Hari pertama kuliah, orang-orang di belakang menunjuk-nunjuk dan mengomentariku.
"Lihat, itu dia, orang yang membully kakak perempuannya, kakaknya anak dari mantan istri ayahnya. Dia jahat sekali."
Artikel di akun FB kakakku telah dibagikan oleh jutaan orang, dan masalah keluarga kami pun terekspos dan menjadi soroton publik.
"Ibumu adalah wanita simpanan, wanita simpanan seharusnya mati!"
"Kamu juga wanita murahan, hati-hati kalau keluar rumah!"
Banyak yang mengecamku di dunia maya, tetapi kakakku meneleponku dengan suara ceria.
"Tidak apa-apa, sebentar lagi semua orang akan melupakan hal ini, kakak hanya mencari sedikit uang, kamu tidak keberatan, 'kan?"
1
Pagi tadi, aku masih bisa bergurau dengan teman sekamarku, tetapi siangnya mereka langsung menunjukkan sikap yang sangat berbeda.
Tidak ada yang ingin berbicara denganku, selain seorang gadis yang kurang suka bicara, dia yang memberikanku sebuah tautan. "Lihat saja sendiri."
Baru saat itulah aku menyadari apa yang terjadi.
【Setelah 18 Tahun, Aku Ingin Mati Karena Ayahku Menikah Lagi】
Artikel yang diposting oleh kakakku ini sudah menjadi viral di FB.
Dia mengatakan 18 tahun lalu, ayah dan ibunya bercerai, lalu ayahnya segera menikahi wanita lain.
Tidak lama kemudian, wanita itu melahirkan seorang putri.
Karena dirinya adalah anak mantan istri ayahnya, ibu tirinya selalu tidak menyukainya. Dia hanya diperbolehkan makan setengah porsi nasi, dan hanya boleh membeli pakaian dengan warna abu-abu atau biru.
Dia mengatakan bahwa dia tidak menyelesaikan SMA dan bekerja paruh waktu, sementara adiknya masuk SMA unggulan.
Dia mengatakan bahwa dia mendapat 7 juta per bulan dalam bekerja, tetapi dia hanya memiliki 1,6 juta untuk biaya hidup sendiri, karena orang tuanya mengatakan bahwa mereka perlu menyiapkan uang untuk kuliah adiknya.
Karena dia tidak tamat SMA, adiknya selalu meremehkan dan mengejeknya bodoh.
Artikel yang ditulis kakakku sangat bagus. Setiap kata-katanya terdengar sangat menyedihkan, itu membuat semua orang merasakan betapa kasihan dirinya.
Di akhir paragraf, dia dengan samar-samar mengungkapkan keinginannya untuk meminta pembebasan, dan artikel itu berakhir di sana, jika aku membaca artikel tersebut dalam keadaan tidak tahu apa-apa, aku pasti akan merasa sedikit terkejut.
Ternyata benar, beberapa ulasan teratas sebelumnya membujuknya untuk bersabar, jangan sampai membuat keputusan yang ekstrem.
Ada puluhan ribu ulasan di kolom komentar, dan sangat heboh.
Setengah dari mereka mengutuk aku dan ibuku, sementara setengah lainnya menyarankan kakakku untuk tidak menyerah.
Setelah menjadi topik paling viral, popularitas postingan di platform FB terus meningkat. Pada sore hari, aku mulai menerima panggilan dan pesan yang mengganggu.
Aku segera dikenal oleh orang-orang, ketika aku mengantri di kantin malam itu, ada yang mengenaliku.
"Wanita yang tidak tahu membalas budi! Buh!"
"Sosok yang terlihat pendiam, tapi siapa sangka dia begitu jahat, betul-betul tidak tahu malu!"
Seseorang melemparku dengan makanan dan sehelai daun sayuran jatuh ke punggungku, aku mengusapnya, daun sayuran itu masih meneteskan minyak.
Di belakangku ada seseorang tertawa sinis, aku berjalan ke sana dan melemparkan sayur di atas meja mereka.
"Kalian setidaknya adalah mahasiswa sekarang, masa tidak mampu membedakan mana yang benar dan salah?"
2
Setelah aku membuka mulut, beberapa orang itu terdiam, wajah mereka terlihat agak canggung.
Aku merasa mereka tidak menyangka aku berani langsung berhadapan dengan mereka.
Setelah melempar beberapa kalimat cemoohan, aku mengambil nampan makanan dan meninggalkan kantin.
Sambil menggigit roti, aku kembali ke asrama dan mencoba menelepon kakakku sebanyak delapan kali, tetapi dia sama sekali tidak mengangkat telepon atau membalas pesan.
Pada saat menjelang tidur, dia akhirnya menjawab panggilanku.
"Apa maksudmu, Kak?" Aku berbicara dengan nada marah.
"Dik, kakak hanya mencari sedikit uang saja, kamu tidak akan keberatan, 'kan? Viral akan menghilang seiring waktu, tidak ada orang yang akan mengikuti satu hal selamanya."
Setelah dia berkata seperti itu, telepon langsung terputus.
Belum sampai dua hari, aku sudah sepenuhnya diasingkan oleh teman sekelas.
