih, kala itu, aku masih kecil dan dipaksa mundur oleh beberapa direktur perusahaan. Oleh karena itu, aku tidak punya pilihan lain selain menyerahkan satu-satunya warisan keluargaku.
Hal itulah yang selalu menjadi sebuah duri di hatiku. Oleh karena itu, tanpa ragu aku memilih Universitas Indonesia ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Aku harus merebut kembali perusahaan orang tuaku.
Belum sempat ayah dan ibu buka suara, Jason sudah lebih dulu berkata, "Biasanya ilmu yang dipelajari pada saat kuliah hanya teori saja dan tidak pernah dipraktekkan. Tapi Valencia berbeda, dia sangat pintar. Ketika baru masuk kuliah, dia sudah tahu bagaimana cara mengelola sebuah perusahaan."
Aku menyeka sudut mulut sambil berkata, "Apa maksud Tuan Jason? Aku baru saja kembali beberapa hari ini, kenapa Tuan Jason memprovokasiku?"
Tekanan atmosfir di meja makan pun seketika menjadi sedikit berat. Valencia tiba-tiba mengamuk, "Anita, apa maksudmu?! Jason hanya berbicara beberapa patah kata saja. Kenapa kamu malah mulai mencari masalah dengan Jason? Anita, kalau kamu tidak senang, kamu bisa melampiaskan padaku, untuk apa kamu melampiaskannya pada Jason?"
Bukankah Valencia terlihat sangat bucin? Dia bahkan tidak mengatakan sepatah kata pun untuk membela dirinya sendiri. Setiap kata yang terlontarkan hanya untuk membela Jason saja.
"Valencia, seorang putri kaya yang dibesarkan dengan penuh cinta kasih oleh Ayah dan Ibu sepertimu, bisakah jangan terprovokasi oleh omongan orang lain? Otak yang ada di kepalamu bukan sebagai pajangan saja! Pakailah otakmu yang berkarat itu!" ujarku.
Ayah sama sekali tidak berbicara, tetapi Ibu menatapku dengan tatapan setuju.
Aku mengambil jurusan Ekonomi dan Bisnis Internasional di Universitas Indonesia. Meskipun aku ingin merebut kembali perusahaan orang tuaku di masa depan, aku perlu magang di perusahaan dulu. Sebab, aku baru saja lulus, pastinya aku tidak memiliki pengalaman dan relasi yang cukup banyak.
Kebetulan bisnis yang dijalankan Keluarga Darmawangsa adalah ekspor-impor. Jadi, tentu saja ini kesempatan emasku.
Meskipun Valencia bukanlah sosok yang sangat hebat, setidaknya dia dibesarkan dan dibimbing oleh ayah. Dia pasti memiliki pandangan dan strategi untuk ke depannya. Walaupun bukan yang terbaik, setidaknya juga tidak buruk.
Akan tetapi, entah apa yang salah dengan otaknya, IQ-nya seperti mengalami penurunan selama kembali ke Indonesia dalam dua hari ini.
Makan malam pun berakhir dengan tidak senang. Valencia mengejar ayah ke ruang kerja. Namun sebelum pergi, dia memelototiku sekilas dan berkata dengan tajam, "Anita! Pokoknya Jason itu pacarku. Awas saja kalau kamu memiliki pemikiran yang macam-macam padanya!"
Aku menatap dan menepuk tangan Valencia, "Valencia, sepertinya ada yang salah dengan otakmu. Segeralah berobat."
Jason menaiki tangga tepat di depanku. Ketika sampai di sudut lantai dua, Jason sengaja menungguku dan berkata sambil tersenyum, "Anita, ada beberapa hal yang tidak bisa kamu miliki meski kamu menginginkannya. Walaupun kamu memang putri kandung dari Keluarga Darmawangsa, keluarga seperti ini hanya bisa ditempati oleh orang yang mampu saja."
"Aku hanya ingin mengingatkan. Jangan serakah terhadap barang yang bukan milikmu. Hati-hati nanti tercekik."
Aku mengangguk dan berkata, "Apa yang kamu katakan benar, tempat ini hanya bisa ditempati oleh orang yang mampu saja. Tak hanya itu, tariklah kembali tanganmu dan jangan menyentuh barang yang bukan menjadi milikmu."
Kebetulan Ibu menyiapkan buah dan mengantarkannya untukku. Lalu, dia melihatku sedang berdiri bersama dengan Jason, "Nita, kenapa tidak kembali ke kamar?"
Dari awal sampai akhir Ibu sama sekali tidak melihat ke arah Jason sedikitpun.
"Oh, Bu, aku hanya ingin bertanya pada Tuan Muda Jason, bukankah seharusnya sebelum ikut ke rumah pacar harus ijin dulu? Entah tradisi dari keluarga mana ini," ujarku.
Membicarakan hal ini, ekspresi wajah Ibu langsung berubah menjadi tidak enak.
Sebenarnya, ketika Valencia membawa Jason pulang ke rumah pagi tadi, ekspresi wajah Ibu juga tampak masam. Akan tetapi, dia tetap berusaha untuk tidak emosi. Semua itu karena dia memikirkan Valencia yang baru saja pulang dan juga Jason yang sepertinya juga berasal dari keluarga kaya. Bagaimanapun, mereka semua adalah pengusaha, dan tidak ada yang ingin mencari masalah satu sama lain di dunia bisnis hanya karena harga diri sementara.
Valencia mengirim pesan Whatsapp padaku saat aku akan tidur di malam hari.
"Anita, kamu tidak senang padaku, ya? Aku tahu kamu pasti merasa tidak nyaman karena orang tuamu begitu baik padaku. Tapi, Anita, mereka sudah membesarkanku selama dua puluh tahun lebih, mereka pasti mempunyai perasaan padaku."
Aku melihat pesan Whatsapp ini, kemudian berdiri dan mengetuk pintu kamar Valencia.
Saat akan tidur malam ini, Jason ditempatkan di sebuah kamar di lantai tiga. Jadi, saat ini Valencia sendirian.
Valencia bahkan tidak bertanya apa pun dan langsung membuka pintu, lalu berkata, "Jason, aku kan sudah bilang, malam ini kamu tidur sendiri dulu."
Begitu melihatku, ekspresi wajahnya seketika berubah. Dia langsung berbalik dan ingin menutup pintu. Aku pun langsung mendorong Valencia masuk ke dalam, kemudian mengunci pintu dari balik kamar.
"Valen, demi Ayah dan Ibu, aku ingin mengingatkanmu sesuatu. Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu bisa menilai sendiri.“
”Menilai gimana? Menurutku kamu itu orang yang ...."
Aku langsung mengangkat kaki dan menendangnya ke bokong Valencia. Karena satu tendangan belum berhasil meredakan amarahku, aku pun menendangnya lagi. Jika bukan karena takut meninggalkan bekas, aku benar-benar ingin menampar wajahnya beberapa kali.
"Apa sekarang kamu sudah lebih sadar?"
Dua tendangan itu ternyata masih belum membuat Valencia tersadar. Baru saja selesai sarapan, Ayah memanggilku dan Valencia ke ruang kerja.
"Begini, Ayah berencana untuk mengirim kalian bekerja di perusahaan dan memulainya dari bawah. Ayah akan mengutus kalian ke divisi yang berbeda. Nita, tahun ini kamu juga sudah semester akhir, seharusnya kamu sudah diperbolehkan untuk magang, 'kan?"
Belum selesai Ayah berbicara, Ibu sudah mendorong pintu masuk dengan ekspresi wajah yang tidak enak.
"Apa maksudmu? Nita kan baru saja pulang beberapa hari."
Valencia menginjak sepatu hak tingginya dengan keras. Kemudian, dia langsung berjalan keluar melewati Ibu dan membanting pintu dengan keras. Sebelum membanting pintu, dia berkata, "Bu, sekarang di matamu hanya ada anak kesayanganmu itu saja. Ibu sekarang menganggap aku apa?"
Aku menahan tangan ibu dan membawanya keluar. Lalu, berjalan sambil berkata, "Bu, aku masuk ke Universitas Indonesia juga berdasarkan kemampuanku sendiri. Aku juga memiliki banyak pengalaman magang di perusahaan besar. Bagaimana Ibu tahu kalau aku tidak akan sebaik dia?"
Lalu, Ibu pun berkata, "Nita, awalnya Ibu berencana untuk membuat kalian akur dulu. Tidak tahu apa yang terjadi pada Valen akhir-akhir ini. Sejak dulu Valen memanglah manja, tapi dia tidak seperti ini."
Aku menepuk tangan Ibu dan berkata, "Sepertinya ada orang yang memprovokasinya."
Karena aku sudah menyetujui untuk masuk ke perusahaan Darmawangsa bersama dengan Valencia dan mulai dari bawah, tentu saja aku harus membuat perencanaan yang baik.
Setelah kembali ke kamar, aku segera menelepon dosen pembimbingku. Nilaiku selama empat tahun di kampus sangat baik. Aku bahkan sudah berpartisipasi dalam kompetisi yang tak terhitung jumlahnya. Karena kompetisi inilah, aku memiliki hubungan yang baik dengan beberapa dosen.
Dosen yang aku telepon namanya Eka. Dia adalah wanita karir yang sangat sukses. Bahkan hanya memintanya untuk membimbing pengusaha di luar sana untuk beberapa patah kata saja perlu membayarnya dua ratus juta.
Setelah mendengar permintaan bantuanku, Bu Eka pun mengobrol denganku selama beberapa jam. Kami langsung membicarakan tentang rencana masa depan perusahaan Darmawangsa. Bu Eka menutup pembicaraan dengan kami, "Performa Darmawangsa cukup baik, tapi para pemegang saham itu tidak ada yang jujur. Mereka terburu-buru ingin memasukkan uang perusahaan ke dalam rekening mereka sendiri. Kamu boleh mencoba untuk mencari tahu lebih dalam lagi, siapa tahu kamu bisa memasukkan banyak orang ke penjara."
Sejak terakhir kali keluar dari ruang kerja dengan tidak senang, Valencia pun keluar dari rumah. Dia bahkan memindahkan semua barang yang ada di kamar. Ketika Ibu bertanya padanya kenapa, Valencia hampir mendorong Ibunya jatuh dari tangga. Kemudian, dia berkata, "Kenapa? Di rumah ini sudah tidak ada tempat untukku. Jadi, untuk apa aku tetap di sini? Untuk melihat betapa bahagianya keluarga kalian?"
Awalnya aku mengira bahwa Valencia benar-benar berencana untuk memulai secara perlahan dari bawah dan bersaing secara adil.
Aku sama sekali tidak menyangka bahwa kabar mengenai Valencia adalah putri dari ketua perusahaan sudah menyebar, padahal Valencia baru masuk ke perusahaan kurang dari satu bulan.
Valencia bekerja di divisi pemasaran. Dalam waktu singkat, Valencia sudah menjadi pusat perhatian dan mendapatkan pesanan yang tak terhitung jumlahnya hanya dengan mengandalkan ini.
Tanpa perlu diberitahu, aku sudah tahu dengan sendirinya siapa yang menyebarkan berita tersebut.
Ketika pergi ke kantin untuk makan siang, aku melihat Valencia dikelilingi oleh sekelompok orang dari kejauhan. Di sana, Valencia tampak bersikap ramah dan tersenyum berkata, "Duh, jangan berbicara sembarangan. Nanti kalau ada yang dengar kan jadi tidak enak."
Perkataan ini terdengar seperti tidak mengakui apa pun, tetapi juga seperti sudah mengaku sepenuhnya.
Ketika Valencia melihatku, dia tersenyum sinis padaku.
Di samping itu semua, kemampuan Valencia dalam hal manajemen memang cukup baik. Apalagi, Ayah sudah membimbingnya sejak kecil. Tentu saja, apa yang dipelajari juga banyak hanya dengan sering melihat dan mendengar.
