“Lia! Pokoknya kamu harus dengar” “Ada apa sih ra girang banget nampaknya eh?” “Ituuu lihat sendiri di mading” “Aduh langsung saja ra, malas jalan” “Cih dasar, itu ada seleksi untuk LYNC” “Apa itu?” “Ya ampun lia baru keluar dari gua mana?” “Yah mana kutahu, tau sendiri kerjaanku hanya duduk di pojok sambil menulis tidak jelas” “Ah iya juga sih, lagian apa sih yang kamu tulis, kelihatannya kamu sangat mendalami tulisan ‘tidak jelasmu itu” “Ah bukan sesuatu yang menarik, jadi LYNC itu apa?” “Semacam lomba tapi tingkat nasional” “Kapan memang lombanya?” “Eh.. Tahun depan sih” “Astaga kenapa pula seleksinya diadakan 1 tahun sebelumnya” “Bukan begitu lia, jadi seleksi ini baru tahap pertama, nantinya akan ada 3 tahap seleksi untuk dapat mewakili sekolah.” Aku membulatkan bibir sebagai jawaban
—
Pepatah bilang ‘tak kenal maka tak sayang’. Delia namanya, panggil saja lia, artinya bulan, begitu kata orang. Ah iya, yang tadi itu terra, sahabat kecilku. Banyak kesamaan antara kami yang entah hanya kebetulan atau memang sudah direncanakan. Orangtua kami dekat, hari jadi kami pun sama, bedanya aku lebih tua 10 jam. Kata mama, terra artinya bumi, mama bilang, mama dan mama terra sengaja menamai kami begitu, aku berkomentar “Tentu saja sengaja, bagaimana bisa memberi nama anak tanpa sengaja?” ah gurauan renyah itu. Mama bilang, mereka sudah berencana menamai kami begitu, mama bilang “Jangan salah li, itu ada filosofinya. Delia artinya bulan, sedangkan terra artinya bumi. Bulan adalah satelit bumi, bayangkan kalau tak ada bulan? Pikir saja peristiwa mengerikan apa yang akan terjadi di bumi.” “Lalu apa hubungannya?” kataku waktu itu “Aduh kamu ini lemot, ya itu berarti kalian akan terus berdua sampai kapanpun. Buktinya kamu selalu menempel dengan terra kan” entahlah ‘filosofi’ itu konyol. Aku tak memercayainya, mungkin hanya kebetulan. Mama memang humoris, tapi kalau sudah marah… Terra juga tak memercayainya, terra bilang ia tertawa setelah mendengarnya dari mamanya.
—
Pagi itu di sekolah, kelasku ramai. “Ada apa lagi sih ra?” “Daftar seleksi LYNC. Eh!” tiba tiba ekspresinya berubah “Kamu ikut dong pleaseee” rengeknya “Hah aku? Memang ada lomba apa saja sih?” “Ada yang bidang akademik, ada juga yang non akademik, yang akademik ada matematika, fiskia, kimia. Dan yang non akademik ada berbagai macam olahraga, solo vokal, tari, seni lukis, ah masih banyak lagi li, tak akan habis kalau kusebut semua. Tapi aku ingin ikut menulis” “Lantas, kenapa tak mendaftar, ikut saja” “Siapa bilang? Aku sudah menulis namaku disana, eh tapi aku juga menulis namamu.” Aku terpaku kaget, apa-apaan itu “Eh aku tak mau ikut, hapus namaku ra!” “Hapus sendiri kalau bisa” ucapnya sambil menjulurkan lidah Terra, tak pernah berubah, dia selalu meledekku Sekalipun kami sangat dekat, sifat kami bagai timur dan barat, aku cenderung pendiam, penyendiri, temanku bahkan hanya terra, aku tak suka dan tak ahli bersosialisasi. Sedangkan terra, 180 derajat dariku, terra punya banyak teman, dia aktif berorganisasi, dan dapat berbaur dengan cepat.
