Aku sedang menyiapkan pidato bahasa Inggris, saat seorang wanita paruh baya mencariku.
Tiba-tiba Nyonya Fransiska yang bergelimang perhiasan itu berjalan maju dan memelukku sambil berkata, "Nita, beberapa tahun ini kamu sudah hidup menderita."
Aku ingin melepaskan pelukannya, tapi Nyonya Fransiska berkata dengan serius sambil mengeluarkan hasil tes DNA, "Nita, hari itu, kamu dan putri dari Keluarga Anggara tertukar. Saat aku melihatmu di rumah sakit, aku langsung tahu bahwa kamu pasti putriku."
Ketika membicarakan hal ini, mata pria berjas di sampingnya juga memerah dan berkata, "Putriku yang baik, beberapa tahun ini kamu sudah hidup menderita. Ayo ikut Ayah pulang, mulai saat ini, Ayah akan selalu memanjakanmu."
Kutatap wajah Nyonya Fransiska yang memang terlihat mirip denganku. Lalu, aku melihat sekilas hasil tes DNA sambil mencoba memanggilnya, "Ibu?"
Orang tua yang membesarkanku sudah meninggal karena kecelakaan sejak aku kelas 3 SMP. Selama beberapa tahun ini, aku sudah terbiasa hidup sendiri.
Menurutku orang-orang yang membenci uang sangatlah bodoh. Apalagi, Keluarga Darmawangsa bukan keluarga yang kekurangan uang. Jadi, tanpa pikir panjang aku langsung mengakui mereka sebagai orang tua.
Baru saja mereka tiba di kediaman Keluarga Darmawangsa, Nyonya Fransiska langsung menerima telepon dari putrinya. Kemudian, dia sengaja menyalakan loudspeaker yang ada di depanku, seakan ingin lebih mendekat denganku.
"Bu! Kudengar ibu membawa seorang putri. Dari mana asal anak itu? Siapa dia? Kenapa ibu membawa orang asing ke rumah kita?"
Aku sudah mengetahui dari Ibu bahwa putri yang tertukar itu bernama Valencia Darmawangsa dan sedang melanjutkan pendidikan di Amerika. Pada saat membicarakan hal ini, Ibu mengatakan padaku bahwa dia berencana untuk tetap mengasuh Valencia. Pertama, karena mereka sudah hidup bersama selama bertahun-tahun. Kedua, karena orang tua Keluarga Anggara sudah meninggal.
Aku tersenyum pada Nyonya Fransiska dan berkata, "Bu, aku tidak keberatan."
Suara Valencia semakin meninggi. Diikuti dengan perkataannya yang kurang sopan. "Bu! Kenapa membawanya pulang? Bagaimana kalau dia hanya menginginkan harta kita saja?"
Keluarga Darmawangsa memang kaya raya. Mereka salah satu yang terkaya di kota A.
Ekspresi wajah Ibu berubah dan berkata, "Valencia, Ibu sendiri yang melakukan tes DNA."
Tanpa basa-basi, ibu langsung memutuskan panggilan telepon. Kemudian dia menarik tanganku ke dekapannya, "Nita, maaf ya, dalam beberapa tahun terakhir emosi Valencia tidak stabil."
Aku berpura-pura tidak enak hati, tanganku kutarik dari genggamannya sambil berkata, "Bu, apa Ayah yang memberitahu Valen tentang kepulanganku?"
Perkataan ini membuat ekspresi wajah ibu berubah. Setelah itu, dia memanggil Bibi Inem untuk mengantarku ke atas.
Ibu kembali berkata, "Nita, kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja pada Ibu."
Selesai berbicara, dia langsung pergi ke ruang kerja untuk mencari ayah Michael.
Sebelum Valencia kembali ke Indonesia dalam semalam, aku berpikir untuk menjadi anak baik-baik. Karena bagaimanapun juga, Valencia sudah tinggal di Keluarga Darmawangsa selama dua puluh tahun lebih. Nyonya Fransiska dan yang lainnya pasti sudah menganggapnya anak selama ini.
Intinya, hubungan antara aku dan Keluarga Darmawangsa sejauh ini hanya sebatas hubungan darah saja.
Aku tak menyangka Valencia sudah kembali sebelum mereka selesai sarapan.
Valencia tidak pulang sendirian, dia ditemani oleh seorang pria yang ikut pulang bersamanya. Ketika Nyonya Fransiska melihat Valencia menggandeng pria itu, dia sedikit tertegun. Kemudian, dia segera meminta Bibi Inem untuk membuatkan sarapan lagi, "Bi, tolong buatkan susu kesukaan Valen. Jangan lupa pakai kurma juga ya."