Untungnya, aku memiliki banyak teman sekelas yang hebat. Setiap hari aku mengajak mereka untuk terus menganalisis skema perencanaan. Ketika aku keluar dari kantor, waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh.
Aku melihat Jason dan Valencia saat hendak memanggil taksi.
Setelah Valencia keluar dari rumah, dia tinggal bersama dengan Jason. Beberapa hari ini, Jason memperlakukan Valencia dengan sangat baik.
Setiap hari dia selalu mengantar dan menjemput Valencia. Bahkan, ketika makan siang, dia akan datang untuk mengantar makanan.
Valencia juga menerima bunga dan dessert dari Jason di sela-sela istirahat kerjanya.
Sebenarnya hal-hal seperti ini sama sekali tidak romantis. Apalagi, ini tidak ada apa-apanya bagi Valencia yang sejak kecil sudah dimanjakan. Akan tetapi, diperlakukan oleh orang yang berbeda secara otomatis memiliki efek yang berbeda juga. Aku bukannya sengaja ingin mencari tahu, aku hanya mendengarnya dari orang lain dan katanya Valencia tidak mengizinkan orang lain untuk membicarakan hal yang buruk tentang Jason.
Aku pun tanpa sadar ingin menjauh dari kedua orang ini. Akan tetapi, ketika masuk ke dalam mobil, aku melihat Jason sedang menatapku.
Kelopak mataku terus berkedut ketika aku pergi bekerja keesokan harinya. Tak lama, aku menyadari kedatangan Jason. Jason pergi ke divisi pemasaran untuk mencari Valencia terlebih dahulu. Setelah itu, dia menarik Valencia untuk mencariku dan berkata, "Nona Anita, aku dan Valencia berencana untuk pergi makan, apa kamu mau ikut?"
Ketika aku mendongakkan kepala, Jason malah tersenyum padaku. Lalu, aku melihat ke arah Valencia dan menyadari ekspresi wajahnya tampak tidak suka.
Malam itu, Valencia pernah menghampiriku saat aku sedang merevisi skema perencanaan yang sangat penting.
Begitu Valencia datang, aku langsung menyimpan file itu dan menutup laptop. Aku bahkan langsung menyimpan laptopku ke dalam tas.
"Anita, aku kira kamu orang yang punya pendirian dan tidak mudah terprovokasi oleh dunia luar. Ternyata kamu sama saja. Kenapa? Setelah melihat Jason beberapa kali dan merasa orangnya lumayan ganteng, kamu memutuskan untuk merebutnya dariku?"
"Anita, kamu sudah merebut orang tuaku. Kenapa kamu juga ingin pacarku?"
Saat ini, waktu sudah hampir pukul sepuluh. Di seluruh lantai ini tidak ada orang yang lembur hingga selarut ini selain aku dan Valencia. Lagi pula, Perusahaan Darmawangsa bukanlah perusahaan start up. Jadi, tentu saja tidak terlalu diwajibkan bekerja lembur.
"Valen, apa otakmu rusak? Dari sisi mana kamu merasa bahwa aku tertarik dengan pacarmu?"
Sambil berbicara, aku mengeluarkan tes DNA dari dalam tas. Ini adalah hasil tes DNA terbaru yang aku tes ulang setelah pulang ke Keluarga Darmawangsa. Aku melempar hasil tes DNA itu ke wajah Valencia dan berkata, "Oh ya, Nona, mungkin sebenarnya bukan aku yang merebut orang tuamu. Mereka adalah orang tua kandungku."
Lampu lift menyala dan kebetulan Jason berjalan keluar. Kemudian, dia memeluk Valencia dari belakang. Tidak ada yang tahu kenapa Jason masih mengemas barang pada malam hari. Dia bahkan mengenakan jas, parfum dan kacamata berbingkai emas.
"Maaf, Nona Anita. Temperamen Valencia memang tidak terlalu bagus. Semua ini salahku karena terlalu memanjakan dia. Aku minta maaf."
Pria seperti Jason bisa menarik perhatian banyak perempuan muda yang rela berkorban dan berjuang untuknya. Dia tampan, kaya dan tampaknya selalu memperlakukan pacarnya dengan sangat baik. Pasti akan ada orang yang tidak peduli apakah dia punya pacar atau tidak. Orang-orang itu hanya memikirkan hal-hal yang membuat mereka terpesona.
"Pertama-tama, perkataan maaf ini tidak seharusnya kamu yang mengatakannya. Kedua, kalau kamu yang terlalu memanjakan Valencia, seharusnya kamu tidak perlu mengatakannya pada orang lain. Cukup kalian berdua saja yang tahu. Untuk apa kamu mengatakannya padaku yang hanya orang luar? Terakhir, Valen, bagaimanapun, kamu juga nona dari Keluarga Darmawangsa sebelumnya, kamu pasti pernah melihat barang yang bagus, 'kan? Kalau kamu tidak menginginkan matamu, kamu bisa mendonorkannya."
Rencana yang sedang aku kerjakan benar-benar sangat penting. Akhir-akhir ini, aku bahkan tidak pernah meninggalkan laptop.
Sejak terakhir kali aku mencaci maki mereka, mereka berdua sudah tidak pernah mengusikku.
Besok adalah hari pelaporan skema perencanaan kali ini. Aku melihat sekali lagi file yang ada di dalam laptop. Setelah memastikan tidak ada masalah, akhirnya aku bisa bernapas lega.
Namun, pada sore hari, aku menerima sebuah telepon.
Orang yang menelepon adalah pemegang saham perusahaan orang tuaku. Selama beberapa tahun ini, aku selalu bekerja keras meskipun dipaksa keluar dari perusahaan oleh mereka. Selama tidak aktif beberapa tahun ini, masih ada banyak orang-orang yang berpihak padaku di dalam perusahaan orang tuaku.
Pemegang saham ini adalah salah satunya. Begitu aku mengangkat telepon, pemegang saham itu berkata dengan tergesa-gesa, "Nona Anita, Pak Abraham berencana untuk menjual perusahaan."
"Oke, aku mengerti. Aku akan segera kembali."
Aku buru-buru memasukkan barang pribadi ke dalam tas. Setelah itu, aku pergi ke Universitas Indonesia terlebih dahulu untuk menyerahkan barang kepada Bu Eka. Barang itu berisi tentang skema perencanaan untuk acara besok. Skema ini benar-benar sangat penting. Aku merasa tidak tenang jika harus menyimpannya di tempat lain, jadi aku hanya bisa menyimpannya di sini. Tidak peduli seberapa hebat Valencia, apa dia bisa bermain curang di perguruan tinggi?
Setelah terburu-buru, aku akhirnya bisa tepat waktu dan bergegas ke ruang rapat dengan polisi ketika Pak Abraham dan yang lainnya sedang mengadakan pertemuan. Pak Abraham sudah pernah melewati masalah yang lebih besar, jadi ketika melihat situasi ini, dia sama sekali tidak takut dan berkata, "Nona Anita, apa yang kamu lakukan?"
"Oh, Anda diduga melakukan penyelewengan dana perusahaan dan mengorupsi sejumlah uang. Kalau diakumulasikan, bahkan sudah cukup untuk menghidupi masa depanmu."
Tatapan mata beberapa direktur perusahaan juga mulai panik, lalu berkata, "Anita, kamu butuh bukti untuk mengatakan hal ini."
"Kalau tidak ada bukti, bagaimana mungkin aku membawa polisi ke sini?"
Pada akhirnya, ada tiga orang direktur perusahaan yang dibawa pergi oleh polisi, termasuk Pak Abraham. Setelah itu, aku duduk di kursi utama dan berdeham, "Sekarang, mari kita mulai rapat."
Bagaimana mungkin aku berani kembali tanpa kemampuan yang lebih selama vakum beberapa tahun ini?
Meskipun orang tuaku tidak meninggalkan surat wasiat dan aku bukan anak kandung mereka, aku masih bisa mewarisi perusahaan menurut KUH Perdata. Hanya saja, selama bertahun-tahun ini, aku terlalu malas untuk berdebat dengan sekelompok orang-orang lama ini. Jadi, lebih baik aku langsung mengirim mereka semua ke penjara saja.
Membicarakan hal ini, ada satu hal yang sangat aneh. Meskipun tertukar, Valencia tetap saja bukan anak kandung orang tuaku. Oleh karena itu, aku diam-diam melakukan tes DNA. Valencia dan Ayah memang memiliki hubungan ayah dan anak, tetapi Valencia tidak memiliki hubungan apa pun dengan Ibu.
Dalam laporan yang disampaikan oleh Abraham, idenya untuk menjual perusahaan memang masuk akal. Hanya saja, itu terlalu mendadak.
Mau tak mau aku menelepon teman sekamarku dan memintanya untuk membantu mencari tahu tentang Jason. Entah kenapa, aku selalu merasa bahwa masalah ini ada hubungannya dengan Jason.
Keluarga teman sekamarku juga memiliki sebuah perusahaan yang merupakan bisnis keluarga yang sangat besar. Setelah mendengar perkataanku, teman sekamarku pun langsung berani menjamin.
Pada pukul sebelas, teman sekamarku meneleponku dan langsung berkata, "Bestie, penilaian Valencia terhadap sesuatu buruk sekali."
"Jason adalah anak haram dari salah satu direktur Keluarga Darmawangsa, tetapi direktur itu menyembunyikannya dengan sangat baik. Istrinya bahkan tidak tahu hal ini sama sekali. Sepertinya Ibu Jason adalah sosok wanita yang tidak dapat dilupakan oleh direktur itu. Karena bagaimanapun, direktur itu memperlakukan Jason dengan sangat baik. Kalau membicarakan hal ini, aku tidak percaya bahwa Jason mendekati Valencia tanpa memiliki niat apa pun."
"Bagaimana aku bisa tahu? Suatu waktu, kakakku minum terlalu banyak hingga mabuk dengan direktur itu. Lalu, direktur itu sendiri yang mengatakannya."
Malam ini, Ayah ada acara pertemuan di luar dan masih belum kembali ke rumah sampai saat ini.
Ibu terbiasa tidur lebih awal dan bangun pagi setiap hari. Setelah aku memikirkannya, aku meletakkan hasil tes DNA antara Valencia dan ayah yang aku uji diam-diam di bawah mesin kopi.
Ayah tidak memiliki kebiasaan untuk minum kopi di pagi hari. Justru Ibu yang memiliki kebiasaan minum segelas kopi hitam setiap pagi. Mesin kopi itu diletakkan di lantai dua dan biasa hanya digunakan oleh Ibu saja.
Setelah melakukan semua hal ini, aku kembali melihat skema perencanaan sebelum tidur.
Pada saat menyampaikan laporan, Ayah duduk di kursi utama. Akan tetapi, belum selesai aku menyampaikan laporan, tiba-tiba asisten Ayah masuk dan membisikkan sesuatu dengan suara rendah. Kemudian, Ayah pun berjalan keluar. Setelah melihat-lihat sekilas, aku seperti melihat Ibu.
Aku tetap lanjut menyampaikan laporan setelah Ayah keluar. Akan tetapi, laporanku langsung terputus karena mendengar suara tamparan, padahal aku baru saja berbicara beberapa patah kata. Pemegang saham dan direktur di ruang rapat pun saling bertatapan. Aku tetap lanjut menyampaikan laporan dan malah mendengar suara Ayah, "Sudah cukup! Hari ini Anita sedang menyampaikan laporan skema perencanaan. Skema ini sangat penting dan menentukan masa depan perusahaan kelak. Kalau kamu mau ribut, jangan ribut sekarang!"
Ibu tiba-tiba menangis dan berteriak, "Anita?! Dia adalah anak kamu! Dia adalah anak kandung kamu! Valencia adalah ...."
