Yume Alfonsa adalah sahabatku, cantik, baik dan ramah. Dia selalu tersenyum pada siapa saja. Dia merasa tidak pupuler dan tidak ada yang mengenalnya. Dia merasa ada tapi seperti tidak ada. Aku kagum padanya. Disaat semua orang pacaran dia malah belajar keras dan hanya memiliki satu tujuan. Dia ingin menjadi seorang dokter. Dalam hidupnya dia mengaku tidak pernah pacaran. Walau begitu tidak berarti dia tidak ada yang menyukai atau dia tidak mengenal pria. Dia sengaja menjauh dari pria pria itu. Dia sangat percaya pada kata kata ini. “Jodoh pasti bertemu, apapun rintangannya.”
Kami sekolah di SMA yang sama. Sekolah kami memiliki beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar. Pertama tidak boleh pacaran. kedua tidak boleh membawa hp atau elektronik lain tanpa seizin sekolah. Ketiga harus mematuhi segala peraturan yang ada dalam sekolah. Bisa ditebak Yume mematuhi semua peraturan itu. Aku pernah membujuknya untuk berkencan dengan sahabatku, dengan senyumnya dia menolaknya.
Dia tidak pernah terlambat sekolah selama tiga tahun sekolah di SMA khusus perempuan itu. Aku yakin siapapun yang mengenalnya akan sangat percaya dan pasti akan menyukai kepribadiannya. Seandainya aku pria aku pasti akan memilihnya sebagai teman hidupku. Hei hei hei… Tenang saja, aku bukan lesbi ya? Jadi jangan salah paham. Lagi pula aku sudah memiliki Raihan yang setia padaku. Ya benar aku sudah punya pacar dan dia seorang pria.
Sekarang kami berpisah karena dia kuliah di kota pendidikan, dimana lagi kalau bukan di Yogyakarta. Aku rasa dia akan bisa berkeliling dunia nantinya. Itu adalah mimpinya sejak kecil. Katanya dia ingin keliling dunia setelah pergi ke mekkah untuk naik haji. Menjadi dokter yang hebat adalah mimpi keduanya. Dia ingin menolong orang yang sakit agar bisa sembuh. Mimpinya sangat banyak dan semua dia lakukan untuk menolong orang lain.
“Yume…” Teriakku. Aku mengunjungi di tempat kosnya. Dia sedang menjemur pakaiannya di depan kos kosan. “Hana? Apa kabar?” Kata Yume tersenyum dan memelukku. “Baik. Alhamdulilah. Bagaimana denganmu?” “Alhamdulilah. Wah kau tampak cantik dengan hijab itu?” Pujinya padaku. “Kaupun tidak kalah cantik, masih sama seperti dulu, babyface.” “Aku bilang jangan sebut kata kata itu. Apa kau ingin aku sedih?” “Ah tidak apa. Lagi pula kau masih terlihat cantik walau usiamu diatasku dua tahun.” “Sebenarnya kau yang terlalu cepat masuk sekolah, bukan aku yang terlambat.” Jawab Yume seraya tersenyum. “Baiklah, terserah kau saja.” Kami bicara di kamarnya. Masih sama seperti dulu, rapi dan bersih. Kamarnya sangat rapi dan bersih. Berbeda dengan kamarku yang berantakan.
“Ah ceritakan apa kau sudah bertemu dengan someone?” Tanyaku sambil berjalan melihat lihat kamar kosannya. “Tidak tahu.” Jawabnya singkat. “Ah jangan bilang kau masih suka pada dia?” Tanyaku duduk didepan cermin riasnya. Aku ingat dia suka pada seseorang sejak dia masih SD hingga dia kelas tiga SMA. Cintanya sangat abadi bukan? Dia sudah mencoba mengatakannya walau tidak secara langsung karena dia jauh dari pria itu. Nampaknya pria itu tidak menghiraukannya. Kasihan sahabatku ini.