Setelah itu, Nyonya Fransiska menarik tangan Valencia dan berkata, "Valen, kamu pulangnya cepat sekali?"
Valencia langsung maju memeluk Nyonya Fransiska dan berkata, "Bu, kalau aku tidak pulang sekarang, aku takut Ibu tidak ingat padaku lagi."
"Bagaimana mungkin? Kamu baru pergi satu bulan lebih," ujar Fransiska.
Namun, beberapa dari mereka masih mengobrol dengan penuh semangat dan mengatakan bahwa mereka harus mencari cara untuk meminta maaf kepada Tuan Leo. Mereka berencana ingin mengajaknya makan setelah bekerja dan minum anggur bersama.
10
Jumat pagi, Rian keluar dengan membawa dua botol anggur putih di tangannya.
Saat melihat situasi ini, aku yakin lelucon kecil yang aku buat beberapa hari lalu ternyata benar-benar membuat Tuan Leo marah besar. Bahkan, pria itu sampai mempersulit Rian.
Saat melihatnya pergi, aku mengirim pesan WhatsApp ke teman sekelas lamaku, Lucas Rajasa. Aku tahu bahwa Rian memiliki kebiasaan buruk saat mabuk.
Setelah minum, dia biasanya menyewa sopir pengganti atau meminta Sherly untuk mengemudi.
Namun, bukankah Sherly baru bisa mengemudi?
Hari ini, Rian pasti akan minum banyak untuk meminta maaf kepada Tuan Leo.
Untuk saat ini, rencanaku berjalan dengan mulus.
Aku turun ke lantai pertama rumahku dan melihat Rian serta Sherly duduk membungkuk di lantai. Mereka meminta maaf kepada Lucas yang sedang duduk di lantai.
Wajah dan tangan Lucas terlihat agak memar. Dia terlihat sangat marah sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rian dan berteriak-teriak mengancam.
Saat ini, mereka dikelilingi oleh para tetangga yang menonton.
Tak lama kemudian, ibuku juga datang.
Dia menangis histeris. Padahal saat aku ditindas dan dipukuli, dia hanya berdiri dan menonton.
Aku mendekat ke telinga ibuku sambil berbicara dengan lembut dan membuat setiap katanya menjadi jelas.
"Bu, dia bukan adikku. Kamu tahu itu, 'kan?"
11
Apakah mereka pikir semuanya sudah berakhir? Tentu saja tidak!
Seminggu berlalu dan suasananya sangat tenang.
Suatu pagi, Luna mengirim pesan kepadaku melalui WhatsApp. "Uangnya sudah habis."
Saat melihat kata-kata itu, aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku.
Ikan-ikan itu sudah menggigit umpannya!
Ketika aku pulang kerja, tidak ada siapa pun di dalam rumah.
Aku membuka laci penyimpanan dan mendapati bahwa kartu kredit serta uang tunaiku masih ada di dalamnya.
Hanya saja, uang tunaiku berkurang.
Urutan kartu-kartu itu juga sudah berubah.
Aku tersenyum.
Tidak lama kemudian, ibuku meneleponku.
Dia memintaku untuk pergi ke kantor polisi.
Di kantor polisi, Rian dan orang tuaku berjalan mondar-mandir dengan cemas.
"Sherly terlibat masalah."
Ternyata, Sherly memberi tahu polisi bahwa dia sudah mengambil kartu kredit yang ada di rumah.
Dia tidak menggunakan uang di dalam kartu itu untuk kepentingannya sendiri. Namun, dia menarik dua juta rupiah dan membeli hadiah untuk Tuan Leo. Dia benar-benar tidak punya malu!
"Hari ini, seseorang yang bernama Tuan Samuel menelepon kantor polisi dan mengatakan kalau tadi pagi uang di rekeningnya dicuri. Setelah menggunakan teknik-teknik khusus, kami berhasil
mengidentifikasi kalau Nona Sherly adalah orang yang menggunakan kartu tersebut. Namun, dia bersikeras kalau dia menggunakan kartu kredit pacarnya yang tidak lain adalah adikmu sendiri. Adikmu bilang, dia menggunakan kartu kreditmu ...."
Polisi itu menceritakan kepadaku dengan sabar tentang apa yang sudah terjadi. Namun, aku menatapnya dengan bingung.