Ibu tidak menyelesaikan perkataannya, yang terdengar hanya suara isak tangis, mungkin Ayah menutup mulutnya.
Hari ini semua orang yang hadir di sini adalah kenalan Ayah selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, mereka secara otomatis mengenal Valencia.
Aku melihat para orang licik ini saling memberikan isyarat melalui tatapan mata. Wajar saja, akulah putri dari Keluarga Darmawangsa yang sesungguhnya. Akan tetapi, Keluarga Darmawangsa malah tidak mengadakan konferensi pers. Mereka juga tidak mengundang teman-teman lama ini makan bersama untuk memberitahu kabar ini.
Pertama, demi menjaga martabat Valencia. Bagaimanapun, Ayah dan Ibu sudah membesarkan Valencia selama bertahun-tahun, jadi pasti memiliki perasaan padanya.
Kedua, Perusahaan Darmawangsa adalah perusahaan terbuka. Masalah sedikit apa pun pasti akan memengaruhi saham perusahaan.
Oleh karena itu, mereka hanya bisa mengorbankan aku.
Ketika Ibu memberitahuku hal ini, aku hanya tersenyum. Aku bisa mengerti kalau mereka tidak mengadakan konferensi pers, tetapi aku sama sekali tidak mengerti kenapa mereka juga tidak memberitahu kerabat dan teman dekat.
Aku tersenyum dan berkata kepada Ibu di tempat, "Tidak apa-apa, aku tidak peduli terhadap hal ini."
Kemudian, aku segera melakukan tes DNA antara Ayah dan Valencia. Yap, sepertinya Ibu sudah melihat hasil tes DNA itu.
Skema perencanaan dibuat dengan sempurna, bahkan manager senior juga tidak bisa menemukan kesalahan apa pun.
Skema perencanaan yang sempurna ini berakhir dengan tersebar luasnya informasi bahwa aku adalah putri dari Keluarga Darmawangsa yang sesungguhnya.
Posisi Valencia di perusahaan seketika menjadi canggung. Bagaimanapun, Ibu adalah seorang wanita bangsawan dan pasti mementingkan harga diri. Jadi, tentu saja dia juga tidak mungkin datang ke perusahaan untuk membuat masalah setiap hari. Terlebih lagi, sikap Ayah terhadap Valencia juga tampak tidak jelas. Sekalipun posisi Valencia sedikit canggung, tetapi juga tidak terlalu buruk. Rekan-rekan di divisi pemasaran akan tetap mengalah, jika memang harus mengalah.
Karena aku berhasil menyelesaikan proyek perencanaan, Ayah langsung menaikkan jabatanku. Pada hari kenaikan jabatan, Valencia secara khusus membawakan kue untukku.
Valencia langsung berkata, "Apa kamu tahu siapa Ibuku?"
Aku pun menjawab, "Mana aku tahu, yang pasti bukan aku."
Ekspresi wajah Valencia tiba-tiba terlihat bangga. Melihat Valencia yang seperti itu, aku pun langsung diam-diam menyalakan rekaman di ponsel.
"Ibuku adalah cinta pertama Ayah. Apa kamu tahu apa itu cinta pertama? Apalagi ibuku meninggal karena ayahku, jadi selamanya dia akan menjadi orang yang sulit dilupakan oleh ayahku. Sesuatu yang tidak bisa didapatkan memang yang terbaik."
Ck! Aku memikirkan kembali perkataan Valencia. Entah kenapa aku merasa bahwa Valencia seperti bersyukur atas kematian ibunya. Entah kenapa juga aku merasa ada yang salah dengan pandangannya.
"Anita, kamu tidak akan bisa menang dariku."
Aku hanya memberikan respon "oh". Kemudian, aku mengusir Valencia keluar dari kantor. Tak hanya Valencia saja yang aku usir, aku juga membuang keluar kue yang Valencia bawa.
Beberapa hari ini aku sedang menangani masalah Perusahaan Anggara dan Perusahaan Darmawangsa pada saat yang bersamaan. Aku sangat kelelahan karena harus bolak-balik dua tempat. Pada saat yang bersamaan juga, aku merasakan sesuatu yang tidak beres di Perusahaan Darmawangsa. Jadi, aku buru-buru menyewa pengawal untuk diriku sendiri. Aku bahkan memasang kamera kecil di tempat dudukku.
Aku sama sekali tidak menyangka, meski aku sudah melakukan persiapan dengan matang, tetap saja sesuatu terjadi. Rem mobilku blong.
Untungnya, kala itu kami sedang berada di pinggiran kota dan kecepatan mobil tidak terlalu cepat. Untungnya juga, respon supir cukup cekatan.
Asistenku tampak ketakutan dan bertanya dengan kaget, "Presdir Anita, sebenarnya siapa yang begitu berani melakukan ini?"
"Siapa lagi selain beberapa orang itu. Sepertinya mereka sudah mulai panik. Tidak apa-apa, aku juga sudah menunggu ini cukup lama. Begini saja, aku akan memprovokasi mereka lagi."
Ketika aku kembali malam itu, aku menangis tersedu-sedu dan menghempaskan diri ke pelukan ibu, "Ibu, aku takut sekali."
Aku menangis tersedu-sedu sambil menceritakan apa yang terjadi tadi. Tentu saja, efeknya yang cukup besar.
Terakhir, aku mulai memanipulasi dan berkata, "Bu, meskipun aku tidak tahu siapa yang melakukannya. Hanya saja, orang itu pasti tidak menyukaiku. Tapi, kenapa dia tidak menyukaiku? Bu, apa aku melakukan kesalahan?"
Ibu selalu mencintai anak kandungnya sendiri. Tidak bisa dipungkiri, Ibu memang pernah menyayangi Valencia. Namun, setelah dia mengetahui bahwa Valencia anak ayah dengan cinta pertamanya dan ayah sendirilah yang kala itu menukarkan aku dengan orang lain, rasa sayang sebesar apa pun tetap saja akan hilang begitu saja.
Setelah mendengar perkataanku, Ibu langsung memelukku dengan wajah penuh ketakutan, "Nita, kamu jangan khawatir. Selama Ibu masih ada, tidak akan ada orang yang bisa menyakitimu."
Malam itu, pertengkaran sengit pun terjadi di Keluarga Darmawangsa. Pada akhirnya, Ayah langsung membanting pintu dan pergi dengan marah. Ibu berdiri di belakang dan berteriak, "Kalau kamu tidak setuju, aku akan menuntutmu karena selingkuh! Tidak ada hubungannya denganku kalau sampai memengaruhi saham perusahaan. Masa depan Perusahaan Darmawangsa juga berpengaruh apa untukku? Paling-paling kita mati bersama!"
Akhirnya Ayah pun mengalah.
Keesokan harinya, Ayah mengadakan konferensi pers mendadak untuk mengumumkan bahwa aku adalah pewaris masa depan Keluarga Darmawangsa.
Setelah konferensi pers, Ayah mencariku dan berkata, "Nita, aku hanya punya satu permintaan. Kelak bisakah kamu memperlakukan Valencia dengan baik? Aku hanya mempunyai Valencia seorang."
Mau tak mau aku merasa berempati pada Ibu.
"Tuan Michael, dari sudut pandang biologis, saya juga anak Anda. Saya tidak tahu kenapa kala itu Anda pergi mencari saya? Biar saya tebak, pasti karena ketahuan Ibu, 'kan? Demi melindungi identitas Valencia, makanya Anda hanya Bisa mengakuiku dan membawaku pulang."
"Tuan Michael, saya juga anak Anda. Saya bahkan anak satu-satunya dari Anda dan istri Anda."
Ayah terdiam dan tidak tahu harus berkata apa. Namun, akhirnya dia berkata dengan sadis, "Kalau begitu, Anita, aku hanya berharap kamu bisa terus sehebat ini. Kamu harus mengerti, kamu hanyalah pewaris dan saat ini aku masih belum mati."
Aku mengangguk untuk menunjukkan bahwa aku mengerti. Bagaimanapun, aku sudah menguasai banyak hal. Dia juga tidak akan bisa memberontak selama beberapa hari lagi.
Semenjak konferensi pers berakhir, statusku di perusahaan semakin naik.
Akan tetapi, karena sikap ambigu Ayah terhadap Valencia, beberapa karyawan perusahaan juga berpihak pada Valencia.
Akhir-akhir ini Valencia terlihat sangat aktif. Dia bahkan merebut berbagai macam pesanan dari rekan-rekan di divisi pemasaran. Pada saat yang bersamaan, dia juga mencari segala macam cara untuk mengganggu pekerjaanku.
Bahkan, hari ini Valencia datang untuk menyatakan perang, "Anita, mari kita lihat pada akhirnya Perusahaan Darmawangsa akan jatuh ke tangan siapa."
Aku mengangguk sambil meminta asisten untuk merapikan barang-barangnya. Setelah itu, aku juga tidak lupa untuk memanas-manasi Valencia dengan beberapa patah kata, "Valen, selain Perusahaan Darmawangsa, aku masih memiliki Perusahaan Anggara. Tapi, kamu berbeda, kamu tidak mempunyai apa pun selain Perusahaan Darmawangsa. Apa kamu ingin mengandalkan Jason? Apa menurutmu Jason akan tetap memilihmu kalau dia tahu kamu tidak memiliki apa-apa?"
"Valen, sudah pasti aku pemenangnya."
"Oh, aku tahu, aku tahu, kalau begitu kamu mundur saja."
Terkadang ada orang yang benar-benar tidak bisa dibiarkan begitu saja. Beberapa hari ini, aku terlalu sibuk memikirkan cara untuk menghadapi Ayah dan Valencia. Ternyata, Jason malah membuat masalah.
Dia mengambil skema perencanaan yang aku buat dengan susah payah dan langsung memberikan ayahnya. Dari luar, ayahnya memang tampak seperti seorang pemegang saham Perusahaan Darmawangsa dan dengan sepenuh hati berharap Perusahaan Darmawangsa akan semakin berkembang. Padahal sebenarnya, dia ingin menjual skema perencanaan ini.
Ketika aku membawa polisi untuk mencari Jason, dia terlihat sangat bingung.
"Bukankah aku hanya mengambil beberapa lembar kertas saja? Apa perlu sampai mengerahkan begitu banyak orang seperti ini?"
Polisi sudah menemukan skema perencanaannya. Aku menatap Jason dengan bingung dan bertanya dengan serius, "Dulu, kamu kuliah di luar negeri karena kamu tidak lolos tes perguruan tinggi di sini, 'kan? Apa kamu punya otak? Oh ya, kamu masih punya otak. Sejak awal kamu mencari cara untuk mendekati Valencia. Apa itu yang dinamakan suka? Kamu hanya mau uang Keluarga Darmawangsa saja. Kamu pasti tidak punya cara lain setelah tahu bahwa Valencia bukanlah putri Keluarga Darmawangsa yang sesungguhnya, 'kan?"
Apa yang ada di dalam skema perencanaan ini sangatlah banyak dan tak terhitung. Oleh karena itu, tak lama, Jason dan ayahnya dipenjara karena mencuri rahasia perusahaan.
Ketika Valencia datang menemuiku, matanya seperti akan menyemburkan api, "Anita! Kalau kamu tidak senang padaku, kenapa kamu malah mencari gara-gara dengan Jason?"
"Kenapa kamu memasang kamera kecil di kantormu? Kenapa kamu meletakkan skema perencanaan di atas meja?! Kamu memang sengaja memancing Jason untuk melakukan kejahatan! Anita, kenapa bisa ada wanita begitu kejam sepertimu!"
Aku langsung menampar wajah Valencia. Karena masih belum puas melampiaskan amarah, aku pun menamparnya beberapa kali lagi. Terakhir, aku mengangkat kaki untuk menendangnya dan berkata, "Valen, sebelumnya aku sempat berpikir kenapa Ibu bisa melahirkan anak bodoh sepertimu. Oh, ternyata kamu bukan kandung Ibu, pantas saja."
