Setelah ibuku meninggal dalam kecelakaan mobil, aku terus dalam keadaan linglung. Namun, pada hari ketujuh, ibuku kembali dan mengatakan bahwa dia tidak mati.
Akan tetapi, perilakunya makin lama makin aneh dan sama sekali tidak terlihat seperti manusia yang hidup.
Aku ingin menjalani kehidupan normal, jadi maafkan aku. Ibu, tolong matilah lagi ....
1
Upacara pemakaman akhirnay sudah selesai.
Aku duduk di ambang pintu dan terpaku melihat kekacauan di halaman.
Tidak ada lagi ibu yang membantuku dengan segala sesuatu. Ibu sudah tiada.
Ibuku ....
Bagaimana dia bisa meninggal?
Oh ya, dia meninggal dalam kecelakaan mobil.
Pada awal bulan dari bulan tujuh kalender lunar, yaitu tepatnya tujuh hari sebelum Hari Hantu, ibu menemaniku untuk mendaftar di SMA yang ada di kota.
Tak disangka, kami mengalami kecelakaan mobil dalam perjalanan menuju kota.
Dalam sekejap, ketika mobil dari arah berlawanan menabrak kami, aku masih mengingat bahwa ibu berusaha memelukku, tetapi dia tidak bisa menarikku. Setelah itu, semuanya menjadi kabur. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Tentu saja, aku juga tidak bisa mengingatnya.
Ketika kembali ke rumah, aku sadar bahwa upacara pemakaman telah diadakan.
Sudah pasti keluarga ibu yang mengatur semuanya.
Aku hanya duduk di ambang pintu, lalu diam-diam melihat .... aku suka dan duka di dunia ini yang sepertinya tidak ada hubungannya denganku.
Aku berjalan ke dekat karangan bunga di tanah dan terpaku melihat tulisan ucapan yang besar. Ketika hendak membereskannya, tiba-tiba aku mendengar panggilan dari arah belakang.
"Clara?"
Aku mendadak menoleh dan melihat seseorang yang membawa tas liburan. Dia tampak berdiri di pintu gerbang halaman.
Itu ibuku.
"Ibu, Ibu, bagaimana bisa ...."
Suaraku terdengar gemetar. Aku menoleh dan melihat peti mati besar yang ada di dalam rumah.
"Ibu diselamatkan oleh ambulans. Ibu pingsan beberapa hari di rumah sakit kota, jadi tidak menelepon .... dasar anak bodoh, apa kamu juga berpikir bahwa Ibu telah meninggal?"
"Aku, aku ...."
Betul sekali .... aku sama sekali tidak pernah memastikan kematian ibu dengan saksama, bahkan tidak pernah melihat jasadnya.
Itu hanya peti kosong .... ibuku sama sekali belum meninggal!
2
Dalam pelukan yang hangat, aku segera terlelap dalam tidur yang nyenyak.
Aku buru-buru bangun dan berjalan ke sana. Ternyatam ibu sedang membakar sesuatu di halaman.
Dia menumpuk karangan bunga, kain putih, tulisan duka cita, meja persembahan, dan uang kertas yang belum terbakar di tengah halaman, lalu menyalakan api.
"Ibu!"
Aku memandang ke tengah-tengah bara api. Di sana, ada satu tumpukan benda berwarna hitam yang terjepit oleh dua meja persembahan dan telah menjadi arang. Aku memicingkan mata dengan saksama. Ternyata, itu adalah tas liburan yang ibu bawa saat pulang malam tadi.
Ibu seolah-olah memperhatikan pandanganku sehingga berinisiatif untuk memberi penjelasan.
"Di dalamnya, hanya ada pakaian lusuh, selimut lama, dan barang-barang lainnya. Biarkan terbakar saja."
Ibu menggali lubang besar dan membuang abu yang telah terbakar ke kebun sayuran di belakang rumah. Kemudian, ibu menutupinya dengan tanah dengan tergesa-gesa.
Saat melewati ruang tamu, tiba-tiba aku menyadari bahwa foto dan papan yang seharusnya berada di belakang peti mati telah menghilang.
Sesaat kemudian, seseorang mengetuk pintu halaman. Aku bangkit dan memeriksanya. Ternyata, itu bibiku. Dia membawa keranjang dengan telur, roti, dan barang-barang lainnya.
Ibu juga berlari keluar dari kamarnya dan mencoba menarikku yang hendak melarikan diri ke pintu halaman. Namun, dia tidak berhasil melakukannya.
"Clara, jangan pergi!"
