Malam itu, tepatnya pukul 00.43 Lisa mendatangi kamar kost sahabatnya yang tepat berada di sebelah kamarnya. Biasanya saat ini dia sudah berada di alam mimpi, tapi entah kenapa sejak sore perasaannya tidak enak tanpa alasan yang jelas.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Lisa segera membuka pintu kamar kost itu. Sebenarnya tindakannya itu sama sekali bukan kebiasaannya. Tetapi pikiran dan perasaannya yang sudah kalut itu membuatnya menjadi sedikit tidak sopan dari biasanya. Kebetulan pintu kamar kost sahabatnya itu dalam keadaan tidak terkunci. Segera saja dia masuk ke dalam. Seketika Lisa dihadapkan dengan pemandangan yang cukup membuatnya terkejut. Dia melihat sahabatnya hampir melakukan percobaan untuk menyakiti dirinya sendiri bahkan kelihatannya akan lebih dari itu. Temannya yang bernama Kia itu terkejut saat melihat Lisa yang mendadak membuka pintu kamarnya, padahal Kia mengira dirinya sudah mengunci pintu kamar. Keduanya terdiam membisu untuk beberapa saat. Lisa sangat shock dengan apa yang sedang dilihatnya meskipun Lisa sempat memperkirakan akan hal ini. Lisa hanya bisa terduduk lemas sambil menangis dengan suara yang sangat lemah, seperti seseorang yang baru saja disakiti perasaannya.
“Cepat sekarang lo jatuhin apa yang lo pegang itu sekarang.” kata Lisa sambil menunjuk apa yang sedang dipegang oleh Kia dengan nada yang hampir tidak terdengar.
Kia yang masih shock dengan kedatangan Lisa yang tidak terduga itu kembali terkejut dengan Lisa yang tiba-tiba menangis seperti itu. Belum pernah ada yang menangis seperti itu untuk dirinya. Kia pun luluh dan menjatuhkan benda itu. Kedua perempuan itu tenggelam dalam tangisan mereka masing-masing di tengah keheningan malam.
“Kok lo tega banget sih sama gua? Sebagai hukumannya, lo ikut gua sekarang!” Lisa menyeret temannya itu keluar kamar dan membawanya ke dapur untuk menyeduh mie instan. Kia hanya bisa menurutinya.
Keduanya masih saling bungkam saat berada di dapur, sibuk menyelami pikiran mereka masing-masing. Setelah selesai menyeduh mie, mereka segera pergi ke balkon kecil yang berada di dekat kamar mereka. Lisa dengan cekatan mengambil kursi yang ada di ruang makan dan membawanya ke balkon. Lisa mulai memakan mie instannya dengan lahap, sedangkan Kia hanya mengamati dan mengaduk-aduk mie instannya.
Lisa baru tersadar mereka sudah terdiam cukup lama “Lo ini kenapa sih? Lo nggak mikirin perasaan gua ya? gua itu nggak punya sahabat selain lo. Lo tega mau ninggalin gua?” “Lo nggak bisa bergantung sama orang kayak gua, lagian semua orang itu bakal mati. gua itu kan manusia, pasti bakal mati.” Kia mulai membuka suara. “Tapi nggak gitu caranya, Kia” sahut Lisa sambil sambil melihat sekeliling, meskipun tidak ada siapapun yang berada di sana yang melihat maupun mendengar mereka.
“Kalo lo merasa nggak guna, sendirian, kesepian, nggak punya temen, atau apapun itu, gua juga begitu. gua juga merasakan hal yang sama. Kan kita udah sering cerita tentang ini. Kalo lo ngerasa hidup lo buruk jangan dibikin tambah buruk lagi. Jalanin aja apa yang ada sekarang, meskipun ini berat untuk dijalani. Ini juga berat kok buat gua. Mau hidup sehancur apapun, mau besok kiamat sekalipun, udah jalanin aja. Mau hasilnya ancur kayak apa. Pasti akan ada hari yang indah buat lo, buat gua. Kalo lo hal yang kayak tadi, gua bukan cuma merasa bersalah, tapi juga merasa nggak berguna jadi temen.” Kia hanya bisa menyimak perkataan Lisa tanpa menanggapi perkataannya itu.
“Berarti gua ini belum bisa jadi teman yang baik ya. Pantesan aja ya nggak ada yang mau temenan sama gua. Sekalinya ada cuma ada satu yang mau temenan sama gua. Itupun tadi dia udah hampir mau pensiun.” “Ya nggak gitu, Lis” ujar Kia sambil mengaduk mienya yang belum habis setengahnya. “Terus kenapa tadi kayak gitu? Capek ya temenan sama gua yang nggak ngubah hidup lu jadi lebih baik, malah nambah masalah lo aja ya?.” “Kok jadi gitu sih Lis, gua justru bersyukur punya sahabat kayak lo. Tapi entah kenapa gua ngerasa buntu dan gua ini nggak berguna. Justru gua yang merasa bersalah karena nambah nyusahin lo selama ini” “Semua masih bisa diperbaiki Kia. Kalo lo emang beneran bersyukur dengan apa yang lo punya, tunjukin Ki. Dan jangan pernah kayak tadi lagi. Sebuah kehidupan itu berharga Kia. Jangan pernah lo sia-siain. Lo masih ada di dunia ini pasti ada maknanya, ada tujuannya.”
Malam kembali sunyi. Kia menghabiskan mienya dan Lisa sibuk melamun sambil memandangi langit malam yang saat itu sedang cerah.
“Mmmm… besok gua temenin curhat yuk ke psikolog.” “Iya gua janji nggak akan kayak gitu lagi Lis, tapi jangan bawa gua ke psikolog ya? gua nggak apa-apa kok.” “Tenang aja, kan psikolog nggak gigit” “Ih nggak gitu.” “Udah tenang aja, psikolog pasti lebih paham dan bisa kasih solusi ketimbang gua. Oke? Semua akan baik-baik aja, Kia.”
Cerpen Karangan: Awanwingi Mari berteman di twitter/instagram: @awanwingi