"Kamu merasa ini tidak adil bagi Jason, 'kan? Tenang saja, satu per satu. Setelah ini adalah giliranmu."
Apakah kamu benar-benar mengira bahwa aku orang yang mudah ditindas?
Semenjak aku mengungkap kemunafikan Ayah, beberapa hari ini tindakan Ayah semakin kelewatan. Dia memperlakukan Valencia semakin baik. Bahkan, ketika bertengkar dengan Ibu, secara terang-terangan dia menyebutkan nama cinta pertamanya itu, "Benar. Setelah aku menikah denganmu, aku memang kembali mencarinya. Kenapa aku menikah denganmu? Karena status kita berasal dari keluarga yang setara. Aku memang tidak menyukaimu, kenapa?! Karena di dalam hatiku, dia adalah istriku satu-satunya.“
”Kalau begitu, waktu itu seharusnya kamu menikah dengannya saja! Untuk apa kamu menikah denganku?!"
"Karena status kita berasal dari keluarga yang setara!"
Ketika mendengar ini, aku mengepalkan tanganku. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Setelah itu, aku segera mengirimkan pesan kepada asistenku, 'Tidak bisa, aku sudah tidak tahan lagi. Cepat, kita mulai senin depan!'
Perusahaan terbuka seperti Perusahaan Darmawangsa biasanya akan selalu mengadakan rapat dan rapat yang paling penting sepertinya adalah rapat pagi di hari Senin.
Pada Senin pagi, aku melihat Ayah sedang mempersiapkan diri dan berdiri di depan. Belum sempat dia berkata apa pun, polisi tiba-tiba membuka pintu dan masuk, "Anda dicurigai sudah menyalahgunakan dana yang melanggar peraturan, mengubah tujuan dana melalui transaksi palsu dan melakukan perdagangan manusia. Ikutlah dengan kami!"
Yap, saat itu anak kandung orang tuaku dibawa pergi dan dijual oleh si berengsek itu. Aku masih belum menemukan petunjuk karena waktu sudah berlalu terlalu lama.
Valencia panik ketika melihat pemandangan ini. Bahkan tanpa sadar dia ingin melarikan diri. Akan tetapi, aku segera meraih tangan Valencia dan berkata, "Valen, jangan kabur. Mereka sudah masuk penjara, kamu juga harus masuk untuk menemani mereka."
"Valencia, Anda dicurigai melakukan jual beli rahasia perusahaan. Ikutlah dengan kami!"
Polisi membawa pergi kedua orang itu dan seketika lokasi kejadian menjadi ricuh. Aku bangun dan berdiri di depan, "Harap tenang! Mari lanjutkan rapat pagi ini."
Ibu pun bergegas datang karena takut aku tidak bisa mengendalikan situasi.
Setelah rapat pagi berakhir, aku membawa Ibu ke kantor dan berkata, "Bu, maaf ya, aku langsung memenjarakan mereka berdua tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Ibu."
"Mengenai perusahaan, Ibu tidak perlu khawatir. Aku bisa mengendalikan semuanya. Tentu saja, saham perusahaan pasti akan goyah setelah kejadian ini dan mungkin tidak dapat pulih dalam waktu yang singkat. Tapi, Ibu tenang saja, aku akan berusaha semaksimal mungkin."
Ibu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tampak kesulitan mengatakannya. Setelah aku menatapnya, akhirnya Ibu membuka suara dan berkata, "Nita, Ibu tidak menyalahkan kamu. Kedua orang itu memang pantas mendapatkannya. Hanya saja Ibu baru menyadari bahwa anakku sudah menjadi begitu hebat tanpa aku sadari sebelumnya."
Di benakku, tiba-tiba terlintas masa-masa ketika aku masih kecil. Orang tuaku selalu merawatku setiap hari. Mereka menemaniku tumbuh besar, memberitahuku mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga mengajariku banyak hal.
Aku juga tidak langsung begitu hebat sejak awal. Hanya saja, dua orang yang mengajariku menjadi sehebat ini sudah tidak ada.
Anak kandung mereka juga masih belum ditemukan hingga saat ini. Aku akan terus mencarinya dan akan memperlakukannya dengan baik.
...
Aku mengantar Ibu ke luar kantor.
"Tidak apa-apa, kelak, Ibu bisa terus melihat kehebatanku ini."
Matahari bersinar cerah di musim panas, mobil berlalu lalang di jalanan, dan trotoar juga tampak sangat ramai. Ayah, Ibu, apakah kalian bisa melihat betapa hebatnya aku sekarang?
Rekan kerja di kantor menertawakanku selama setengah bulan karena pacarku memberiku sebuah 'motor listrik'.
"Aku kira benar-benar ada orang kaya yang menyukai dia. Ternyata malah hanya memberikannya motor listrik saja. Benar-benar konyol."
Terakhir, kendaraan rekan kerjaku itu menyerempet motorku dan harus mengganti rugi empat ratus juta.
Yap, model motorku itu adalah Vespa 946 Christian Dior.
Aku hanya memuji tentang sebuah skuter listrik keren yang terlihat seperti motor listrik di tempat parkir.
Keesokan harinya, pacarku langsung meminta orang untuk mengantarkan motor itu ke depan gerbang perusahaan.
Maya menutup mulut sambil berkata dengan menyindir, "Jadi ini adalah hadiah yang diberikan oleh pacarmu yang kaya raya itu? Dia membelikan sesuatu yang harganya cukup terjangkau."
Aku hanya menatapnya sinis dari dalam hati.
Terakhir kali karena terburu-buru keluar, aku tidak sengaja membawa tas LV. Begitu rekan kerjaku menyadarinya, aku hanya bisa mengatakan bahwa ini pemberian dari pacar untuk mengalihkan pembicaraan.
Semua orang yang tahu pun merasa iri. Hanya Maya seorang yang terus menyarankanku pergi ke konter untuk mengecek keaslian barang. Bahkan, kalimat "Aku merasa tasmu juga palsu" ini hampir saja tertulis di wajahnya.
Akan tetapi, aku terlalu malas untuk berdebat dengannya.
Tidak ada yang lebih membosankan dari beberapa wanita yang duduk bersama untuk membandingkan pasangan orang lain dan latar belakang keluarga mereka.
Namun, Maya tampaknya menganggap kalau aku berbohong. Jadi, dia berusaha mencari kesempatan untuk menyebarkan gosip kalau pacarku adalah anak orang kaya di kantor. Kemudian, dia akan menunggu waktu yang tepat untuk membongkar dan mempermalukan aku.
Kali ini, Maya merasa bahwa kesempatan itu sudah tiba.
Aku menepuk kursi belakang motor yang berwarna putih dan berkata, "Tidak hanya terjangkau tetapi juga praktis, apa kamu mau naik? Aku akan membawamu berkeliling."
"Lupakan saja." Maya menatapku dengan sedikit jijik.
"Itu pemberian dari pacarmu, kamu pakai saja sendiri. Sepertinya dia menghabiskan gajinya setengah bulan."
Gaji setengah bulan? Aku tidak pernah menghitungnya.
Aku merenung sejenak dan berkata, "Mungkin."
Alasan kenapa sebelumnya aku begitu tertutup, itu semua berawal dari pacarku.
Setelah lulus S2, aku selalu berharap bisa menemukan seorang pacar yang sempurna.
Sehari sebelum aku membawanya ke rumah, aku diberi tahu bahwa dia adalah putra musuh bebuyutan yang dibicarakan ayahku setiap hari.
Musuh bebuyutan ini sebenarnya sampai di tahap apa?
Mungkin ketika perusahaan keluargaku masih kecil, ayahnya sudah beberapa kali hampir menjatuhkan keluargaku.
Sekarang perusahaan keluargaku bisa menjadi sebesar ini, semua berkat kerja keras dan keberanian ayahku.
"Aku tidak setuju! Hanya melihat sekilas bocah dari Keluarga Adijaya itu saja aku tahu bahwa dia mirip dengan ayahnya, hatinya pasti busuk. Kamu pasti akan menderita kalau menjalin hubungan dengannya."
Ayah memiliki prasangka buruk yang sangat mendalam terhadap ayahnya pacarku.
Bahkan, sekalipun aku mengajukan diri masuk ke Perusahaan Adijaya untuk menjadi mata-mata, tetap tidak bisa mengubah keinginannya.
Ayah berkata, "Kenapa aku harus percaya kalau kamu bisa mencuri informasi?"
Aku tidak bisa berkata apa-apa.
Kalian berdua jangan bilang siapa yang jahat, oke?!
Begitulah, demi membuktikan bahwa aku memiliki kemampuan untuk mencuri informasi …
Oh bukan, tetapi demi membuat ayahku merestui kami. Jadi, aku menyamar dan masuk ke Perusahaan Adijaya.
Tujuanku adalah duduk di meja perundingan yang sama dengan ayah!
Sahabatku adalah orang pertama yang selalu mendukungku apa pun yang terjadi.
Dia takut aku tidak bisa mendapatkan case, jadi dia memberikan semua case dari perusahaannya sendiri untukku.
Jumlah caseku bahkan sampai tiga puluh persen dari total keseluruhan case. Setidaknya bisa menjadi sebuah pijakan yang kokoh untuk tahap awal bagiku.
Lusa kemarin, dia menelepon dan mengatakan bahwa orang yang sebelumnya bekerja sama denganku sudah diganti. Sekarang ada orang baru yang akan mengambil alih, jadi dia memintaku untuk lebih waspada.
Sejujurnya, aku tidak terlalu mempedulikan hal ini.
Karena bagaimanapun, aku yang selalu follow up selama lebih dari setengah tahun ini. Jadi, kurasa tidak ada masalah.
Tanpa diduga, aku terlalu meremehkan tingkat tak tahu malunya Maya.
Hanya karena aku terjebak macet setengah jam, Maya langsung merebut case milikku.
Kemudian, dia melempar kontrak ke atas meja dan tersenyum dengan penuh kemenangan, "Maaf, aku orangnya memang cekatan."
Aku pun kurang lebih langsung mengerti begitu melirik karyawan yang sedikit pendiam dan pemalu di belakangnya.
Lupakan saja, kita harus menjadi orang yang toleran.
Jika sahabatku yang pemarah itu mengetahuinya, bonus karyawan di bulan ini akan hangus begitu saja.
"Kalau begitu, selamat ya!"
Aku menjawab dengan datar, "Aku harap case ini bisa memberikan hasil yang bagus untuk penjualanmu."
Sepertinya semenjak kedatanganku, dia memang cuman bisa menjadi urutan yang kedua.
Sayang sekali.
"Kamu jangan berbangga hati terlalu cepat."
Maya merasa tersindir dengan perkataanku dan berkata, "Hari ini aku bisa mendapatkan satu case lebih banyak darimu, dan itu artinya aku bisa menyaingimu besok."
"Bagaimana kamu akan menyaingiku? Dengan merebut lebih banyak case?"
Aku berbicara dengan nada menyindir, sepertinya perkataan ini cukup membuat orang kesal.
Mendengar itu, wajah Maya yang awalnya tampak bersemangat seketika berubah menjadi sangat merah.
"Merebut case apa? Aku tidak merebut case! Jelas-jelas Perusahaan Huda yang merasa tidak puas sama kamu, makanya mereka mengganti orang untuk bekerja sama. Apakah begitu sulit untuk mengakui kalau kemampuanmu itu kurang?"
"Kemampuanku kurang?" Aku benar-benar dibuat kesal sampai tertawa.
Selama enam bulan ini, Maya sudah merebut banyak case dariku, baik secara terbuka maupun diam-diam. Hanya saja, aku terlalu malas untuk memedulikan tentang hal itu.