"Bibi, ibuku tidak mati!"
Bibi tampak mundur dua langkah, kemudian duduk di tanah.
"Tidak mati? Jadi, kita salah paham."
Dia berbicara dengan suara rendah dan nada dingin.
Bibi bangkit, lalu berlari sembari terhuyung. Aku memandang punggungnya yang terhuyung setiap tiga langkah. Hatiku pun dipenuhi keraguan.
3
Sejak kecil, aku hidup bersama ibu.
Ayahku sudah meninggal tak lama setelah aku lahir. Aku sama sekali tidak memiliki kenangan tentangnya.
Ibu tidak menikah lagi. Entah mengapa, desas-desus tentang dia yang membunuh suaminya dan berhubungan dengan ilmu hitam beredar di desa kami sehingga tak ada yang berani menikahinya.
Aku tidak tahu apakah senyumnya sekarang berbeda dengan senyumnya yang dahulu. Secara kasat mata, senyuman ibu terlihat sama persis.
Namun, aku selalu merasa kekurangan sesuatu yang penting.
Sesudah matahari terbit, aku memakai sepatu dan ingin keluar. Ibuku melihatnya dan ingin menghentikanku lagi.
"Clara, kamu mau ke mana?"
"Aku ... aku ingin memberi tahu orang-orang di desa bahwa Ibu baik-baik saja."
"Lebih baik nanti saja. Pergilah ketika matahari sudah terbenam."
Apakah ada perbedaan antara pergi nanti dan pergi sekarang ... rasa bingung kembali menghantuiku.
Malam harinya, aku pergi bersama ibu. Kami mendapati bahwa semua orang telah mengunci pintu rumah mereka dengan rapat, bahkan menutup gorden mereka.
Biasanya, ini adalah saat yang paling ramai dalam sehari. Orang-orang cenderung memasak, saling berkunjung, dan bertengkar.
Aku terpaku menatap bayangan di bawah kakiku. Setelah sekian lama, aku baru berangsur paham.
Ini pasti karena bibi.
Aku melemparkan diriku ke pelukan ibu dengan erat. Air mataku seketika membasahi kerah baju ibu.
"Ibu ... huhu ... mereka ... mereka tidak percaya bahwa Ibu tidak meninggal! Mereka ... Mereka menindas kita lagi!"
"Clara, kali ini kita berdua selamat dari bahaya besar. Kita harus hidup dengan baik dari sekarang dan tidak akan berpisah lagi, ya?"
"Ya ...."
Ibu menghiburku beberapa kali. Sambil berjalan, aku menundukkan kepala dan menghapus air mata di wajahku, lalu aku melihat tanah di bawah kakiku tanpa sengaja.
Aku menyadari bahwa permukaan tanah di bawah kakiku, yaitu tempat ibu berdiri barusan, terdapat dua jejak sepatu yang jelas terpisah dengan permukaan tanah sekitarnya.
Apakah dia benar-benar berdiri di sini selama berjam-jam tanpa bergerak sedikit pun?
4
Saat tengah malam, aku terbangun karena ingin membuang air kecil. Kemudian, aku bangun dan pergi ke kamar mandi.
Kamar mandi terletak di belakang rumah, jadi aku pertama-tama melewati ruang tamu, menyalakan lampu, lalu membuka pintu belakang menuju kamar mandi.
Saat melewati kamar ibu, tiba-tiba terdengar suara bisikan yang samar-samar berasal dari jendela yang tertutup rapat.
Suara itu terdengar rendah, suram, dan melambat, seolah-olah sedang membaca mantra ataupun puisi.
Saat melewati lemari pakaian, aku tiba-tiba berhenti dan perlahan-lahan berbalik. Kemudian, aku melihat ke arah cermin pakaian yang terpasang di atas lemari tua.
Tidak ada bayanganku di cermin.
Di cermin itu, ada sosok hitam yang berantakan. Tubuhnya tegap, tetapi berubah-ubah.
Ketika aku menyalakan lampu, orang di balik cermin kembali menjadi diriku sendiri. Begitu aku mematikan lampu, bayangan hitam itu muncul lagi. Aku menyalakan lampu lagi dan masih ada tampak bayangan diriku sendiri di cermin.
Aku pun merasa lega dan hendak menyalakan lampu dengan ujung tongkat. Namun, begitu aku berbalik, aku melihat sosok hitam berantakan itu berdiri tepat di belakangku.
"Aaaaahhhhhh!!"
Dia merebut tongkat bambuku dan menyalakan lampu.