Ibu tiriku diam-diam mengambil videoku yang sedang mandi dan mengunggahnya di Internet, tetapi yang tidak dia ketahui adalah tokoh dalam video itu sebenarnya adalah putri kandungnya sendiri.
Di tengah malam, aku masuk di bawah selimut dan diam-diam tertawa terbahak-bahak saat melihat video yang sangat populer itu di Internet. Aku ingin menyaksikan orang-orang jahat ini menuai buah dari perbuatannya dengan mata kepalaku sendiri!
1
Ketika aku berusia 8 tahun, orang tuaku bertengkar dan bercerai.
Ayahku langsung menikah lagi dengan ibu tiriku, dan Ibuku juga menikah lagi.
Kedua belah pihak tidak mau mengasuhku, si anak yang merepotkan ini. Nenekku akhirnya tidak tahan lagi, dia meraih tangan aku. "Lilian akan ikut denganku ke desa, jika kalian tidak menginginkannya tidak apa, aku menginginkannya, jadi aku yang akan menjaganya."
Selama hidupnya, nenekku sangat menyayangiku, tetapi dalam hal pelajaran, dia bisa bersikap sangat disiplin terhadapku.
Dia mengatakan anak perempuan harus belajar dengan giat agar aku memiliki masa depan yang cerah dan jadi orang yang berguna di masa depan.
Tapi Tuhan sepertinya tidak berpihak padaku, hal-hal yang aku cintai pada akhirnya akan meninggalkanku.
Ketika aku masih di kelas satu SMA, nenekku sakit parah dan meninggal dunia.
Sebagai putri kandungnya, ini adalah pertama kalinya aku datang ke rumah baru ayahku.
Ibu tiriku awalnya sudah ingin menyingkirkan kehadiranku, tetapi melihat aku adalah gadis biasa dan bukan sebuah ancaman besar, dia tidak jadi mengusirku.
"Namaku Susan, usiaku hanya tiga bulan lebih muda darimu."
"Kakak, pakaian-pakaian ini untukmu. Oh ya, apa kamu tahu cara menggunakan pemanas air listrik? Aku dengar di pedesaan jika kamu mau mandi kamu harus pergi ke sumur untuk mengambil air. Itu sangat merepotkan sekali."
Setelah mengambil pakaian yang dia berikan, aku langsung pergi ke kamar yang sudah mereka sediakan untukku.
Setelah melihat-lihat, kamarnya bersih dan agak kecil, tetapi punya kamar mandi sendiri.
Namun setelah aku periksa dengan teliti, ternyata tempat tidurku adalah tempat tidur kayu bekas yang kualitasnya buruk. Ketika aku duduk di atasnya, papan kayunya akan mengeluarkan suara berderit yang aneh, itu sangat mengganggu.
Mereka sengaja membentangkan sprei baru di atasnya, mereka sengaja menunjukkannya kepada ayahku, agar ayah berpikir bahwa ibu tiriku adalah wanita yang berpikiran terbuka dan murah hati.
Termasuk pakaian-pakaian lama yang diberikan Susan kepadaku sebelumnya, kecuali dua atau tiga potong pertama yang masih utuh, sisanya pakaian dan celana yang sudah berlubang atau sengaja dipotong-potong dengan gunting.
2
Ketika aku keluar dari kamar, aku melihat ayahku sudah pulang, dia duduk di ujung meja makan, Ibu tiriku dan Susan duduk di sebelahnya.
Mereka tampak seperti keluarga bahagia yang beranggotakan 3 orang.
"Suamiku, menurutku Lilian benar-benar mirip ibunya, dia sama sekali tidak mirip denganmu!" Ibu tiriku berkata dengan santai sambil mengambil sepotong ikan untuk ayahku.
Mendengar ini, ayahku menatapku dengan tatapan serius.
Setelah itu, dia tidak banyak berbicara lagi.
Setelah makan malam hari ini, aku juga diam-diam memikirkannya. Jika ibu tiriku menganggap aku sebagai gadis rendahan, maka dia pasti menganggap saudara tiriku sebagai gadis kelas atas, jadi tidak mudah bagiku untuk menghadapinya.
3
Setelah membereskan semua barangku, aku pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Saat aku sedang membilas busa di tubuhku, air hangatnya tiba-tiba berhenti.
Tidak peduli bagaimana aku berusaha menyalakan atau mematikan kerannya, air yang keluar dari semprotan tetap air dingin.
"Kakak, tadi pemanas airnya rusak, sekarang sudah diperbaiki." Suara Susan terdengar dari luar pintu.
Baiklah, aku mengerti. Sambil membungkus tubuhku dengan handuk, aku menghela napas.
Karena mandi air dingin ini, aku demam malam itu, dan kepalaku pusing.
Ayahku pergi melakukan perjalanan bisnis keesokan harinya. Tanpa kehadiran ayahku, Ibu tiri dan putrinya itu menjadi semakin arogan dan tidak peduli dengan kebutuhanku.
Untungnya, aku punya obat-obatan ringan yang kusimpan di tas sekolahku. Setelah minum obat, aku pergi ke ruang tamu dan menyadari bahwa mereka juga telah memutus saklar listrik.