Dia bahkan tidak minta maaf padaku, tapi malah memakiku. Bukankah dia sangat keterlaluan?
Aku mengambil kontrak yang ada di atas meja. Kemudian, aku tersenyum menatapnya dan berkata, "Kak Maya, percaya tidak, case ini akan dengan mudah kembali ke tanganku hanya dengan satu panggilan telepon dariku?"
Maya melihatku dengan ekspresi menghina.
"Novi, bukankah kamu terlalu menganggap dirimu hebat? Aku bahkan sudah menandatangani kontrak kerja samanya, untuk apa kamu masih membual? Klien tidak mungkin membatalkan kontrak hanya demi kamu, 'kan?"
Aku tersenyum dan berkata, "Tentu saja kita tidak boleh merugikan klien."
Aku menunjuk dan melingkari bagian tanda tangan yang ada di kontrak kerja sama, lalu membuat gerakan mencoret.
"Yang aku maksud adalah target penjualan kamu yang ini termasuk punyaku."
"Termasuk punyamu?"
Maya mendengus dingin dan berkata, "Ini adalah case yang aku dapatkan sendiri. Sekalipun Manajer Ariel datang, dia juga tidak bisa berkata apa-apa."
Maya memahami temperamen Manajer Ariel dengan sangat baik.
Dalam menghadapi perebutan case semacam ini, Manajer Ariel biasanya hanya akan menutup sebelah mata dan mengucapkan beberapa kata untuk menenangkan orang.
Lagi pula, penjualan milik siapa itu bukanlah masalah bagi perusahaan. Selama klien bersedia bekerja sama dengan perusahaan, itu sudah lebih dari cukup.
Maya berani merebut case orang lain berulang kali karena dia tahu apa isi pikiran Manajer Ariel.
Akan tetapi, kali ini aku tidak akan membiarkannya begitu saja.
Aku langsung menelepon sahabatku dan menjelaskan seluk beluknya dengan jelas hanya dalam beberapa patah kata.
Selesai berbicara, aku langsung mendapati sahabatku yang marah besar.
Skill pasif aktif.
Benar saja, dalam waktu setengah jam, Manajer Ariel langsung meminta orang untuk memanggil kami berdua.
Maya sudah terbiasa dengan kondisi yang seperti ini. Ekspresi wajahnya bahkan terlihat arogan.
Ternyata begitu masuk ke dalam, Maya malah dimarahi habis-habisan oleh Manajer Ariel.
"Maya! Bagaimanapun, kamu juga orang lama di perusahaan. Kenapa kamu bisa melakukan hal seperti merebut case? Target penjualan Novi yang baru datang setengah tahun bahkan berada di peringkat pertama setiap bulannya. Kenapa kamu tidak belajar darinya dan malah melakukan hal licik seperti ini? Pantas saja kamu tidak bisa menyaingi dia!"
Maya benar-benar dimarahi habis-habisan sampai dia sendiri merasa kebingungan.
Maya adalah orang lama di perusahaan, kemampuannya sendiri juga cukup menonjol. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak menyangka akan dimarahi habis-habisan seperti itu.
Akan tetapi, dia juga bukan orang yang mudah untuk dilawan. Dia pun langsung melempar kesalahan pada orang lain.
"Pak Ariel, semua itu hanya perkataan sepihak dari Novi saja. Hubungan kerja sama antara aku dan Perusahaan Huda itu valid dan aku sama sekali tidak merebut case. Kalau Anda tidak mempercayai saya, Anda bisa bertanya langsung kepada sales Perusahaan Huda. Novi yang tidak bisa mempertahankan kliennya sendiri dengan baik dan hampir kehilangan mereka. Saya hanya mencoba untuk menghentikan kerugian tepat waktu."
Tentu saja, Manajer Ariel tidak akan sebodoh itu untuk bertanya kepada klien tentang masalah ini. Bagaimanapun, ini terkait dengan reputasi perusahaan.
Jika perusahaan lain, masalah ini mungkin akan berakhir begitu saja. Untungnya, aku memiliki teman baik yang pantang menyerah.
"Kamu tidak perlu berpura-pura lagi! Barusan Presdir Daniel dari Perusahaan Huda meneleponku dan mengatakan bahwa mereka akan menghentikan kontrak kerja sama kalau bukan Novi yang bertanggung jawab atas case ini. Kamu masih mencoba untuk membalikkan fakta? Kamu benar-benar merusak kepercayaanku padamu!"
Tadi Manajer Ariel dimarahin dan tidak ada tempat untuk pelampiasan. Itulah kenapa dia memaki Maya habis-habisan selama setengah jam.
Aku hanya mendengarnya dari samping dan sesekali tersenyum untuk memberikan respons. Wajah Maya pun membiru sangking kesalnya.
"Oh ya, Novi."
Sebelum keluar, Manajer Ariel menjejali setumpuk berkas padaku dengan ramah.
"Kali ini, kantor pusat memberikan sebuah proyek besar. Kami memutuskan untuk mengutusmu menjadi penanggung jawab. Lawan kali ini adalah Cacirou, jadi kamu harus mempersiapkan diri dengan baik dan berusahalah untuk mendapatkannya!"
"Novi, kamu hebat sekali! Secepat itu kamu sudah bisa mempermalukan ayahmu? Kalau kamu berhasil merebut case ini, ayahmu pasti akan menghajarmu."
Benar, Cacirou ini milik keluargaku.
Aku juga mengetahui tentang proyek ini sebelumnya. Ini adalah proyek dengan keuntungan sangat besar dan kedua perusahaan sudah sangat menginginkan proyek ini sejak lama.
Jika aku bisa mendapatkan proyek ini, jangankan masalah pernikahan, mungkin ayahku juga bisa dengan tenang menyerahkan perusahaan ini padaku.
Hmph! Apa Ayah benar-benar mengira bahwa aku tidak tahu niat dia yang sengaja ingin melatihku dengan mulai bekerja dari paling dasar? Dia terlalu meremehkan aku.
Aku membolak-balik berkas di tanganku dan bergumam, "Mungkin Ericko sengaja memberikan kesempatan ini. Kalau tidak, mana mungkin karyawan kecil seperti kita bisa mendapatkan proyek semacam ini."
Sahabatku terharu meratapi kemesraan ini.
"Diam-diam dia memberikan kesempatan untuk tunangannya sendiri ... huhuhu ... benar-benar membuat hatiku meleleh."
Karena Ericko sudah membantuku, tentu saja aku tidak boleh mengecewakannya.
Dalam setengah bulan kedepan, aku akan menunda semua pekerjaan yang bisa aku tunda dulu. Bahkan, aku juga mengurangi waktu untuk berkencan dan memicu rasa ketidakpuasan dari Ericko.
Setelah melalui revisi yang berkali-kali, aku merasa sangat percaya diri dengan proposalku.
Akan tetapi, beberapa hari sebelum tim inspeksi dari kantor pusat datang, aku diberitahu bahwa aku digantikan oleh orang lain.
"Atas dasar apa menggantiku?"
"Novi, kamu jangan salah paham dulu padaku. Aku 100% percaya dengan kemampuanmu. Tapi, para petinggi merasa kalau kamu masih muda dan belum pernah melewati kesulitan besar. Jadi, mereka menyarankan untuk menggantinya dengan seseorang yang lebih berpengalaman. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa."
Seandainya perusahaan ini bukan milik pacarku, aku pasti sudah tertipu oleh manusia yang pura-pura baik ini.
"Jadi, kamu menggantikanku dengan Maya?"
Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi, jadi aku hanya berkata, "Dia tidak pernah berpartisipasi sedikitpun dalam proyek ini, proposal apa yang akan dia gunakan?"
"Menurutku, proposal yang kamu buat sudah sangat bagus." Manajer Ariel berbicara seolah itu sesuatu hal yang sudah seharusnya.
Sialan! Aku sampai tertawa karena merasa sangat kesal.
"Proposalku tentu saja bagus, tapi aku membuatnya sendiri dengan susah payah. Lantas, apa hubungannya dengan Maya?"
"Semua ini untuk kepentingan perusahaan, jadi kamu harus berkorban sedikit … "
Ekspresi ramah di wajahnya persis seperti kemarin ketika dia memanggilku "Novi" dengan ramah.
Sama munafiknya, sama menjijikkannya.
Sejak kemarin aku terus bertanya-tanya kenapa dia bisa memberikan proyek itu padaku langsung di depan Maya, padahal selama ini dia selalu melindungi Maya.
Ternyata mereka menggunakan cara ini untuk membalasku.
Mereka boleh saja menggunakan proposalku. Namun, apakah mereka sanggup?
Maya tidak menyangka kalau aku akan begitu mudah diajak berkompromi. Oleh karena itu, dia sengaja menghampiriku untuk mempertanyakannya.
"Novi, kenapa kamu tiba-tiba begitu baik?"
Aku menaikkan alis dan berkata, "Bukankah karena kamu tidak bisa membuat proposalnya?"
Maya sangat kesal dan berkata, "Kata siapa aku tidak bisa membuatnya?"
"Tentu saja siapa yang ingin menggunakan proposalku, siapa yang tidak bisa membuatnya."
Maya pergi begitu saja karena kesal padaku. Kemudian, dia berjalan dan masuk ke kantor manajer dengan memakai sepatu hak tinggi sepuluh sentimeternya.
Rekan-rekan di sekitar menghampiriku dan mencoba untuk menghiburku. Lalu, mereka pun memaki Maya yang tidak tahu malu itu.
Aku malah merasa tidak peduli.
Berdasarkan pemahamanku tentang Maya, dia tidak akan bisa membuat rencana apa pun dalam beberapa hari ini.
Akan tetapi, ada kemungkinan besar dia akan merevisi sedikit proposalku dan menggunakan namanya setelah merasa tersindir olehku.
Hanya saja, aku sempat mengubah beberapa "laporan baru" di dalamnya. Apakah dia akan menyadarinya?
Bahkan hingga sehari sebelum tim inspeksi datang, Maya masih kesulitan menerjemahkan proposal itu.
Manajer Ariel memberikan proposal akhir padaku dan memintaku untuk mengeceknya.
Karena bagaimanapun, aku yang membuat proposal itu sendiri. Jadi, seharusnya aku akan lebih mengerti.
Akan tetapi, kami berdua tahu dengan jelas, proposal ini pada akhrinya akan berakhir atas nama siapa.
Kemudian, aku berpura-pura untuk melihat-lihat proposal itu dan aku menyadari bahwa Maya benar-benar tidak mengecewakanku.
Dia memasukkan semua kesalahan dan celah ke dalam proposal.
Aku hanya menunjuk beberapa kesalahan kecil yang tidak penting dan memberitahunya. Setelah itu, aku hanya perlu menunggu dan menonton pertunjukkan bagus beberapa hari lagi.
Pertunjukan bagus belum dimulai, aku malah mendapatkan kejutan terlebih dahulu.
Ericko tiba-tiba datang bersama dengan tim inspeksi.
Dia mengenakan pakaian kasual dan mengikuti tim inspeksi dari belakang. Begitu masuk, dia langsung menghampiri tempat kerjaku.
Bahu lebar, pinggang kecil, kaki panjang, dan sepasang mata bunga persik di wajahnya yang kalem. Siapa pun yang melihatnya, pasti tak bisa berhenti menatapnya.
"Sayang, aku datang."
Aku dikejutkan oleh suaranya, "Kenapa kamu datang ke sini?"
"Tentu saja, aku datang untuk memberikan dukungan padamu."
Dia tersenyum dan mencari tempat di samping untuk duduk, "Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dianiaya di tempatku."
Akan tetapi, aku tidak pernah memberitahunya tentang hal itu …
Aku memalingkan wajahku ke belakang tanpa ekspresi, hatiku sangat kacau.
Sial, ketahuan dia!
Seorang rekan kerja di samping mencoba bertanya, "Novi, dia pacarmu?"
