Perkenalkan namaku Aisha Aileen Nathania. Aku duduk di bangku kelas 7 SMP 30 di kota Biru. Aku memiliki sahabat bernama Iva Novianty. Dia temanku sejak aku duduk di bangku SD. Aku memiliki sebuah cerita. Aku akan menceritakan kepada kalian semua. Kisah ini kuambil dari buku catatanku.
Waktu itu adalah hari Kamis, ketika matahari sedang bersinar terik-teriknya. ‘Huh susah banget’ Keluhku dalam hati. Hari ini kami sekelas akan melakukan ujian Biologi. “Woy! Serius banget belajarnya!” Iva mengomentariku “Lihat dong aku… Aku nggak perlu belajar susah-susah” Sambungnya. “Kumat lagi sombongnya” kataku. Iva hanya tertawa. Iva memang pandai di pelajaran Biologi.
Tak lama kemudian Bu Hanna masuk kedalam kelas “Selamat pagi anak-anak.” Bu Hanna masuk diikuti oleh seseorang anak perempuan berkulit putih. ‘Murid baru sepertinya’ aku berkata dalam hati. “Ya anak-anak.. Kalian akan mendapat teman baru” Bu Hanna mendorong anak baru itu untuk maju ke depan kelas. “Silahkan perkenalkan dirimu cantik” Bu Hanna memang senang memuji anak muridnya seperti cantik, tampan dan pintar.
“Halo namaku Ilona Felicity Beata. Kalian harus memangilku Ilona” Anak baru itu memperkenalkan namanya dengan sombongnya. ‘Sombong’ aku berkata dalam hati. Dan ia diperintahkan bu Hanna untuk duduk di bangku kosong. Oh tidak! Ia duduk di sampingku. Sial
“Nah anak-anak karena waktunya sudah habis, ujiannya kita undur minggu depan ya” Bu Hanna melangkah menuju luar kelas. ‘Dasar, gara-gara anak sombong baru itu Aku sudah susah-susah menghafalnya!! Huh!’. Jam di dinding kelas menunjukkan angka 2. Saatnya go to home. Yuhuuuu.
Keesokan harinya. Aku memulai hari dengan ceria. Sayangnya keceriaaan itu tak akan lama. Akan ada masalah yang membawa kemarahan kepadaku. Masalahnya ada pada Iva. Ia sepertinya sedang menjauhiku. Iva tak pernah seperti itu
“Hai Iva” Aku menyapa Iva saat aku membeli es teh manis. Iva hanya melengos berlalu menuju kursi kantin. Aku tak menyerah, segera aku pergi duduk di dekat Iva saat es the manisku sudah di tanganku. “Kamu kenapa Iva?” Aku bertanya saat melihat wajah Iva yang terlihat seperti banyak masalah. Datar, itulah ekspresi wajah Iva. “Hei Iva! Aku bertanya kepadamu. Kamu kenapa Iva?” Aku bertanya untuk ke dua kalinya. Sebelum aku mengeraskan suaraku untuk bertanya kepada Iva. Iva menoleh dengan raut wajah marah. “Mau apalagi kamu!?” Kata Iva hampir teriak. “Setelah kamu mejelek-jelekan aku di belakangku. Kamu mau apalagi hah?!” Iva tersengal karena teriakannya tadi. Aku menatapnya binggung. “Jangan pura-pura tak tahu ya! Aku tau semuanya! Semuanya!” Iva kembali berteriak.
Di saat itulah si anak sombong itu datang “Sudahlah Iva.. Tak perlu marah lagi dengan Aileen. Tinggalkan saja si anak pengkhianat itu. Ia kan sudah menjelek-jelekanmu disaat kamu nggak ada. Tinggalkan saja dia.” Ilona tersenyum layaknya teman sejati yang menghibur sahabatnya. Tahulah aku bahwa Ilona-lah yang menyebabkan Iva marah padaku. Aku terdiam. Ilona membawa Iva kembali ke kelas. Aku hanya memandangi mereka.