Barang-barang di asrama dirusak oleh orang, selimut dibasahi oleh air; ketika berjalan di jalan, aku dilempar biji apel, sampah dan lumpur dimasukkan ke dalam tas.
Aku menceritakan hal ini kepada guru pembimbing, ia memperingatkan teman-teman sekelas, jika melakukan hal seperti itu lagi, mereka akan menghadapi sanksi, teman sekelasku mulai menahan diri, tetapi mereka masih tetap membicarakanku di belakang.
Pada hari ketiga, aku menerima pemberitahuan pengiriman barang, tetapi aku tidak membeli barang apa pun, jadi aku menelepon kantor pos untuk menolak kiriman.
Selama hampir seminggu, kejadian ini masih menjadi viral.
Seluruh netizen mencari kakakku.
Berbagai media sosial juga mulai menyertai, berbagai ensiklopedia online berturut-turut mengecam fenomena ini.
【Dalam keluarga tiri, bagaimana anak dari pasangan sebelumnya dapat bertahan?】
【Jika tidak mencintai anak, maka tidak layak mendapatkan hak asuh!】
【Anak yang kekurangan kasih sayang di masa kecil, akan menggunakan waktu seumur hidup untuk mencarinya.】
Jika seseorang keluar untuk mempertanyakan apakah kejadian ini benar-benar terjadi, maka mereka akan diserang oleh netizen.
Selama periode ini, orang tua meneleponku beberapa kali. Aku tidak menceritakan hal-hal di sekolah kepada mereka, jika aku melakukannya, itu hanya akan membuat mereka khawatir.
"Di mana kakak?"
"Dia di rumah, dia pulang dua hari yang lalu."
3
Kakakku biasanya tidak tinggal bersama kami, dia tinggal bersama pacarnya di luar sana, dan biaya sewa selalu ditanggung oleh orang tua.
Saat aku tiba di rumah pada hari Jumat, kakakku yang dicari di seluruh internet itu, sedang santai di sofa rumah, menonton TV dan memainkan ponsel, dengan makanan buah, camilan, dan makanan gofood di atas meja.
Dia segera mengganti pakaiannya dan mengenakan sepatu, dan suara orang tua terdengar dari dapur. "Jenny, kau akan segera keluar? Kami akan makan malam sebentar lagi."
"Teman mengajakku jalan-jalan, aku tidak pulang makan!"
Dia membawa tas selempang yang berkilauan dan segera keluar seperti angin.
Dia melewatiku sejenak, dan beberapa saat kemudian, pintu depan ditutup dengan kuat.
Saat waktu makan malam tiba, Jenny memang tidak kembali.
Ayah menghela napas panjang di atas meja makan, dan tidak berbicara.
Makan malam ini khusus untuk kami berdua, ada setengah dari masakan yang kusukai, dan setengahnya makanan kesukaan kakak. Asalkan kakak pulang, bahkan jika harus membeli dan memasaknya saat itu juga, kakak tetap dapat menikmati makanan kesukaannya.
"Tidak apa-apa, makanlah, makanlah."
Melihat situasi agak tegang, ayah mulai berbicara dengan kami, meskipun suasana di atas meja makan tidak terlalu menyenangkan.
Setiap kali Jenny pulang ke rumah, ia selalu seperti ini.
Jenny lebih tua lima tahun dariku, dalam ingatanku, pertama kali dia bertengkar dengan ayah di rumah karena memukul seorang gadis di sekolah, dan dia enggan mengakui kesalahannya.
Setelah kesulitan masuk SMA, dia justru bertemu dengan seorang pacar di warung internet dan memilih untuk mencoba merintis karir sendiri, tidak ingin hidup di bawah payung orang lain.
Kemudian dia ditinggalkan oleh pria jahat itu, dan kembali ke rumah sambil menangis dan meminta orang tua memberikan uang untuk menggugurkan kandungan.
Setelah tinggal di rumah selama beberapa waktu, dia bertemu dengan pacar baru lagi dan hanya kembali ke rumah setiap satu atau dua bulan sekali.
Ayah benar-benar khawatir, dan mencari pekerjaan untuknya di mana-mana.
Jenny kembali pada pukul 11 malam, waktu ini sudah termasuk awal.
Dia membawa tiga sampai lima tas belanja yang berkualitas bagus, semua itu adalah tas bermerek, dan pakaiannya juga baru.
Wajahnya sedikit merah, tampaknya agak mabuk.
Ayah mendengar suara buka pintu, dan keluar dari kamar tidur, ia sedikit marah. "Kamu masih tahu pulang?"
Dia tidak peduli, dan langsung berkata. "Kapan kamu akan memberikan uangku?"
Aku mematikan pengering rambut yang ada di tangan dengan tampang bingung. "Uang apa?"
"Uang 1,6 miliar! Aku sudah bilang selama beberapa hari, itu uang muka untuk membeli rumah."
Baru saja ibuku akan bicara, emosi Jenny langsung naik.
"Kamu setiap hari selalu menghasut ayahku, apa salahnya ayahku memberikan uang padaku untuk membeli rumah?"
Setelah mendengar perkataan itu, ibuku berbalik memasuki kamar tidur.