Ericko mendahului aku untuk menjawab, "Bukan, tunangan."
"Masih muda tapi sudah sangat berprestasi. Barusan aku melihat dia masuk bersama dengan tim inspeksi, apakah dia dari kantor pusat juga?"
Aku mengangkat mataku dan melirik wajah si berengsek Ericko, lalu meliriknya sekilas dan berkata, "Iya, dia supir."
Ericko tidak tahu harus berkata apa.
Sejak saat itu, semua orang tahu bahwa pacar Novi adalah supir dari manajer kantor pusat.
Di sisi lain, Maya langsung maju ke depan untuk presentasi tanpa memahami secara menyeluruh proposal yang aku buat dan masuk ke perangkap yang aku buat untuknya.
Tim inspeksi merasa sangat tidak puas. Mereka tidak hanya ingin mengganti Maya, tetapi juga ingin mengambil kembali proyek itu.
Akan tetapi, Manajer Ariel masih mengharapkan KPI untuk bisa dipindahkan ke kantor pusat. Jadi, dia benar-benar merasa sangat panik.
Pada saat ini, dia akhirnya kepikiran padaku.
"Bagaimanapun, ini adalah proyek milik Kak Maya. Bagaimana kalau dia mengira kalau aku merebut casenya karena aku langsung ke sana?"
Aku memang sengaja bersikap sok serba salah. Jika memikirkannya dengan baik-baik, mereka benar-benar bisa menuduhnya seperti itu, apalagi dengan rasa tidak tahu malu mereka yang begitu tinggi.
Untungnya, saat ini Manajer Ariel tidak memiliki niat untuk berbuat jahat. Dia bahkan hampir berlutut di lantai dan memohon padaku untuk menyelamatkan situasi ini.
"Novi, sebelumnya aku yang tidak memikirkannya dengan matang. Anggap saja kamu sedang membantuku. Kalau kamu pergi menyelamatkan situasi sekarang, aku akan membiarkanmu yang akan melanjutkan case ini nanti."
"Bukannya aku tidak ingin membantu. Hanya saja, kalau orang yang berbuat salah tidak mendapatkan hukuman, lain kali semua orang pasti akan mencontoh hal ini. Menurut Bapak bagaimana?"
Manajer Ariel menggertakkan gigi dan berkata, "Kalau begitu ... aku akan memotong bonusnya bulan ini 30%."
Aku langsung menyetujuinya dengan senang hati.
Saat itu, aku langsung mengeluarkan berkas yang sudah aku siapkan sejak awal dan langsung membawa laptop untuk mempresentasikannya tanpa memedulikan tatapan mata Manajer Ariel yang kacau.
Aku sudah mengatakannya dari awal, tidak ada yang boleh mengambil barang milikku, siapa pun itu.
Aku mempresentasikannya dengan fasih dan mengerahkan semua kemampuanku. Akhirnya, aku berhasil memantapkan hati tim inspeksi dan mereka pun setuju jika aku yang mengambil alih.
Mereka juga secara terbuka mengatakan bahwa aku yang harus bertanggung jawab.
Aku diam-diam merasa senang melihat Maya yang tampak menyedihkan di sampingku.
Dengan levelnya yang seperti ini, dia masih ingin bertarung denganku?
Tidak ada sahabat, pacar pun pasti akan membantuku.
Seharian ini semuanya berjalan dengan lancar.
Kebetulan kinerja perusahaan akhir-akhir ini masih tergolong cukup baik, jadi Manajer Ariel pun berhasil mempertahankan masa depannya. Oleh karena itu, dia mengajak semua orang untuk pergi merayakannya.
Bibi yang ada di samping juga menyapaku dengan ramah dan berkata, "Ericko di mana? Ayo ajak dia main bersama kita."
Ekspresiku masih tidak berubah dan berkata, "Anda jangan lupa, dia adalah seorang supir, jadi dia perlu mengemudi."
Begitu perkataan ini terlontarkan, justru terdengar seperti suara surga bagi Maya.
Maya yang awalnya tampak lesu semalaman langsung kembali bersemangat.
Dia berpura-pura bodoh dan bertanya, "Ternyata pacar Novi seorang supir?"
Rekan kerja lainnya juga ikut nimbrung dan berkata, "Iya! Pacarnya tampan sekali. Bahkan, dia menyerahkan semua uangnya pada Novi lho."
Maya berkata dengan cemberut, "Apa gunanya tampan? Hanya bisa dipamerkan saja. Lagi pula, seorang supir bisa berpenghasilan berapa banyak selama satu tahun? Sekalipun, tidak makan dan tidak minum, berapa banyak tas yang bisa dia belikan untuk Novi?"
Di mataku, wajahnya yang tampak arogan itu tidak ada bedanya dengan badut.
Aku mengangguk mengikuti perkataannya dan berkata, "Memang benar uangnya tidak banyak."
Hanya orang kaya biasa.
Begitu tiba di restoran, Maya seperti orang yang terserang penyakit karena tiba-tiba ingin duduk di sampingku.
Tak lama, aku segera menyadari maksud terselubungnya.
Selama makan, sepertinya Maya sudah memutuskan untuk menggunakan semua kuota topik pembicaraan satu bulan ke depan untuk berbicara dengannya.
Dia terus membicarakan tasku yang sedikit tergores hingga besi emas LV yang warnanya memudar. Tasku pasti merasa bahwa ia tidak menyinggung siapa pun.
"Oh ya, apakah orang tua Novi sekarang berada di Kota A?"
Setelah menghitung-hitung waktu, aku menjawab dengan jujur, "Tidak, mereka di luar kota."
Jika tidak ada hal lain, mungkin mereka sedang menikmati hidup di pantai Hawaii sekarang.
"Oh, ternyata bekerja di luar kota."
Maya menjawab dengan sangat cepat dan perasaan keunggulan bahkan hampir terdengar keluar dari nada bicaranya.
"Nov, bukannya aku ingin mengguruimu. Tapi, kamu harus meluangkan banyak waktu untuk menemani orang tuamu. Kamu harus mengerti bagaimana cara berbakti. Jangan malah fokus pada diri sendiri saja dan mengabaikan keluargamu."
Jujur saja, aku lumayan kagum pada Maya.
Aku hanya berkata sembarangan bahwa orang tuaku di luar kota, tetapi dia bisa langsung secepat itu kepikiran bahwa orang tuaku bekerja di luar kota.
"Kalau begitu, berapa penghasilan orang tuamu sebulan? Mereka pasti bekerja dengan sangat keras."
Aku meletakkan sumpit dan berkata dengan datar, "Aku tidak pernah bertanya dengan detail. Kalau Kak Maya pengin tahu, lain kali aku akan meminta ayahku untuk memberikan slip gajinya padamu."
Maya tersenyum dan berkata, "Hanya gaji kecil mana mungkin memerlukan slip gaji? Kalau kamu tidak enak hati untuk mengatakannya, aku tidak akan bertanya lagi."
Aku hanya mendengus dingin dalam batin. Tapi, sepertinya ayahku memang butuh.
Begitu selesai makan, Maya tiba-tiba mencari masalah saat akan meminta bill.
"Novi, bagaimana kalau kamu yang membayar makan-makan kali ini? Bagaimanapun, kita merayakan ini karena kamu berhasil mendapatkan proyek baru. Lagi pula, selama menjalankan proyek ini, kamu pasti akan mendapatkan bonus yang banyak."
Pantas saja Maya sengaja memilih restoran kelas atas, ternyata dia ingin mengurasku.
Aku tersenyum dan berkata, "Apa yang Kak Maya katakan masuk akal juga. Sepertinya aku belum pernah mentraktir kalian semua makan. Tapi, Kak Maya yang awalnya bertanggung jawab atas proyek ini, meskipun pada akhirnya dia tidak berhasil menyelesaikannya dengan baik, dia pasti sangat berterima kasih atas bantuan kalian semua. Aku kan juga jadi tidak enak kalau harus merebut bagian dia."
Aku berbicara sambil memperhatikan ekspresi wajah Maya. Kemudian, aku menatapnya dengan rasa puas karena ekspresinya berubah menjadi semakin tidak enak.
"Begini saja, aku dan Kak Maya patungan sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kalian semua selama beberapa waktu ini."
Pelayan membawakan tagihan bill dengan ramah, lalu aku pun tersenyum saat melihatnya sekilas.
Setelah itu, aku memberikan tagihan itu kepada Maya dan memberinya isyarat, "Kak Maya, coba kamu lihat, oke tidak?"
Maya melihat tagihan itu sekilas dan matanya langsung membelalak.
"Seratus delapan puluh juta?! Kita cuman belasan orang saja, masa sampai seratus delapan puluh juta?"
Maya memeriksa kembali tagihannya dan akhirnya berkata dengan marah, "Siapa yang memesan Grand Lafite dan langsung memesan tiga botol sekaligus?!"
Semua orang saling bertatapan dan pada akhirnya mengunci target pada Manajer Ariel yang sudah mabuk.
"Sepertinya Pak Ariel yang memesannya."
Maya seketika langsung terdiam.
Sangat sulit dibayangkan jika rekan kerja lain yang memesan wine ini. Mungkin orang itu akan dimaki habis-habisan hari ini.
"Kenapa harus aku yang bayar? Lagi pula, bukan aku yang mengusulkan untuk makan. Proyek ini punyamu, jadi kamu sendiri saja yang bayar."
Maya langsung mengatakannya tanpa basa-basi, baginya lebih baik malu daripada rugi.
Aku mendengus dingin dan mengejeknya, "Ternyata Kak Maya juga tahu kalau proyek ini punyaku? Aku kira Anda orang yang pelupa dan tidak bisa mengingat sesuatu dengan jelas."
"Kamu!"
Maya sampai tidak bisa berkata apa-apa saking kesalnya.
Melihatnya kalah, suasana hatiku pun menjadi lebih baik. Oleh karena itu, aku langsung membayar tagihan makanannya.
Tentu saja, selain tagihannya Maya.
"Karena Kak Maya tidak bersedia, aku yang akan membayari kalian semua. Lagi pula, uang cuma masalah sepele, yang paling penting semua orang bisa bekerja sama dengan senang."
Mendengar pujian semua orang untukku, Maya pun kesal sampai cemberut.
Aku langsung berjalan ke arah motor kesayanganku begitu keluar dari restoran.
Akan tetapi, di tengah jalan, Maya malah menghalangiku.
"Pak Ariel mabuk, bagaimana kalau kamu mengantarnya pulang?"
Aku menunjuk kunciku dan berkata, "Kenapa? Kamu mau menyuruhnya berbaring di keranjang motorku?"
"Oh, aku lupa kalau kamu tidak punya mobil."
Lalu, dia berpura-pura seperti berpikir dan mendengus dingin.
"Mobil saja kamu tidak sanggup beli, untuk apa sok-sok kaya di depan semua orang?"
Aku benar-benar tidak mengerti.
"Apa kamu tidak pernah berpikir kalau aku benar-benar kaya?"
"Kamu?"
Maya mendengus dingin dan berkata, "Tidak perlu berpura-pura hanya karena gengsi. Jangan lupa untuk melihat kembali motor tuamu yang akan jatuh begitu diterpa angin ketika sedang membual."
Aku melihat sekilas "motor tua-ku" dan merasa kasihan pada motor ini.
Meski sudah larut, masih ada beberapa orang yang berlalu lalang di pintu masuk restoran.
Jadi, aku sengaja meninggikan suaraku.
"Tapi dibandingkan berpura-pura kaya, bukankah tipe orang yang dengan sengaja meminta orang lain untuk membayar tagihan itu jauh lebih buruk? Apalagi, jelas-jelas sudah tahu bahwa orang itu tidak punya uang?"
Perkataanku langsung menarik perhatian beberapa supir pengganti yang ada di sana.