“Ayolahh ikut menulis saja, aku tau kamu suka menulis cerita di buku pelajaranmu” Aku membulatkan mata “Kok tahu? Kamu-” kalimatku terpotong, ah sudah ingin marah padahal “Sstt sudah aku daftarkan, lagian untuk pengalaman li ini kesempatanmu, eits tidak ada penolakkan.” Aku hanya pasrah, tapi di sisi lain, ini memang patut di coba, siapa tau tulisan tulisan aneh di bukuku itu dapat dijadikan buku. Siapa tahu “Ra, tapi kok kamu tau sih?” “Apa yang tidak aku tahu li, lagi pula ceritamu itu cukup bagus. ‘cahaya sirius dalam lubang hitam'”
Astaga dia baru saja mengucapkan salah satu judul ceritaku, ah ini memalukan. “Hentikan ra, tidak lucu” wajahku tertekuk, pipiku memerah, terra malah makin menjadi jadi, dia bahkan menyebut judul cerita lainnya
—
Hari ini diadakan, seleksi tahap 1. Cukup simpel, hanya menulis cerita pendek minimal 1200 kata, mudah saja aku mengerjakannya, buku bahasa indonesiaku sudah penuh dengan cerita pendek yang aku buat ketika bosan, aku tinggal memilih salah satunya. Hasil seleksi 1 diumumkan 3 hari berikutnya, aku dan terra lolos ke tahap 2, setelah tahap 2 nantinya akan ada 5 peserta yang lolos dan akan mendapat pendalaman materi untuk seleksi final, namun untuk LYNC hanya ada 1 perwakilan tiap sekolah, ah aku ingin sekali berdiri disana mewakili sekolah, itu impianku sejak kecil, tak ada yang tahu, sekalipun terra.
Tak terasa, hari yang telah dinanti telah datang, seleksi tahap 2 lebih rumit dari tahap 1, tak jauh berbeda sih, hanya penambahan kata saja. Pulang sekolah, aku dan terra mampir ke taman dekat danau, itu tempat main kesukaan kami dari kecil, kami selalu merayakan ulang tahun kecil kecilan disini, ada rumah pohon kecil juga, dulu kami pakai untuk bermain boneka, ah rasanya baru kemarin.
“Sudah lama ya ra” terra mengangguk sebagai jawaban. “Lia..” “Ya?” “Aku belum pernah cerita ke kamu, tapi aku sudah suka menulis sejak kecil, kamu tau li, LYNC diadakan tepat 2 bulan sebelum ulang tahun kita, aku cuma berandai, hadirnya aku di lomba itu akan menjadi hadiah ulang tahun terbaik untukku” “Astaga, ulang tahunnya kan masih 2 bulan lagi ra” “Ah biarin li” Mendengar itu jujur saja membuatku gelisah, aku juga ingin berdiri disana, aku juga suka menulis sejak kecil, tapi aku tak ingin bersaing degan sahabat sendiri untuk mimpiku.
“Tapi aku juga ingin itu jadi hadiah ulang tahun kita, bukan aku” terra menunduk Mataku berkaca kaca, aku merasakan apa yang terra rasakan, persis. “Tapi kamu yang sudah mengidam idamkan ini ra, kamu lebih pantas” aku terpaksa berbohong, tapi bagaimanapun juga aku bisa sampai disini karna terra. Tak bisa kubayangkan betapa bahagianya dia nanti
—
Hasil seleksi tahap 2 telah diumumkan, lihat siapa yang melompat kegirangan sekarang, aku dan terra berpelukkan sambil melompat, kami lolos seleksi, tinggal 1 seleksi lagi untuk ke final. Aku senang bisa lolos seleksi, tapi di lubuk hatiku masih gelisah tentang seleksi final, sungguh lebih baik jika kami berdua tidak lolos dibanding hanya salah satu.