“Iva. Kamu tahu kan aku tidak pernah menjelek-jelekan kamu.” Aku berkata kepada Iva saat kita bertemu di Perpustakaan sekolah. Iva berjalan cepat menuju pintu Perpustakaan untuk keluar. Disaat itulah aku merasakan kemarahan yang aku belum pernah rasakan ‘ILONA!’ Teriakku dalam hati.
Aku keluar dari Perpustakaan dan pergi mencari Ilona. “Ilona!” Teriakku ketika aku melihat imaji Ilona di kolam ikan dekat sekolah. Ilona menoleh. “Ada apa?” “Ada apa katamu!? Kamu kan yang membuat Iva marah kepadaku?! Itu namanya fitnah Ilo. Fitnah!” “Iya, memang kenapa?” “Sekarang kau berkata kenapa pula?! Grrrrrr. Aku kan tidak pernah menjelek-jelekan Iva!! Kenapa kau melakukan ini Ilona?!” “Aku melakukannya karena aku tidak suka melihatmu bersama Iva. Memiliki sahabat. Sedangkan aku tak punya sahabat.” Ilona mengangkat bahu. Seolah-olah ia tak bersalah. “Jika kau melakukan ini kau akan tidak pernah memiliki sahabat Ilona!!” Aku mencak-mencak di depan Ilona. Si anak sombong itu.
Aku pergi meninggalkan Ilona sendirian di kolam ikan. Aku pergi ke kelas. Untungnya bel pulang telah berbunyi. Tanpa ba-bi-bu lagi aku menyambar tas biru tuaku dan berjalan menuju rumah. Gara-gara dia persahabatanku dengan Iva hancur.
Keesokan harinya… Terlihat beberapa anak perempuan sedang bergerombol di bawah pohon Apel. Salah satu dari mereka berkata “Eh kalian tahu tidak? Katanya Iva suka jelek-jelekin orang lain tau…” Terdengar dari balik tembok depan pohon Apel ada sebuah suara “Ilona… yang suka menjelek-jeleken orang itu aku, apa kamu?! Hah?!” Itu suara Iva!!. Suara Iva terdengar marah plus kecewa. “Jangan-jangan yang kamu bilang tentang Aileen itu bohong juga?!” Iva sudah berada di depan Ilona. Ilona? Ya, Ilona-lah yang tadi membicarakan tentang Iva. Ilona hanya diam. Anak-anak perempuan yang bersama Ilona sudah pergi. Jadi hanya Ilona dan Iva yang ada di bawah pohon Apel. “Ya, apa yang akau bicarakan tentang Aileen hanya bohongan” Ilona berterus terang. “Aku tak suka kau dekat-dekat dengan Aileen, punya sahabat. Sedangkan aku tak punya…” Ilona memasang mimik wajah sedih. “Haahhhh!!!” Iva berteriak. “Sudahlah tak ada gunanya aku mengurusi kau, Ilona.” Iva berbalik menuju kelas, mencari Aileen-aku.
Aku sedang berada di kelas, membaca buku yang sengaja kubawa dari rumah untuk hiburan. Aku menoleh ketika ada suara memanggilku, suara yang tak asing lagi bagiku, suara Iva-sahabatku. “Aileen” “Yaaa? Ada apa Iva?” Iva mengambil bangku dan duduk di sebelahku. “Aku minta maaf sudah mengira kau yang menjelek-jelekan diriku, ternyata bukan. Aku minta maaf ya Aileen.” Kata Iva pelan. Menundukkan kepala. Aku tersenyum “Tak apa Iva, yang penting kau sudah tahu bukan akau yang melakukanya. Kau tahu siapa yang melakukannya Iva?” Iva mengangguk “Ilona” “Yups tul banget.” “Mau kita menjadi sahabat lagi Aileen?” Iva bertanya kepadaku. Aku mengangguk. Tentu
Akhirnya hubunganku dengan Iva kembali erat, seperti dulu lagi. Kita-aku dan Iva- mengambil kesimpulan bahwa kita tidak boleh langsung percaya pada omongan orang lain. Karena omongan orang itu belum tentu benar.
TAMAT
Cerpen Karangan: Naura Kamila