Ekspresi ingin bergosip benar-benar terpampang sangat jelas di wajah mereka.
Maya adalah tipe orang yang selalu ingin menang, jadi tatapan aneh itu langsung membuat wajahnya memerah.
"Aku ... sengaja menciptakan kesempatan untukmu agar bisa mengambil hati orang. Kamu yang tidak tahu berterima kasih!"
Perkataan ini seketika membuatku menjadi orang yang tidak pengertian.
Akan tetapi, saat itu sudah sangat larut, aku juga sudah terlalu malas untuk berdebat dengannya.
"Kalau begitu, terima kasih banyak ya! Kamu sudah sangat membantuku."
Napas Maya sampai berat saking kesalnya padaku.
Lalu, dia kembali memanggilku ketika aku baru berjalan beberapa langkah.
Aku menoleh dan melihat dia yang sudah kesulitan untuk menggendong Manajer Ariel.
Hah! Pantas saja napas dia sangat berat.
Meskipun aku tidak mengerti kenapa Maya bersikeras mengantar Manajer Ariel pulang sendiri padahal di dalam grup ada banyak sekali pria, aku tetap membantunya menopang salah satu tangan Manajer Ariel.
Akan tetapi, baru saja aku mengerahkan kekuatanku, Maya langsung melepaskan diri dari samping.
"Kamu gendong dulu sebentar, aku pergi ambil mobil."
Aku tidak bisa berkata apa-apa.
Maya langsung berbalik badan untuk pergi dan meninggalkan orang mabuk ini padaku.
Aku benar-benar sangat sial!
Baru saja aku berencana untuk mencari pilar agar Manajer Ariel bisa bersandar, dia tiba-tiba buka suara duluan dan memanggil nama "Maya".
Maya? Maya yang mana? Apakah Maya Nugroho?
Meskipun aku selalu merasa bahwa ada yang berbeda dari hubungan mereka, aku tidak pernah berpikir ke arah sana.
Karena bagaimanapun, wanita juga memiliki potensi yang sama seperti pria. Apalagi, di dalam dunia kerja ada banyak sekali orang yang dikagumi oleh atasannya karena memiliki kemampuan yang baik.
Akan tetapi, sekarang aku sedikit tidak yakin.
Pada saat ini, Manajer Ariel tiba-tiba menjulurkan lehernya ke arahku. Dia bahkan bernapas ke leherku dan tangannya juga ikut melingkar ke leher.
Sial!
Aku buru-buru melepaskan tanganku. Karena kehilangan sandaran, Manajer Ariel pun jatuh ke tanah hingga menggelinding dua kali.
"Duh! Siapa?!"
Manajer Ariel memaki dengan tidak jelas, lalu tidak bersuara lagi ketika membalikkan kepalanya.
"Siapa?! Bapakmu!"
Aku menendang bokongnya dengan keras mumpung dia mabuk.
Akan tetapi, aku tak menyangka malah kelihatan oleh Maya yang mengemudikan mobil ke sini.
Maya menurunkan kaca jendela mobil dan berkata dengan nada ngeri, "Novi, apa yang kamu lakukan?"
Aku menatapnya dengan datar dan berkata, "Aku sedang melakukan cardio yulia baltschun."
Maya tidak percaya, tetapi dia juga tidak mempunyai bukti.
Maya hanya memperingatiku jika terjadi sesuatu pada Manajer besok, dia akan membuat perhitungan padaku.
Setelah keributan ini, aku benar-benar bisa tiba di rumah larut malam. Oleh karena itu, aku menelepon Ericko untuk menjemputku.
Tanpa diduga, Ericko sedang makan di sekitar sini. Jadi, dia langsung menghampiriku dengan berjalan kaki.
Aku menertawakan dia dan berkata, "Pak Ericko?"
Ericko menaikkan kacamata emasnya dan tersenyum seperti orang tidak berguna yang kalem.
"Boleh juga. Malam ini biarkan saya yang mengantar Nona pulang ke rumah."
Setelah berjalan beberapa saat, aku tiba-tiba teringat sudah lama tidak mengisi bensin motor. Jadi, aku langsung menyuruh Ericko untuk pergi ke pom bensin di depan.
Ketika Ericko sedang mengantri di sana, aku berjalan agak menjauh dan membalas pesan sahabatku.
"Aku sedang mengisi bensin skuter motorku. Hahaha."
Lalu, aku mengambil video beberapa detik untuk membuktikan kebenaran ucapanku.
Kali ini, dia tidak menjawabku dengan "Hahaha", melainkan balik bertanya padaku, "Coba kamu lihat sisi samping video, ada pasangan yang sibuk berciuman di dalam mobil. Bukankah mereka terlihat seperti Manajer Ariel dan musuh bebuyutanmu itu?"
Aku pun melihat lebih dekat. Sial, benar itu mereka.
Melakukan hal semacam ini di tempat umum bukankah terlalu memancing perhatian?
Aku merasa jijik dan ingin menghapus video tersebut.
Namun, begitu memikirkan hal-hal menjijikkan yang mereka lakukan sebelumnya, aku pun akhirnya memilih untuk menyimpan video ini.
Di sisi lain, karena tim inspeksi masih akan berada di kantorku selama tiga hari, Ericko pun selalu menghampiriku setiap kali dia sedang istirahat.
Aku memarahinya karena memberikan pengaruh buruk, tetapi dia malah berkata dengan tegas, "Ini pacaran gratis tanpa perlu mengeluarkan uang, jadi kita tidak boleh menyia-nyiakannya."
Sadis sekali pria ini, dia bahkan tidak mau rugi pada dirinya sendiri.
Rekan-rekan kerja di sampingku justru merasa senang.
Karena Ericko tidak mungkin datang dengan tangan kosong setiap kali menghampiriku. Dia pasti akan mentraktir semua orang kopi atau semacamnya.
Akan tetapi, selalu saja ada orang yang tidak senang.
Maya izin setengah hari karena kejadian tadi malam. Lalu, begitu tiba di kantor hari ini, dia malah bertemu dengan Ericko.
Maya tertegun sejenak dan berkata, "Ada rekan kerja baru?"
"Bukan, ini pacarnya Novi. Tampan ya!"
Ekspresi wajah yang tadinya terkejut seketika langsung berubah menjadi penghinaan.
"Oh, si supir itu."
Ericko sedang mengurus kerjaan di sampingku. Ketika mendengar perkataan itu, dia hanya tersenyum sambil mengangguk kepada Maya.
Maya sedikit terkejut dan bergumam sesuatu.
"Tampan juga si miskin ini."
Aku tidak bisa menahan tawa tanpa suara.
"Tapi, bagaimanapun, kamu hanya seorang sopir. Kalau tidak ada kerjaan, tetaplah di tempatmu, jangan berkeliaran ke kantor kami. Kamu bisa memengaruhi efisiensi kerja semua orang."
Jelas-jelas dia bukan siapa-siapa, tetapi malah mengatur-ngatur orang.
Ericko mengangguk dengan patuh dan berkata, "Oke."
Maya tidak menyangka dia begitu penurut. Jadi, ekspresi wajahnya pun sedikit lebih membaik dan berkata, "Sikapmu lumayan bagus juga, setidaknya jauh lebih baik daripada seseorang."
Selesai berbicara, dia terang-terangan menatap ke arahku.
Ericko enggan berbicara lagi dan mengangkat alisnya dengan asal.
"Tapi karena kamu sudah datang dan tidak ada kerjaan, lebih baik kamu ke kantorku untuk membantuku memindahkan dokumen."
Baru saja aku ingin maju untuk melawannya, Ericko malah menepuk tanganku dan mengikuti Maya.
Pemindahan dokumen-dokumen itu memakan waktu setengah jam.
Akan tetapi, entah apa yang mereka bicarakan di dalam kantor. Ericko tampak tersenyum ketika keluar dari sana, tetapi ekspresi Maya justru sebaliknya.
"Dasar tidak tahu diri!" ujar Maya ketika melewati tempat kerjaku.
Aku menyenggol lengan Ericko dan berkata, "Apa yang dia katakan padamu?"
Ericko tersenyum dan menekan pelipisnya, "Pertama dia menunjukkan kepadaku rencananya yang berantakan dulu, kemudian dia menunjukkan bahwa dia punya bekingan di perusahaan dan akhirnya … "
Dia sengaja memperpanjang nadanya dan berkata, "Lalu, sekalian membicarakan tentang perbuatan burukmu padaku."
"Memangnya aku punya perbuatan buruk apa?"
Dia menekuk jarinya untuk menghitung dan berkata, "Memandang rendah orang, berpura-pura kaya, selalu ingin menang sendiri, menggunakan gajiku yang lebih dari setengah tahun untuk mentraktir orang, tidak menyukai motor murah yang aku berikan … "
Masih ada satu hal lagi yang belum dia katakan dan baru akan aku ketahui nanti.
Bermacam-macam dengan atasan.
"Kalau tidak, bagaimana Novi bisa mendapat begitu banyak case padahal dia baru saja masuk kantor? Aku rasa proposal dia kali ini pasti juga ditulis oleh orang lain. Kamu lebih baik berhati-hati."
Aku tidak pernah mengerti kenapa dia begitu benci padaku. Sekarang akhirnya aku menemukan jawabannya.
Kebencian tidak membutuhkan alasan apa pun.
"Jangan khawatir, meskipun kamu memiliki begitu banyak kekurangan, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja."
Ericko berpura-pura terlihat loyal dan menepuk tanganku dengan nada bicaranya yang nakal.
"Enyahlah!"
Aku ingin pergi mencari Maya untuk membicarakan hal ini, tetapi Ericko malah menahanku.
Kemudian, dia mengeluarkan sebuah alat perekam dari sakunya dengan santai. Lalu, dia meletakkan alat itu di tanganku sambil mengedipkan mata padaku.
"Tenang saja, aku akan membantumu untuk balas dendam. Sekarang aku serahkan bukti ini padamu."
Aku terkejut, ternyata dia membawa alat perekam ketika keluar.
"Lalu apa yang kamu katakan padanya?"
Aku sedang menunggu dia yang akan berpura-pura pidato, ternyata dia hanya tersenyum padaku.
"Aku bilang, jangankan hanya uang yang sedikit ini, selama kamu suka, aku juga bersedia bekerja keras seumur hidup demi kamu."
Aku memegang alat perekam dengan ekspresi kaget. Aku membutuhkan waktu lama untuk tersadar dari lamunan.
Sore itu, Maya dipanggil masuk ke dalam ruangan dan dimaki habis-habisan.
Konon katanya karena masalah proposal membuat was-was, jadi Tuan Muda mengambil alih perusahaan. Oleh karena itu, posisi Maya sebagai ketua tim pun dicopot dan beberapa proyek yang ada di tangannya dialihkan ke orang lain.
Lalu, dia tidak sengaja memergokiku sedang menutup mulut karena terkekeh. Pada saat jam pulang kerja, dia menatapku dengan mata yang ingin membunuhku.
Akan tetapi, Maya ternyata benar-benar melakukannya, dia tidak hanya sekedar memikirakannya saja.
Karena aku pindah tempat parkir, ini pertama kalinya aku bertemu dengan Maya di tempat parkir.
Dia menunjuk motorku dan mendengus dingin berkata, "Motor listrik seperti ini juga bisa parkir di dalam garasi?"
Aku menepuk kursi belakang dan berkata, "Kak, ini sepeda motor, kenapa tidak bisa diparkir di tempat parkir khusus?"
Maya menatap sinis dan mulai menunjuk dengan kuku yang dicat berwarna merah.
"Kalau begitu, kamu pindahkan motor bututmu itu ke samping, kamu menghalangiku keluar."
Jika kamu tidak bisa keluar, itu berarti keterampilan mengemudi kamu tidak bagus!
Aku menghela napas dan tidak ingin memperpanjang masalah.