“Lia, sudah tau belum, nanti di babak akhir, kita akan belajar menulis buku, karena nantinya pemenang lomba menulis LYNC karyanya akan diterbitkan, bisa bayangkan itu? Karya kita akan dibukukan dan dibaca semua orang!” “Sungguh? Aku tak sabar” sekalipun nantinya aku tak terpilih atau tak menang, aku sangat ingin menerbitkan karyaku nanti.” “Jika karyaku benar akan terbit, aku akan menentukan tanggal terbitnya tepat di hari ulang tahun kita!” terra memang optimis sejak awal, dia bahkan sudah memikirkan judul untuk buku ‘berikutnya’ setelah buku yang ditulis untuk LYNC Selama kurang lebih 3 setengah bulan kami mendapat pendalaman materi tentang menulis buku, tibalah seleksi akhir. Seleksi penentuan untuk lanjut ke tingkat selanjutnya, hanya ada 1 peserta yang lolos dan mewakili sekolah tingkat nasional. Aku masih berharap itu aku, tapi lihat betapa antusiasnya terra, tak bisa dibayangkan betapa sedihnya jika sampai tidak lolos. Tapi sudahlah, jalani saja dulu.
Seleksi akhir baru saja selesai, aku keluar ruangan dengan perasaan campur aduk, gugup, takut, senang, sedih. Terra merangkulku “Aku traktir es krim kesukaan kita, ayo!” Aku ikut senang melihat senyuman yang tak luput dari bibirnya, kelihatannya terra sangat optimis, berbeda denganku, aku tak yakin bisa lolos. Berbeda dari seleksi sebelumnya yang membutuhkan waktu 3 hari untuk pengumuman peserta yang lolos, kali ini, aku harus menunggu sekitar satu pekan lebih.
Tak terasa, tibalah hari pengumuman seleksi akhir. Terpampang jelas namaku di kertas pengumuman, aku senang bukan main, bahkan aku melupakan sejenak soal terra, namun ketika aku sadar, aku segera mencari terra kemanapun namun tak kunjung menemukannya. Aku menyerah dan memutuskan untuk pulang. Terra tak membaca pesanku maupun mengangkat teleponku. Mataku berkaca-kaca, rasa bersalah menyelimutiku, peduli amat aku lolos seleksi.
Keesokannya di sekolah, aku melihat terra dengan teman sekelasku sedang berkumpul, aku tersenyum kepada mereka sambil menuju mejaku. Namun alangkah terkejutnya aku saat melihat mejaku penuh dengan coretan dan sampah kertas dengan tulisan “Curang” aku refleks menoleh ke gerombolan terra dan anak anak lain, mereka membalas tatapan bertanyaku dengan tertawa sinis. Apa yang terjadi? Bukankah semuanya baik baik saja kemarin? Bukankah semuanya baik baik saja sebelum pengumuman itu?
Jam istirahat tiba, aku menahan tangan terra yang hendak menuju kantin dengan teman barunya “Ra, ini ada apa sih?” Tanyaku, bahkan melihat matanya aku sudah berkaca kaca “Ada apa gimana? Memang benarkan kamu curang? Silahkan nikmati kemenangan hasil suap-mu” Sebelum aku bertanya lagi, terra melepas paksa tanganku dan pergi Aku tak bisa berkata-kata, tubuhku bak patung Diam.. Hanya diam Air mataku jatuh membasahi pipi, aku berlari ke toilet dan menangis Aku tidak curang, aku tidak pernah curang, atas bukti apa mereka bilang begitu. Pikiranku campur aduk, aku tak memikirkan lomba itu lagi.
Kini tak hanya terra yang menjauhiku, sebagian murid melihatku seperti orang jahat. Tatapan jijik, sinis, aku tak bisa menahan air mata setiap melewati koridor. Aku tak terbiasa dengan semua ini.
