Malam masih panjang, udara terasa hangat di kota Surabaya yang terkenal panas. Aku diam dalam gelisah, tersiksa oleh sesuatu yang membuatku merasa tak nyaman.
Beberapa hari ini aku sudah berusaha menahan untuk tetap diam, tidak mengeong dan membuat keributan di saat malam, tidak ingin mengganggu tidur nyenyak si abang.
Namaku Catty, kucing ras berwarna oren kesayangan majikan. Bang Al namanya.
Ya … aku memang yang tersayang karena Bang Al biasa menyebutku sebagai sugar baby-nya.
Bagaimana tidak? Aku mendapatkan fasilitas istimewa di rumahnya, mulai dari makanan, perawatan hingga tempat tinggal. Aku pun jadi satu-satunya yang bisa masuk kamar pribadi Bang Al dan tidur di kasur bersamanya.
Aku tidak bisa dibandingkan dengan siapapun! Bahkan pacarnya yang cantik tidak pernah masuk ke tempat terlarang itu, tempat abang beristirahat kalau malam!
See! Aku patut menyombongkan diri kalau soal kedekatan dengan Bang Al, sebab belum ada yang bisa menggeser kedudukanku dari sisinya!
Sekarang aku tau kenapa aku gelisah, aku sedang dalam fase birahi berat, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk meminta pasangan. Oh ya, aku ini masuk dalam kategori kucing pendiam dan kalem. Kalau Bang Al bilang, aku ini terlalu jinak.
Bulan kemarin aku dibawa abang ke dokter hewan langganan untuk dikonsultasikan. Abang bilang aku sudah hampir berumur dua tahun, tapi aku masih juga tidak menunjukkan kedewasaan. Aku selalu lari kalau ada pejantan yang melakukan pedekate.
"Jadi masalah kucing saya apa, Dok?" tanya Bang Al.
Dokter hewan yang sedang menggaruk leherku menjawab santai, "Ada beberapa kucing yang sayangnya mengalami birahi terlambat. Kucing saya sendiri baru mau kawin saat usianya dua tahun enam bulan!"
"Oh … aman berarti ya, Dok?" Bang Al masih kurang puas.
"Bisa jadi Catty juga termasuk kucing yang birahinya tidak kentara, jadi bisa dicoba dengan mendekatkannya dengan pejantan yang agak garang. Untuk kawin pertama, carikan pejantan playboy yang sudah mahir kawin, mungkin juga Catty butuh bantuan pemilik untuk mendapatkan kenyamanan." Dokter hewan yang sudah berumur itu menjelaskan lagi beberapa hal mengenai masa awal birahi kucing sepertiku.
Aku hanya diam tidak merespon saat keesokan harinya Bang Al membawakanku cowok tampan dengan telinga kecil dan hampir tertutup. Namanya Alfa. Aku selalu ditempatkan di kandang bersebelahan dengannya agar saling mengenal, tapi setelah satu minggu aku masih juga belum jatuh cinta pada Alfa. Akhirnya Alfa yang tampan dikembalikan lagi pada pemiliknya.
Aku kembali menahan gerah, kalau bulan kemarin aku tidak tertarik pada Alfa, kini aku merindukannya. Sepertinya aku terkena guna-guna, hingga tanpa mampu menahan gairah aku mengeong sekuat tenaga minta dipertemukan dengan Alfa. Aku sudah tidak tahan ingin melepas birahi karena aku mulai tersiksa.
Selang satu hari, Bang Al mengantarku ke jasa pacak kucing. Oh … sungguh aku betina yang tidak setia, aku langsung lupa dengan Alfa dan malah tergila-gila dengan Zack, pejantan cebol yang perkasa. Aku sama sekali tidak keberatan ditinggalkan Bang Al di sini untuk memadu kasih dengan Zack selama seminggu.
Aku jadi kucing manis dan penurut saat bersama Zack, dia berhasil membuatku hamil dalam beberapa hari saja. Hari keenam aku sudah tidak sudi disentuh Zack. Aku marah jika dia mendekat, sehingga Bang Al menjemputku pulang, agar aku bisa menjaga kandungan dengan tenang dan tanpa gangguan.