Aku masih ingat ketika aku masih kecil, setiap kali aku demam dan sakit, ibuku selalu berada di samping tempat tidurku sepanjang malam, dia mengukur suhu tubuhku, dan mengganti kompres di keningku.
Aku sedang sakit dan merasa tidak nyaman, jadi aku menangis dan rewel, sehingga Ibuku tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam.
Dia akan memelukku dan menghiburku, "Jangan takut, Lilian, kamu boleh memberikan penyakitmu ke Ibu, maka penyakitmu akan sembuh."
Kegundahan di hatiku melonjak, mungkin karena aku terlalu merindukan Ibuku, jadi aku pergi ke bekas rumah orang tuaku.
Dari jendela itu, seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun menjulurkan kepalanya, dia menatapku, dan berkata dengan bangga, "Mengapa kamu ke sini, hanya ada Ibuku di sini, dia bukan Ibumu lagi!"
Ternyata Ibuku sekarang sudah memiliki anak laki-laki yang selalu diinginkannya, dan sebuah keluarga baru. Jadi, dia tidak menginginkanku lagi sebagai anak perempuannya?
Setelah berjalan beberapa langkah, aku kembali menoleh ke belakang, pandanganku langsung bertemu dengan wanita yang berdiri di dekat jendela, itu Ibuku.
Dengan hidung yang terasa sesak, aku menahan air mataku untuk waktu yang lama, dan akhirnya aku benar-benar menangis penuh kekecewaan.
Ibuku menutup mulutnya dan tampak ingin menangis juga, dia melambai padaku, memberi isyarat agar aku segera pergi dari tempat itu.
4
Setelah sekolah dimulai, Ayahku memindahkan aku ke sekolah menengah di kota, di mana aku ditempatkan di kelas yang sama dengan Susan.
Cara belajar di kota memang lebih cepat dari yang biasa aku pelajari di SMA di desa. Untungnya, aku dulu biasa belajar sendiri menggunakan buku teks tingkat tinggi sebelumnya.
Nenek mengajari aku bahwa kerja keras dapat menutupi kelemahan seseorang.
Aku belajar dengan giat bukan untuk bersaing dengan Susan atau teman sekelas yang mengejekku, tetapi untuk bersaing dengan diriku sendiri. Selama aku belajar dengan giat, hasilnya tidak akan mengecewakanku.
Seminggu kemudian, hasil ujian masuk diumumkan.
Namaku ada di paling atas, aku mengalahkan Susan.
Nilai Susan biasanya berada di peringkat lima besar di kelas, tapi karena nilaiku juga tinggi, posisinya tergeser keluar dari lima besar.
Begitu aku sampai di rumah, aku melihat Ayahku dengan wajah tegang dan dia berkata, "Lilian, berlutut!"
Ayahku sama sekali tidak berniat mendengarkan penjelasan dariku, dia memelototiku dengan marah, "Berlutut! Apakah kamu tidak ingat apa yang diajarkan nenekmu sebelumnya? Ini sudah keempat kalinya kamu menyontek, kamu seharusnya malu!"
Ayahku marah tanpa alasan yang jelas. Ketika dia melihat penggaris, dia meraihnya dan memukulku dengan kejam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Setiap bagian kulitku di lengan dan punggung rasanya seperti ditarik oleh penggaris itu, rasanya pedih dan sakit.
Ketika Ayahku sudah lelah memukuliku, dia melemparkan penggaris itu ke samping. "Masuk ke kamar, aku jadi teringat Ibumu setiap kali aku melihatmu, sialan! Jika kamu berani menyontek lagi di masa depan, aku akan memukulmu!"
Pada malam hari, setelah mengoleskan obat di tubuhku, aku bersandar di tempat tidur, membenamkan wajahku dengan kedua tanganku, dan kembali merawat lukaku sendiri.
Belakangan, aku masih belajar dengan giat. Untuk mengejar pelajaranku di kota, aku menghabiskan banyak waktu di perpustakaan untuk belajar setiap kali aku memiliki waktu luang.
Tetapi setiap kali aku mengikuti ujian, aku tidak pernah berada di peringkat teratas lagi, aku berusaha menempatkan nilaiku di peringkat menengah kelas, dan hanya menduduki peringkat teratas untuk pelajaran bahasa Inggris saja.
Setelah beberapa bulan hidup bersama dengan damai, di depan Ayahku, Ibu tiri dan anaknya itu masih memperlihatkan kasih sayang mereka yang palsu kepadaku. Jika Ayahku tidak ada di rumah dalam perjalanan bisnis, kedua orang itu akan menunjukkan sifat asli mereka, mereka akan menindasku dengan kejam.
Entah dengan cara merobek PR yang harus aku selesaikan keesokan harinya dan membuangnya ke tempat sampah, atau aku diberi sisa makanan yang sudah basi.
Sekarang, kesempatanku untuk balas dendam sudah tiba.
5
Pada semester terakhir di tahun ketiga SMA, pihak sekolah mengadakan lomba mengarang untuk siswa SMA di kota kami. Kepala sekolah mengatakan bahwa kota kami sangat mementingkan kompetisi ini, dan pemenangnya bisa mendapatkan posisi tiga besar di kota, dan sekolah juga akan memberikan penghargaan secara khusus.
Baik Susan dan aku ikut mendaftarkan diri.