Pulang sekolah aku memutuskan untuk pergi ke taman dekat danau favoritku dan terra. Aku bermaksud menenangkan pikiran, aku bersandar di rumah pohon kecil, namun tiba tiba terlintas memoriku dengan terra saat kami kecil sampai terakhir kami kesini, air mataku menetes lagi, belum pernah kami bertengkar sebelumnya. Aku mengeluarkan buku harianku dan melampiaskan perasaanku. Lalu aku berfikir dan tiba tiba saja ide itu muncul. Ya! Aku tau apa yang akanku tulis untuk lomba nanti.
Perlombaan itu kurang dari 2 bulan lagi, aku tengah menulis naskahku, sekalian merevisi kata-kata yang salah. Tiba tiba saja kepalaku terasa berat, pusing, aku dibawa ke rumah sakit. Setibanya disana, sungguh tak kusangka. Aku didiagnosa penyakit demam berdarah, dokter juga bilang aku terlalu lelah dan kurang air, jam tidurku juga berantakan. Tensi darahku sangat rendah. Dokter menghimbau agar aku di rawat inap.
Sudah hampir tiga minggu aku dirawat, dan akhirnya dinyatakan boleh pulang. Aku rindu sekolah, eh tidak juga sih sebenarnya, mungkin aku hanya rindu terra, omong omong soal terra, dia tau tidak ya tentang ini? Karna setahuku ia tak pernah menjenguk. Aku memaksa mama untuk langsung masuk sekolah namun ia bilang aku masih butuh istirahat, oh ayolah 3 minggu kemarin bukan istirahat namanya? Akhirnya aku beristirahat di rumah selama 1 minggu, aku mengisi bosan dengan melanjutkan menulis bukuku. Masih banyak yang belum kuselesaikan, aku bahkan belum memutuskan judulnya, sedangkan perlombaan tinggal 1 minggu lagi.
Hari-h perlombaan. Aku mengirimkan file naskah ke akun email yang tersurat. Aku sangat bersemangat melihat hasilnya. Keadaanku memburuk, aku lebih sering pingsan sekarang, juga mimisan hampir setiap hari. Aku kehilangan beberapa kilogram bobot tubuhku. Aku kembali ke sekolah setelah perlombaan itu. Tebakkanku salah, kukira semua akan kembali normal setelah batang hidungku tak pernah muncul selama 1 bulan, ternyata sama saja. Baru satu minggu aku masuk, keadaanku memburuk, mama membawaku ke rumah sakit dan dirawat untuk yang kedua kalinya
—
Dari ranjang biru di ruangan serba putih dengan selang infus yang tertancap di tanganku, aku menatap layar laptop sambil berdoa menunggu hasilnya. Aku sangat berharap judul bukuku yang keluar sebagai pemenang. 3… 2… 1… Pemenang telah keluar, tapi aku masih menutup mataku. Takut. Bak disambar petir berkali kali, aku masih tak percaya apa pengelihatanku normal, salah lihatkah aku? Terpampang besar tulisan “Satelit” pada layar laptop dengan ucapan selamat diatasnya, juga ada namaku. Aku bisa membayangkan wajah terra jika dia melihatnya. Aku meninju udara kosong saking senangnya Dan seperti yang dijanjikan, naskah pemenang akan diterbitkan.
Setelah melalui beberapa revisi, buku berjudul “Satelit” itu akhirnya terbit, dan besok adalah hari ulang tahunku dan terra, aku sudah pulang sekarang. Aku berniat memberi terra cetakan asli buku yang kutulis tentangnya untuk hadiah ukang tahun. Aku membungkusnya sedemikian rupa, tak lupa surat juga beberapa foto kita bersama.
Kadoku belum selesai, aku menatap bungkusan itu dengan senyum. Aku merasa sangat lelah, benar benar lelah, tanpa sadar aku terlelap sambil memeluk bungkusan itu. Aku merasa bahagia. Sangat bahagia, aku berhasil mencapai mimpiku, dan esok umurku akan bertamabah 1 tahun. Malam itu tidurku nyenyak sekali, rasanya aku tak mau bangun lagi. Seakan semua sakit dan lelahku hilang begitu saja.
Cerpen Karangan: Asyira Kusuma