Tring! Tring! Tralala la la! Bunyi alarm membangunkanku dipagi hari, Aku terbangun dengan senyum di wajahku, bergegas mengambil ranselku dan memasukkan beberapa pakaian serta perlengkapan lain, kemudian Aku bergegas mandi dan berganti baju.
Aku berjalan sambil sedikit berlari melompat menuju ke asrama sahabatku, Ira. Hari ini kami berencana berlibur ke Suaka Elang, Bogor. Kami ingin menikmati indahnya pemandangan di sana, mendaki bukit, berfoto di hutan pinus, dan bermain di bawah derasnya air terjun atau yang biasa disebut ‘Curug’. Kami ingin melepas penat setelah menjalani UTS.
“Iraaa, ayoo kita berangkat, kita jemput Fanny dan Marshel juga,” “Ayo lah brooh” Ira menjawab dengan gayanya yang unik.
Aku, Ira, Fanny, dan Marshel berangkat bersama, sementara teman kami yang laki-laki menunggu di pintu gerbang berlin kampus IPB. Sesampainya di sana Aku melihat Siddiq, Doni, dan Guruh sudah menunggu kami. “Haii!” Aku melambaikan tangan kearah mereka “Hei ayok kita berangkat, nanti kesiangan loh,” Siddiq mengingatkan kami. “Ayok broh, let’s go!” Fanny berteriak dan langsung naik ke dalam angkot yang sudah disewa oleh Siddiq.
Wajah kami terlihat bahagia, sudah tidak sabar rasanya ingin sampai di sana, Selama di perjalanan tidak henti-hentinya kami bercanda. Aku yang diamanatkan sebagai penunjuk jalan, tapi Aku lupa jalan yang pernah Aku lalui, jadi kami harus berhenti dan bertanya kepada warga sekitar. Aku merasa ini perjalanan yang wahh sempurna, Aku merasa benar-benar sedang berpetualang.
Setelah melalui perjalanan menggunakan angkot yang cukup lama, kami sampai di Desa Loji. Perjalanan kami belum selesai, dari desa ini kami harus berjalan kaki untuk sampai ke tempat tujuan. Sebagai penunjuk jalan, Aku berjalan paling depan. Kami melihat pemandangan puncak yang sangat indah dan udara yang dingin. Di sepanjang jalan dipenuhi dengan batu-batuan dan aliran air, suara derasnya air sungai juga terdengar jelas.
“Ira, tuh di bawah ada sungai, katanya di Kepulauan Riau tidak ada sungai, hahaha,” Siddiq berkata mengejek Ira. Kami semua tertawa, Ira juga ikut tertawa. Ira memang pernah bercerita kepada kami kalau dia belum pernah melihat sungai. “Wahh mbahku harus kuajak kesini nih, beliau harus tahu kalau disini tempatnya sangat bagus, ada sungainya lagi, airnya jernih bangeeett,” Ira terus melihat kearah sungai, dan terus berkata “Mbahku harus kuajak kesini”. Hahaha kami tidak bisa berhenti tertawa mendengar perkataan Ira.
“Ra emang mbahmu kuat naik bukit ini?” Tanya Guruh sambil terus tertawa. “Weee jangan salah broh, mbahku udah pernah naik ke Gunung Bintan, Aku aja belum loh,” Ira berkata membanggakan mbahnya. “Wiihhh kereeen,” kami berkata bersamaan. “Iya, makanya sekarang cucunya mau belajar seperti mbahnya, naik-naik ke gunung,” Ira terus bercerita dengan suara lucunya.
Perjalanan jauh tak terasa melelahkan, kami semua terhibur dengan celoteh Ira dan yang lainnya. Hingga kemudian kami sampai di tepi sungai. “Wahh kok jembatannya hilang,” Aku memeriksa sekeliling kami, benar jembatan yang biasa untuk menyebrang tidak ada lagi.
“Guys, sepertinya jembatan untuk menyeberangnya hanyut, karena jembatannya hanya terbuat dari bambu, air sungainya juga deras jadi pasti hanyut,” Aku memberitahu mereka. “Yahh terus gimana nih, masa iya kita harus balik lagi?” Tanya Marshel. “jangaaan!” jawab kami serentak. “Kita udah sampai sini, kita tidak boleh menyerah, jembatan boleh hanyut, tapi semangat kita tidak boleh hanyut,” Siddiq menyemangati kami dengan berusaha mencari cara agar bisa sampai ke seberang sungai.