Setelah tujuh minggu hamil, kelahiran anakku mungkin hanya tinggal dua minggu lagi. Aku semakin malas bergerak dan banyak menghabiskan waktu untuk tidur. Aku sedang menyimpan tenaga untuk proses persalinan. Aku sangat yakin kalau bayi dalam perutku jumlahnya lebih dari tiga.
Bangun tidur, aku terkejut saat mendengar suara kucing lain di rumah. Rupanya Bang Al membawa pulang kucing ras berwarna putih salju dengan jenis bulu kapas. Kucing persia betina yang sangat cantik.
Seketika aku merasa cemburu dan kesal, karena Bang Al selalu terlihat bermain dengan si putih lincah yang bernama Mumun itu.
Sejujurnya aku ingin tertawa mendengar namanya yang tidak sekeren diriku. Alasan Bang Al memberinya nama Mumun pun menggelikan, katanya kucing itu kayak pocong … putih plus suka melompat-lompat.
Padahal, Mumun lebih mirip boneka kucing putih lucu yang hidup. Kucing yang menggemaskan. Ah, Bang Al sepertinya ingin mengganti posisiku dengan Mumun!
Sedihnya aku, Besti!
Malamnya, aku pergi dari kamar abang, keluar pagar untuk menyusuri rumah-rumah tetangga yang biasa aku lewati saat main. Aku menghabiskan waktu tidur malamku di dalam bengkel yang tidak begitu jauh dari rumah.
Sialnya, aku terjebak di dalam mesin besar yang membuatku tidak bisa keluar. Jika aku memaksa keluar, pasti perutku yang besar akan terjepit. Aku bakal pendarahan dan bayiku bisa saja mati.
Oh tidak! I am in trouble.
"Bang Al … help me!" Aku mengeong keras tapi tidak ada orang yang mendengarnya. Suaraku hampir habis, tenggorokan kering dan aku merasa sangat haus.
Aku bukan hanya sial, tapi dobel sial karena esoknya bengkel tidak buka. Entah karena waktu libur atau bagaimana aku juga tidak tahu. Bengkel dibuka sore hari oleh salah satu pegawai karena butuh mengambil alat.
Aku yang sudah lemas, kelaparan dan tentu saja menahan hasrat pipis seharian akhirnya tertolong. Aku dikeluarkan dari mesin yang menjepit tubuhku.
Dengan kondisi mengenaskan dan bulu sangat kotor, aku pulang. Terseok-seok. Siapa sangka, dalam perjalanan pulang aku bertemu majikanku yang sedang sibuk bertanya pada tetangga karena aku tidak pulang dari kemarin malam. Raut Bang Al tampak begitu sedih.
Aku tidak mengira kalau Bang Al ternyata merasa kehilanganku. Dengan jahatnya aku sudah terlanjur berpikir kalau Mumun sudah mengambil alih hatinya yang lembut itu.
Ketika jarak sudah dekat dan dia bisa melihatku, Bang Al tergopoh menghampiri dan menggendongku dalam pelukan–padahal tubuhku sedang sangat kotor dan bau.
Bang Al menyapa dengan nada sedih dan marah. "Catty! Dari mana saja kamu? You are naughty cat! Keluyuran kemana kamu? Bagaimana kalau kamu tersesat? Hilang dan diambil orang? Gimana kalau kamu keserempet kendaraan? Ditendang orang di jalan? Kamu itu sedang hamil besar, Catty!"
Bang Al menggerutu panjang, tapi aku tak begitu mengerti maksudnya apa! Aku hanya menangkap gesture kalau majikanku itu lega aku kembali pulang ke rumahnya. Uh … Bang Al pasti merindukan aku, si sugar baby!
Aku mengeong rendah–senang karena bisa selamat. Aku berjanji tidak akan mengunjungi bengkel sialan itu lagi. Aku menjilati tangan Bang Al sebagai ungkapan kegembiraan dan terima kasih.
Setelah dimandikan dan dikeringkan, aku yang sudah bersih dan berbau wangi kembali dibawa masuk ke kamar abang. Aku langsung tidur di dekat kakinya dengan sangat nyenyak.
Setelah bangun, aku baru tau kalau Mumun sudah tidak ada di rumah. Pocong cantik nan lincah itu ternyata dibeli abang buat hadiah, untuk pacarnya yang baru belajar jadi cat lover seperti dirinya.
Bang Al memang terbaik! Lope-lope dah pokoknya.
T A M A T
***