“Kamu yakin dengan keputusanmu?” “Hm” Dia hanya bergeming tak melanjutkan pertanyaannya. Aku tahu, dia pasti ingin tahu apa alasan yang membuatku memilih berhenti menjadi atlet karate.
Hai, namaku Risal. Aku seorang siswi kelas XI di salah satu SMA Negeri di Banyuwangi. Sejak satu tahun silam, aku ingin hengkang dari ekstrakurikuler yang selama kurang lebih sepuluh tahun sudah aku selami. Alasannya bermula pada bulan Oktober tahun lalu.
Aku dan sahabatku, Edgar. Sedang mengikuti lomba Pekan Olahraga Karate di Banyuwangi. Saat itu, aku dan Edgar adalah dua peserta terakhir yang harus merebutkan satu tempat yang sama, yakni juara 1. Edgar dan aku mempunyai 2 poin. Yang artinya, satu diantara kami yang lebih dulu menambah poin adalah pemenangnya. Satu hari sebelum lomba, aku dan Edgar sudah berjanji. Siapapun pemenangnya, tidak akan ada yang iri diantara kami.
“Bruk!” Kakiku lebih dulu menghantam pundak Edgar. Dia jatuh tepat di hadapanku. Wasit langsung menghampirinya. Membalik tubuhnya yang tengkurap dan mencoba menepuk-nepuk kedua pipinya. Aku hanya mampu berdiri dan menatap wajahnya yang lemas dengan tatapan sendu. Berharap Edgar yang tak sadar itu, bukanlah Edgar yang selama ini kukenal. Namun sayangnya, dia adalah Edgar Saputra. Sahabat kecilku.
Ambulan datang, para perawat segera membawa Edgar masuk ke dalam ambulan. Banyak orang yang mengelilingi ambulan untuk melihat keadaan Edgar. Mereka semua seakan tak peduli degan hujan deras yang mengguyur mereka. Perhatian mereka telah berpusat ke satu titik. Edgar. Aku melihat semua kejadian itu lewat jendela besar dekat pintu utama GOR. “Bagaimana mungkin dia tega membunuh sahabatnya sendiri?” Sayup-sayup, kudengar suara beberapa orang berbisik sambil menatapku dengan tatapan menghina.
“Sudah, ini semua bukan salahmu. Ini sudah takdir” Ucap Bunda yang mencoba menenangkan pikiranku. Ucapan Bunda memang benar. Namun sayangnya, pikiranku sedang tidak bekerja dengan baik saat ini. Aku berlari keluar dari GOR. Membawa tas kecil hadiah ulang tahunku dari Edgar satu minggu lalu, dan berhenti di depan halte. Mencoba menenangkan pikiran dan hatiku yang saat ini tak bisa bersatu.
“Risal! Sal!! Sadar!!!” teriak Ara sambil melambaikan tangannya didepan wajahku “Eh, i iya. A ada apa Ra?” tanyaku sambil gelagapan “Kamu pasti mengingat kejadian itu lagi, dan aku yakin. Itulah alasanmu memilih hengkang dari karate. Ayolah Sal, kejadian itu sudah satu tahun lalu. Lagipula tahun ini, kau juga sudah menyabet juara 1 di PORPROV. Bukannya itu yang selama ini kau dan Edgar impikan? Salah satu dari kalian ada yang bisa mendapat gelar itu? Kau tahu, akupun merasakan hal yang sama denganmu. Apalagi Edgar kakakku” Jelasnya panjang lebar dengan tatapan sendu kearah jendela. Menampakkan hujan deras yang turun sama persis seperti hujan satu tahun silam.
“Aku percaya satu hal Sal. Raga Edgar memang tidak bersama kita. Tapi dia di atas sana selalu tersenyum melihat kita”
Cerpen Karangan: Aida Risal Blog / Facebook: Aida R N Cewek agak tomboy berkulit item kayak kecap. Asal kecapnya kecap manis bukan kecap asin ataupun kecap pedas.