Doni sang jenius mendapatkan ide. “Jembatan bisa hanyut, tapi batu di sungai kan tidak akan hanyut, kalian generasi kuat, tidak mungkin tidak bisa melewati derasnya sungai ini. Ayo kita loncat di atas batu-batu ini untuk sampai ke seberang sana!” Doni berkata dengan gaya Pak Soekarno. “Ayo berjuanglah pemuda!” kamipun ikut bersemangat.
Banyak pengunjung lain yang tertawa melihat ulah kami, tapi kami tidak malu, malah kami bersyukur ada yang tertawa karena kami. Setelah berhasil melewati sungai, kami masih harus melewati bukit dan hutan pinus untuk sampai di air terjun. Sepanjang jalan kami terus bercerita tentang mbahnya Ira, bernyanyi, atau sekedar menggosip gebetannya marshel.
Kamipun akhirnya sampai di hutan pinus, kesempatan tidak boleh disia-siakan. Kami berfoto bersama, foto-foto ini menjadi kenangan yang akan kami simpan nanti. Perjalanan menuju air terjun masih berlanjut, setelah melewati hutan pinus, kini kami harus melewati jalan berbatu. Tebing adalah salah satu masalah untukku, karena badanku yang tidak kurus alias tidak gendut juga, atau lebih tepatnya berisi, Aku berjalan agak lambat, tidak jarang sesekali Ira mendorongku agar tetap berjalan, atau Marshel dan Fanny yang menarikku dari atas. Kami juga kadang berhenti di pinggir jalan untuk istirahat minum, atau hanya sekedar untuk berfoto.
“Iraachan, itu tumbuhan apa ya? Kalau dipotong keluar coklat-coklat seperti madu,” Aku melihat sebuah pohon yang membuatku penasaran. Ira berjalan mendekati pohon itu, Aku tak menduga dengan apa yang dilakukan Ira, ia mencolek getah pohon itu lalu memakannya. “Tidak ada rasanya, hambar,” Ira berkata dengan polosnya. “Iraaaa kenapa dimakan, muntahin, nanti kalau beracun gimana,” Aku panik sendiri melihat tingkah Ira. Tapi sedikitpun Ira tidak menghiarukanku, ia mencolek getah pohon itu lagi dan mencoba mencari tahu rasa dari getah tersebut. Siddiq yang melihat tingkah Ira langsung menghampirinya. “Ih Ira jorok, itu tadi bekas dikencingin orang loh,” Siddiq berkata sambil menunjuk pohon tadi. Spontan Ira langsung memuntahkan getah itu dan langsung mencari air. “Ih Siddiq apa-apaan sih,” Ira memukul Siddiq. Kami tertawa tak henti-hentinya melihat kekonyolan Ira. Sahabatku satu ini memang terlalu polos. “Kamu sih sembarangan makan sesuatu, kalau beracun gimana,” Guruh ikut menasehati Ira. “Kan Feni penasaran, jadi Aku makan deh getahnya,” jawab Ira membela diri. “Ya ngga harus dimakan juga kaliii,” jawab kami bersamaan, kemudian kami tertawa dan melanjutkan perjalanan.
Kami melewati jembatan kayu di pinggir tebing, tidak jauh dari ujung jembatan kami sudah bisa melihat indahnya air terjun yang menjuntai dari atas bukit hingga kebawah. “Wahh indahnyaa!” kami terkagum-kagum melihat keindahan ciptaan tuhan satu ini.
Kami mempercepat jalan kami agar segera sampai dibawah air terjun. Ketika sampai, jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, saatnya melaksanakan shalat dzuhur. Kamipun shalat di atas batu dekat air terjun. Shalat kami terasa sangat khusyu’, kami seperti menyatu dengan alam. Setelah selesai melaksanakan kewajiban, kami langsung menceburkan diri ke air. “Wahhh dingin!” kami berteriak setelah merasakan dinginnya air disana. “Aku punya ide nih,” Fanny tiba-tiba keluar dari air, ia mengambil air mineral yang ada di dalam tasnya Siddiq kemudian menceburkan sebagian botol air tersebut kedalam air. “Esensinya apa itu botolnya diceburin ke air?” Tanya Marshel. “Itu namanya pendinginan alami, kita lihat saja nanti gimana hasilnya,” Fanny menjawab pertanyaan marshel dengan yakin.
