Taya dan Kayla, dua gadis yang bersahabat sejak kecil. Mereka selalu bersama bahkan ketika mereka masih dalam timangan ibu mereka. Kayla lebih tua satu tahun dari Taya, meskipun begitu mereka menganggap kalau mereka itu tak ada jarak dalam umur. Ayah Kayla meninggal saat ia masih berusia lima tahun sedangkan ayah Taya meninggal seminggu setelah Taya merayakan ulang tahunnya yang kesepuluh. Dua gadis desa ini, senang membantu ibu mereka di ladang untuk memanen dan menanam sayuran, walaupun terkadang ladang itu menjadi arena permainan untuk keduanya. Sebuah saung kecil untuk beristirahat di dekat ladang adalah tempat favorit mereka. Tempat yang menjadi saksi ikatan persahabatan mereka.
Hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama, tidak ada kata lelah diantara mereka jika sudah bertemu dan berada di tempat favorit mereka. Canda tawa, keceriaan, kebersamaan, kegembiraan selalu terpancar di wajah imut mereka, tetapi tidak jarang juga mereka bertengkar dan akan terobati dengan canda tawa mereka kembali. Suatu saat Taya yang sedang menanam sayur terpeleset dan wajahnya terbenam tanah lumpur, ia menangis tetapi Kayla menertawainya kemudian kayla juga membenamkan wajahnya ke tanah lumpur dan akhirnya mereka tertawa bersama. Hingga akhirnya sebuah kesalahan besar terjadi diantara mereka.
Saat itu mereka bermain di saung favorit mereka sembari mengikuti ibu mereka bertani di ladang. Sore hari yang cerah, angin sejuk yang berhembus perlahan, aroma tanah khas lahan pertanian menyelimuti suasana disekitar mereka. Canda tawa Taya dan Kayla menghias saung favorit mereka.
Sampai suatu kesalahan fatal terjadi. Taya dan Kayla memperebutkan boneka Taya. Kayla yang sedang memegang erat boneka itu secara refleks menahan tarikan Taya yang kuat membuat boneka itu rusak parah. Taya seketika terdiam, perlahan-lahan air mengalir di pipinya. Kayla yang melihat itu merasa panik dan takut, ia mencoba meminta maaf tetapi Taya membalasnya dengan jeritan tangis dan berlari ke arah ibunya. Kayla duduk termenung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat itu.
Selama dua hari Taya bersedih. Boneka pemberian ayah tercintanya saat ulang tahun kesepuluhnya telah rusak. Selama itu pula Kayla berusaha meminta maaf. Bahkan Kayla sudah menjelaskan pada ibu Taya apa yang terjadi. Taya tetap tidak mau mendengar dan tetap menganggap kalau itu semua salah Kayla.
Dua bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Kini, dua sahabat selama dua belas tahun itu tidak lagi bertegur sapa meski mereka berdua selalu bertemu di ladang saat membantu ibu mereka, tetapi kali ini jarak mereka cukup berjauhan. Kayla masih berkukuh untuk meminta maaf. Setiap kali Kayla ingin menyapa Taya, Taya membalas dengan memalingkan wajahnya sampai mengacuhkan Kayla, seakan Kayla tidak pernah ada. Kayla sampai menulis surat, sudah lima kali ia menuliskan surat untuk meminta maaf, tetapi tidak ada satupun balasan dari Taya. Kayla menitipkan surat-surat itu ke ibu Taya untuk disampaikan pada Taya, jadi tidak mungkin kalau surat-surat itu tidak tersampaikan.
Dua bulan selanjutnya Kayla didiagnosis mengidap penyakit yang mengancam jiwanya. Kayla memberitahu ibu dan anggota keluarga lainnya untuk tidak membicarakan ini kepada siapapun, terutama Taya. Kayla masih diperbolehkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi tidak boleh terlalu lama dan membawa beban berat seperti saat ia membantu ibunya membawa hasil panen di ladang.
Kayla masih menuliskan surat permintaan maaf, entah sudah berapa kali ia mengirimkannya dan tentu dia tahu kalau surat-surat itu tidak akan pernah terbalaskan. Hal itu sungguh mengganggu pikirannya, dan ia mencoba untuk membiasakan dirinya untuk itu. Kayla tahu memikirkannya lebih jauh hanya akan membahayakan nyawanya.
Kayla dan Taya seperti biasa membantu ibu mereka dari pulang sekolah sampai matahari terbenam. Taya yang sebenarnya cukup memperhatikan Kayla, merasakan sesuatu yang mencurigakan selama beberapa hari itu. Kayla yang seharusnya juga pulang saat matahari terbenam, selama beberapa hari itu ia pulang lebih awal. Taya bertanya apa yang terjadi pada Kayla pada ibunya, yang dijawab kalau Kayla beberapa waktu lalu jatuh sakit, yang diketahui, Kayla hanya terkena demam.