Akan tetapi, Maya malah sengaja mengemudikan mobilnya miring ke sana dan ke mari. Terakhir, sepertinya dia memang sengaja mengarahkan mobil ke arah motorku. Kemudian, dia menambah kecepatan dan langsung menabrak motorku hingga jatuh.
Aku: ...
Sebenarnya seberapa benci wanita ini padaku. Dia tidak hanya menambrak motorku sampai hancur, dia bahkan menabrak mobil yang ada di samping. Dua mobil hancur bersamaan.
Lalu, aku pun melihat lebih dekat. BMW Seri 3 mana yang begitu sial.
Kali ini, Maya pun menjadi panik. Dia buru-buru turun untuk mengecek kondisi BMW yang ada di samping.
Mobil itu sedikit tergores, tetapi tidak terlalu parah.
Maya menghela napas lega dan melihat kembali ke sepeda motorku yang rusak parah. Lalu, dia berbicara dengan nada menyesal tetapi juga senang.
"Duh, kenapa motormu tidak tahan banting?"
Aku dengan diam melihat Maya berakting, lalu berkata, "Maya, kamu sengaja, 'kan?"
Dia menutup mulut dan berkata, "Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu padaku? Bagaimanapun, kita adalah rekan kerja, sekalipun biasanya kamu selalu berbicara dengan nada tinggi padaku. Tapi, motor ini adalah pemberian dari pacarmu yang sudah menabung. Jadi, bagaimana mungkin aku akan melakukan hal seperti itu."
Sejujurnya, penampilannya yang sok tidak enak hati itu benar-benar membuatku muak.
"Jangan banyak omong, cepat telepon perusahaan asuransi datang."
"Ya ampun! Sudahlah, tidak perlu."
Maya melambaikan tangan dan mengeluaran dompet, lalu berkata, "Paling berapa sih, sini aku saja yang ganti rugi. Empat juta cukup tidak?"
Aku benar-benar dibuat kesal olehnya. Pandangannya terhadap barang mahal memang buruk.
Aku menunjuk logo motorku dan berkata, "Kamu lihat merek motor ini, lihat juga keranjang dan helm motornya. Aku bahkan sanggup membeli dua mobilmu yang seperti ini."
"Tidak mungkin, cuman sepeda motor butut saja memang bisa membutuhkan berapa banyak uang? Kamu ini berlebihan sekali."
Dia menatapku dengan sedikit panik.
Satu jam kemudian.
Pemeriksaan pertama: pelat logam rusak parah, strip dekoratif tergores, kaca spion, lampu sen dan keranjang.
Tak lupa juga, bodi vespanya. Perbaikan ini setara dengan sebuah motor baru.
Maya menyentuh tanganku dengan tidak percaya.
"Novi, kamu sudah gila, ya? Untuk apa kamu mengendarai motor begitu mahal keluar?"
Aku menepis tangannya dan berkata, "Daripada menghabiskan waktu memikirkan masalah ini, menurutku, lebih baik kamu segera mengumpulkan uang."
Aku menebak bahwa Maya pasti meminjam uang pada Manajer Ariel.
Karena sikap dia padaku tiba-tiba berubah menjadi lebih ramah.
Kasihan Ericko, padahal hari ini dia sudah mengenakan jas dan sepatu kulit. Awalnya dia berencana mengunjungi perusahaan dengan peran sebagai wakil presdir. Akan tetapi, baru saja dia masuk, Maya langsung menghadangnya.
Maya dengan cepat menariknya keluar dari pintu. Lalu, dia melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Ericko dengan tatapan arogan.
"Untuk apa kamu datang ke sini lagi? Mau menjadi pendukung Novi? Aku kan sudah bilang kalau aku akan segera mengumpulkan uangnya dan tidak akan kurang bayar sama kalian."
"Aku … "
Baru saja Ericko membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi sudah disela lagi oleh Maya.
"Kalian pasti sengaja ingin mempermalukanku secara langsung karena wakil presdir datang hari ini ‘kan?" Aku beritahu ya, tidak mungkin! Kamu pergi sekarang, atau aku akan memanggil satpam!"
Pada saat ini, tim inspeksi kebetulan tiba dengan lift.
Begitu pintu lift terbuka, kebetulan mereka melihat seorang karyawan wanita galak yang menarik-narik pakaian wakil presdir.
"Wakil presdir, apakah dia ... nyonya wakil presdir?"
"Wakil ... wakil presdir?"
Raut wajah Maya tampak ketakutan. Perlahan dia mulai mengendurkan jarinya dengan lemah.
"Jangan sembarangan memanggil! Nyonya wakil presdir kalian jauh lebih sopan."
Ericko tersenyum seperti seorang mafia.
Sepanjang hari, Maya seperti orang yang diserang petir. Dia duduk di tempat kerja dengan tak berdaya.
Benar juga.
Jika aku menginstruksikan wakil presdir untuk memindahkan barang, berbicara hal buruk tentang pacarnya, menertawakannya miskin, dan meminta penjaga keamanan untuk mengeluarkannya dari perusahaannya sendiri, aku juga tidak akan kalah khawatirnya dengan dia.
Saat pergi ke pantry dan melewati mejanya, aku mengintip dokumen yang ada di desktopnya. Maya tak henti mengetik dan menghapus "Surat Pengunduran Diri".
Hah, ternyata dia cukup tahu diri juga.
Ketika aku kembali sambil menyenandungkan lagu, aku menyadari ada pertengkaran hebat yang tiba-tiba terjadi di kantor Manajer Ariel.
Orang-orang di kantor berkumpul untuk melihat keramaian. Aku juga menjulurkan setengah kepalaku dengan rasa ingin tahu.
Di depan semua para petinggi, seorang wanita anggun berbaju merah muncul dan menampar Manajer Ariel.
"Cepat katakan! Pagi ini kamu mengirim semua uangnya ke wanita jalang mana?!"
Aku terkejut dan berkata, "Ternyata Pak Ariel sudah punya istri?"
Seseorang di dekatnya berkata, "Kamu juga merasa bahwa Pak Ariel tidak pantas, 'kan?"
Aku: ...
"Sejak awal sudah menikah dan anaknya sudah berumur dua tahun. Istrinya adalah putri dari mantan kliennya. Dengar-dengar, temperamen istrinya sangat parah dan seorang atlet terlatih!"
Aku pun juga ikut merasa kasihan pada Maya.
Begitu menengok ke belakang, Maya juga sedang memperhatikan situasi di kantor dan ekspresi wajahnya terlihat sangat jelek.
Tampaknya Manajer Ariel tidak hanya meminjamkan uang kepada Maya, tetapi juga diam-diam membantunya.
Rekan kerja lain sudah membantu memanggil satpam, tetapi orang-orang di dalam tampaknya sangat menikmatinya.
Tiba-tiba, pintu kantor pun dibuka dengan sekuat tenaga.
Wanita perkasa ini menjambak rambut Manajer Ariel dan bergegas keluar hanya dalam satu tarikan.
"Di mana Maya? Siapa Maya?"
Semua mata tertuju pada Maya.
Bibirnya bahkan sampai pucat karena ketakutan. Seketika, dia pun jatuh dan duduk di kursi di sebelahnya.
"Kamu yang meminjam uang tiga ratus juta pada suamiku?"
Menghadapi pertanyaan mendesak dari istri sah, Maya pun sedikit bergidik dan mengangguk dengan susah payah.
"Aku sedikit ... terdesak … "
"Hmph! Kamu hanya teman rekan kerja yang butuh uang, lantas untuk apa dia menarik semua uang pribadinya? Apa hubunganmu dengan dia?"
Istri Manajer Ariel melangkah dengan sepatu hak tingginya dan mendekat selangkah demi selangkah, lalu berkata, "Nama Baby yang ada di ponselnya itu kamu, 'kan?"
Aku hampir saja tertawa terbahak-bahak. Aku tidak menyangka bahwa Manajer Ariel, seorang lelaki paruh baya masih suka bermain seperti itu.
Akan tetapi, cekikikanku itu justru hampir menyebabkan malapetaka.
Maya tiba-tiba menarikku seolah-olah menemukan penyelamat, lalu dia langsung menahanku dengan kukunya.
“Bukan aku, bukan aku ... tapi ... tapi Novi! Dia! Semua orang bisa bersaksi bahwa mereka mempunyai hubungan khusus. Proyek kali ini, Manajer Ariel bahkan langsung menyerahkan kepadanya secara pribadi!”
Dalam sekejap mata semua orang mulai menghadap ke arahku.
"Nona Maya, apakah Anda tahu bahwa Anda bisa masuk penjara karena melakukan pencemaran nama baik?"
Ericko mencibir, lalu menarikku ke belakang dengan paksa dan berdiri di depanku.
"Novi adalah pacarku, calon istri seorang wakil presdir. Aku tidak tahu apakah kamu salah paham denganku atau pada perusahaan kami hingga bisa mengatakan hal konyol seperti itu dengan begitu mudahnya."
"Kalau kamu tidak bisa memberikan bukti hari ini, maka kita akan bertemu di pengadilan."
Sejujurnya, perkataan Maya benar-benar seperti menghina Ericko.
Dalam segi penampilan, kekayaan, dan pendidikan, aku tidak akan mungkin melakukan hal bodoh seperti itu kecuali mata dan otakku sakit.
Pada saat ini, aku sangat bersyukur karena saat itu aku berpikir kemungkinan paling buruk tentang Maya. Kalau tidak, hari ini aku pasti hanya bisa pasrah difitnah oleh Maya.
Oleh karena itu, aku mendongakkan kepala dan berjalan ke depan istri Manajer Ariel. Kemudian, tersenyum sambil membuka video yang ada di dalam ponsel.
"Nyonya Gunawan, sebenarnya aku punya sebuah video. Siapa tahu kamu akan tertarik."
Terakhir, nama baik Maya pun menjadi hancur dan dipecat dari perusahaan. Manajer Ariel juga mengundurkan diri setelah kejadian pertengkaran rumah tangganya yang mengganggu perusahaan sebelumnya. Dia bahkan harus melepaskan semua harta yang dia miliki setelah bercerai.
Aku mengira masalah ini sudah berakhir, tetapi Ericko yang sangat licik ini justru malah tersenyum misterius.
"Jangan terburu-buru, tunggulah, akan ada sesuatu yang terjadi lagi."
Tak lama kemudian, terdengar kabar dari kantor bahwa Maya ditangkap dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Tuduhan kejahatannya adalah pelanggaran rahasia bisnis.
Aku baru mengetahui bahwa Maya mengambil resiko untuk mencuri proposal terbaruku setelah dia dipecat karena tidak sanggup membayar ganti rugi motor. Dia bahkan membawa proposal itu untuk menjualnya ke perusahaan keluargaku.
Ck! Bukankah dia malah masuk perangkap serigala sendiri?
Begitu ayahku tahu bahwa Maya begitu berani mencuri proposal anaknya, dia langsung lapor polisi setempat.
Maya sama sekali tidak menyangka kenapa kedatangannya ke perusahaan lawan untuk menjual proposal, malah ditangkap dan tidak mendapatkan uang.
"Sebenarnya, kamu yang sengaja memancing dia untuk mencuri proposal itu, 'kan?“
Ericko sedikit menyipitkan matanya dan ekspresi wajahnya tampak santai, "Pilihan ada di tangan dia, tidak ada yang bisa menjadi alasan untuk melakukan kejahatan."
"Ayahku benar, kamu berbahaya!"
"Siapa suruh dia berani mengganggu Nona besarku." Ericko tertawa terbahak-bahak.
"Oh ya, bagaimana dengan proyek itu?"
"Bagaimana kalau … " Dia mengedipkan mata padaku dengan nakal, "Bagaimana kalau anggap itu sebagai hadiah pertunangan untuk ayah mertua?"