Setelah memastikan bahwa kartu tersebut bukan milikku, polisi itu mempersilakanku untuk menandatangani surat pernyataan dan membiarkanku pergi.
12
Namun begitu aku melangkah keluar, ayahku segera mendekat dan menggenggam tanganku dengan erat.
Selama lebih dari 20 tahun, aku sudah merindukan tangan ini untuk menggenggam dan melindungiku.
Sayangnya, perhatian dan kasih sayang ayah hanya tertuju pada putranya saja.
Dia memohon padaku untuk menyelamatkan putranya. Namun, ketika aku menolak, dia segera mengangkat tangan kirinya.
Kali ini, aku tidak akan diam saja dan tidak mau membiarkan ayahku memukuliku. Seketika itu juga, aku langsung menghindar dan bersembunyi di belakang polisi terdekat.
"Pergi dari hadapanku! Kalau terjadi sesuatu pada putra dan menantuku, aku tidak akan melepaskanmu!"
Benar!
Rian adalah segalanya bagi mereka dan aku hanyalah angin lalu.
"Kamu bukan putriku! Aku, Jati Permana, akan memutuskan hubungan ayah dan anak denganmu! Kamu tidak ada gunanya sama sekali! Dasar pecundang!"
13
Aku berdiri di sisi yang berlawanan ambil menonton ayahku berteriak dengan penuh amarah. Saat ini, Ibu dan Rian terlihat sangat cemas, sedangkan Sherly terlihat sangat ketakutan.
Aku tertawa.
"Hahaha, Jati, apa kamu yakin? Kamu ingin memutuskan hubungan ayah dan anak denganku? Pertunjukan yang kamu buat sangat menarik. Jati, aku punya sesuatu untukmu."
Kemudian, aku mengeluarkan selembar dokumen yang sudah menguning dari tas ranselku dan memberikannya kepada ayah kandungku yang terlihat sangat bingung.
Ayahku membacanya dengan cermat kata demi kata. Ketika dia selesai membaca sampai akhir, tangannya gemetar hebat sehingga dokumen itu menciptakan suara yang keras.
Kemudian, dia berbalik dan menampar ibuku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ya, Rian bukanlah anak kandung ayahku.
Namun, aku dan dia lahir dari ibu yang sama. Setelah melahirkanku, ibuku tidak hanya berselingkuh, tetapi dia juga hamil dengan orang lain.
14
Saat ini, ibuku sudah duduk terpaku di lantai dengan wajah pucat pasi.
Di sisi lain, mata Rian memerah. Tidak jauh darinya, Sherly yang seharusnya menjadi tokoh utama hari ini juga duduk terpaku dengan wajah penuh kebingungan.
Setelah ayahku menampar ibuku, dia sepertinya mendapatkan kekuatannya kembali dan berjalan menuju ke arah ibu seperti orang gila.
Seketika itu juga, seorang polisi berdiri di depannya dan langsung menariknya ke sebuah kursi. Kemudian, salah satu tangan ayahku diborgol di kursi tersebut.
"Karena kamu baru saja memutuskan hubungan di antara kita berdua, mulai sekarang kamu tidak perlu menghubungiku lagi. Aku harap keluarga kalian bahagia."
Aku melihat mereka untuk terakhir kalinya dan pergi tanpa menoleh ke belakang.
Aku tidak ingin terlibat lagi dalam kehidupan mereka.
15
Sherly ditahan selama lima hari sebelum akhirnya dibebaskan. Sehari setelah dia dibebaskan, dia dipecat oleh perusahaannya.
Rian masih terus bersikap sombong di rumah. Namun, bedanya dia tidak lagi bertingkah lucu dan manja di depan Jati. Sebaliknya, dia berubah menjadi orang yang suka mengintimidasi.
Dulu, saat keharmonisan palsu itu terjadi, dia akan membeli rokok, minuman beralkohol, dan hidangan untuk dirinya sendiri. Namun, sekarang Rian suka menggunakan kekerasan untuk menekan semua orang di dalam rumah. Tidak peduli apakah dia anak kandung atau tidak, dia
tetap akan bersikap seperti itu selama keluarga ini mendengarkannya.
Bahkan, Rian juga mengendalikan uang pensiunan kedua orang itu.
Sementara itu, setelah kami berpisah di kantor polisi hari itu, aku memutuskan untuk menyewa sebuah rumah. Aku mencari pekerjaan baru dan juga mengganti nomor teleponku.
Aku berharap orang-orang itu tidak akan pernah menemukanku lagi dan membuatku membiayai adikku seumur hidupnya.