02 Oktober 20XX, tepat hari ulang tahun Taya yang ke tiga belas. Teman sekolah, bermain dan para tetangga silih berganti menjabat tangan gadis imut yang baru memasuki usia remaja itu dan mengucapkan selamat atas hari kelahirannya. Satu orang yang sebenarnya ia tunggu dan berharap akan datang, Kayla, tidak kunjung datang. Bahkan ibu Kayla tidak datang juga. Taya mendengar kalau sejak kemarin tidak ada seorang pun di rumah Kayla. Saat malam tiba, ibunya memberikan sebuah surat, kali ini tanpa sampul, hanya sebuah kertas yang terlipat rapi. Sangat rentan untuk terbuka. Di dalam benak Taya ada sedikit keinginan untuk membukanya, karena yang satu ini berbeda dan cukup mencurigakan. Tetapi ia mengurungkan niat dan menaruh surat itu di atas tumpukan surat-surat yang dikirimkan Kayla di atas mejanya, kemudian ia membanting tubuhnya ke atas kasur karena lelah sampai ia tidak tersadar sudah terlelap.
Taya membuka mata. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh muka, lalu ke ruang keluarga mencari ibunya. Terdengar suara cukup gaduh di luar. Penasaran, ia keluar dan mendapati ibunya sedang duduk di teras rumah berpakaian serba hitam. Orang-orang lain juga sama, berlalu lalang berjalan ke arah yang sama, berpakaian rapi dan sopan ada juga yang tidak berbaju hitam. Ibunya menyuruh Taya untuk segera mengganti pakaiannya, Taya yang kebingungan hanya mengangguk.
Di tengah jalan Taya tersadar kalau jalan yang dilewatinya ini adalah jalan menuju rumah Kayla. Terlihat banyak orang sedang duduk di bawah tenda kecil dengan bendera kuning bersih terikat pada tiap-tiap tiang. Taya berpikir mungkin kakek atau nenek Kayla yang meninggal. Taya dan ibunya memasuki rumah Kayla. Ibu Kayla segera memeluk ibu Taya dan menangis sejadi-jadinya. Taya melihat kesekeliling ruangan. Terlihat kakek dan nenek Kayla terduduk di depan sebuah kasur kecil dengan mayat yang tertutup oleh kain coklat. Matanya mencari-cari Kayla, ia berpikir mungkin Kayla sedang keluar untuk membeli minuman atau makanan. Ibu taya menuntun Taya untuk duduk melihat siapa yang ada di balik kain itu. Dibukanya kain itu perlahan oleh ibunya, terlihat wajah pucat dengan raut yang tidak asing bagi Taya. Tanpa alasan, air mata mengalir begitu saja ke pipinya, Taya menggoyang-goyang tubuhnya, menyebut-nyebut namanya, berharap sahabat semasa kecilnya itu masih bisa terbangun. Dengan perasaan yang bercampur aduk dan air mata yang terus mengalir, Taya menyaksikan sahabat kecilnya itu memasuki tempat yang sempit, sunyi, dan gelap itu sendiri, terbaring tanpa daya berselimut kain kafan putih bersih.
Setelah dari pemakaman, tanpa berkata apa-apa ibu Kayla memberikan sebuah kotak seukuran badan Taya yang terbungkus dengan rapi kepada Taya. Sesampainya di rumah, Taya berlari memegang erat kotak itu menuju kamarnya. Ia taruh kotak itu dan segera membuka surat tanpa sampul itu yang berisikan.
“Untuk Taya, sahabatku, Terima kasih akhirnya kamu mau membuka salah satu suratku, maafkan aku Taya. Tapi, kalau kamu masih belum mau memaafkanku juga gapapa. Aku akui semua memang salahku. Bonekamu sampai persahabatan kita yang mungkin sudah hancur sejak hari itu, mungkin. Aku masih menganggapmu sahabat, ngga ada yang bisa ngegantiin kamu Taya, kamu sahabat terbaikku sampai kapanpun. Aku harap setelah operasi ini berhasil dan aku sudah sembuh total, aku bisa mendengarmu memaafkanku. Andai aja waktu itu ngga pernah terjadi, mungkin saat ini kamu lagi disebelahku, menggenggam tanganku dan berdoa untuk kesembuhanku. Oh iya, selamat ulang tahun, yang ke tiga belas ya? rasanya kamu mau membalap umurku, hihihi. Maaf aku tidak bisa mengucapkan secara langsung karena harus operasi. Untungnya aku sempat membelikanmu sebuah hadiah dari kerja kerasku, maaf aku harus menuliskan ini lagi, aku bekerja membantu orang-orang di pasar di waktu luangku, dan hasilnya kutabung untuk hadiahmu itu, semoga kamu suka. Setelah ibuku mengirim surat ini, ibu akan mengirimkan hadiah itu padamu. Aku harap kamu menyukainya, mungkin tidak seberapa tapi aku juga berharap kalau itu bisa menghapuskan kesedihanmu. Sekali lagi, terima kasih sudah mau menjadi sahabatku. Apa kamu masih menganggapku sahabat? Aku harap iya. Kayla”
Taya langsung membuka kotak itu, ia terkejut. Boneka beruang dengan ukuran, warna dan bentuk yang sama ia keluarkan dari kotak, air matanya mengucur lebih deras dan memeluk erat, sangat erat boneka itu.
Cerpen Karangan: Hydarnus Blog: hydarnusnote.blogspot.com