Kami terus bermain di bawah air terjun, merasakan sakitnya tertimpa air terjun dari atas, bahkan Akupun tidak sanggup berlama-lama di bawah air terjun, percikan air itu seolah-olah menusuk kulit. Kami berhenti bermain setelah merasa lapar. Kamipun membuka bekal yang kami bawa dan memakannya dengan duduk diatas batu. Kami tidak membuang sampah sembarangan, karena keindahan wisata tidak boleh dicemari dengan tumpukan sampah. Fanny mengambil botol air mineral yang dicelupkannya ke air tadi, hasilnya botol itu berembun dan air di dalamnya menjadi dingin, hal ini membuktikan betapa dinginnya air disana.
Setelah selesai makan dan istirahat kami langsung bergegas kembali menuju hutan pinus untuk berganti pakaian, dan melaksanakan shalat ashar di musholla yang ada disana. Selesai sholat ashar kami langsung turun bukit untuk pulang.
Di tepi sungai kami mulai mengambil strategi kembali untuk menyeberanginya. Kali ini Siddiq duluan dan menunggu kami di seberang, Guruh berdiri di batu di tengah untuk membantu kami menyeberang, sementara Doni mengawasi kami dari belakang. Aku siap-siap meloncat, di batu pertama tidak sulit karena langsung disambut oleh tangan guruh. Pada batu selanjutnya, Aku meloncat dengan yakin, namun sayang Aku lupa untuk melepas tangan Guruh, akhirnya kakiku tidak sampai menginjak tengah batu dan terpleset. Siddiq yang melihatku terhuyung langsung mencoba menangkap tanganku, tapi tenyata tidak berhasil, alhasil Aku tercebur di derasnya sungai. Guruh langsung berlari, Siddiq langsung meloncat ke sungai dan langsung menarikku keatas. Semua orang yang melihat langsung menertawakan Aku yang tercebur. Kali ini Aku benar-benar malu, kali ini Aku tidak bersyukur ada yang tertawa karena Aku. Siddiq langsung mengambil ranselku dan membawanya.
“Kamu tidak apa-apa kan? Ada yang sakit?” Tanya Siddiq khawatir. Teman-teman yang lain pun langsung menghampiriku. “Tidak apa-apa, tidak ada yang sakit kok, tapi malu bajuku basah semua,” jawabku dengan raut wajah sedih. “Makanya, kalau mau menyambut tangan orang yang di depan, lepasin dulu tangan yang lain, kamu nggak akan bisa memegang tanga keduanya,” Siddiq menasehatiku. “Tidak apa-apa, tadi kan kecelakaan, nanti kering kok bajunya,” Guruh mencoba menghiburku.
“Eeh tolongin sendalku hanyut!” tiba-tiba kami mendengar Fanny berteriak. Kami langsung menoleh, Doni yang berada di tepi sungai langsung mengejar sendal Fanny dan mengambilnya dengan kayu. Kami tertawa melihat tingkah Fanny yang panik, Aku pun sudah tidak menghiraukan lagi kejadian tadi. Kamipun pulang ke asrama dengan bahagia. Aku yang tercebur ke sungai malah menjadi bahan cerita kami jika berkumpul. Apabila Aku mengusulkan untuk berlibur ke daerah yang melewati sungai mereka selalu meledekku “Nanti kalau kecebur sungai lagi gimana?”.
Hahaha! Kalian, Aku harap kalian selalu bersamaku, selalu ada saat kita bahagia, selalu saling menguatkan dan memberi semangat saat kita terpuruk, dan selalu mambantu untuk bangkit saat kita terjatuh. Ingat kisah kita ini untuk selamanya.
@Marshela Aida Handayani @Irawati Cahyuni @Nur Afni Rahmaeni @Muhammad Fatchurrahman Siddiq @Muhammad Ramdhoni @Guruh Sukarno Putra
Cerpen Karangan: Feni Aprilia Dewi Blog / Facebook: feniichan.blogspot.com / Feni aprilia Feni Aprilia adalah mahasiswa IPB tingkat 2, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Menulis adalah hobbynya sejak kecil, karena dengan menulis kita bisa menciptakan dunia kita sendiri. Ig : Feniaprilia01