“Sepertinya ada seseorang yang selalu mengikutiku, tapi aku tidak tahu dia?” Katanya setengah bergumam. Aku menatap Yume dan membaca tulisan di kertas yang ditempel didekat cermin riasnya. “Apa kau sedang jatuh cinta pada seseorang itu?” Tanyaku. “Aku tidak tahu.” “Lalu Bagaimana kau tahu ada seseorang yang mengikutimu?” “Aku melihatnya dari kaca spion motorku. Motor yang sama, helm yang sama dan masker itu, masker batik hitam yang sama sejak dua hari aku sampai di yogyakarta. Entah mengapa jantungku selalu berdebar saat melihat dari kaca spionku.” “Aku rasa dia sudah mengenalmu sebelumnya. Apa di kampusmu tidak ada pria yang suka padamu?” “Tidak tahu. sudahlah, biarkan ini semua mengalir seperti air. Aku lelah jika bicarakan tentang cinta. Aku tidak beruntung soal cinta.” Katanya. “Semua itu bukan karna kau tidak beruntung. Banyak orang yang mencintaimu. Hanya saja kau selalu menutup diri dengan alasan sibuk belajar, masih ingin sendiri dan banyak alasan lain. Sampai kapan kau seperti ini? Aku tahu kau ingin merasakan cinta walau hanya sekali. Iya kan?” “Iya. Tapi aku memang ingin hanya sekali jatuh cinta seumur hidupku.” “Dan jangan bilang kau masih menjaga rasa itu padanya hingga sekarang?” “Aku ingin melupakannya tapi setelah kupikir berulang ulang. Dia adalah pria terbaik yang aku tahu. Aku selalu memperhatikan banyak orang dan saat kurasa aku menyukainya aku kembali berfikir dari banyak sudut pandang dan hanya dia yang menurutku paling cocok untuk masa depanku.”
“Cobalah…” “Apa?” “Kau tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba. Kau hanya akan terus menunggu tanpa jawaban pasti. Maka cobalah membuka hatimu untuk orang lain dan belajar mencintai dengan tulus dengan segala kekurangannya.” “Tapi bagaimana seandainya dia tiba tiba datang dan ternyata juga mencintaiku tapi disaat aku tidak bisa menerimanya? Penantianku selama ini hanya akan sia sia dan berujung penyesalan.” “Kau akan lebih menyesal saat ada orang baik yang sangat mencintaimu sepenuh hati dan kau tolak hanya karna kau sedang menunggu orang yang tidak kau tahu bagaimana perasaannya.”
“Apa yang harus kulakukan?” Kata Yume dan aku merasa bersalah karena memaksanya begitu keras untuk melupakan orang yang ia cintai selama ini. Aku memeluknya dan mencoba menenangkannya juga diriku sendiri. “Seperti yang kukatakan.” kataku kemudian. “Aku sudah putuskan aku akan mencoba mengatakannya sekali lagi dan jika dia tidak membalasnya maka aku akan berusaha melupakannya dan menerima orang lain.” “Jangan terlalu dipaksa. Jalani seperti air yang mengalir. Seperti yang selalu kau katakan?” Kataku lalu keluar kos kosannya dan kembali ke rumah. Di depan gerbang kos kosan aku melihat orang dengan ciri ciri yang sudah diceritakan Yume. Dia duduk di motor dengan membuang muka. Seperti sedang mengalihkan pandangannya dariku. Aku tidak mendekatinya aku segera naik taksi dan berlalu sambil terus memikirkan Yume.
Aku berfikir mungkinkah orang itu menyukai Yume atau orang itu akan berbuat hal yang buruk pada Yume? Siapa pria itu? Baik atau tidak? Dia selalu mengikuti Yume sejak Yume tiba di Yogyakarta. Apa motifnya mengikuti Yume hingga menunggunya di depan Kos kosan? Aku jadi tidak tenang. Aku benar benar khawatir pada Yume. Aku sudah putuskan aku akan menginap di tempat Yume.
“Pak berputar ke tempat tadi ya?” Kataku pada sopir taxi. “Baik mbak.” Jawab sopir itu dan memutar mobilnya. Aku tidak tenang dan terus gelisah. Tiba tiba ponselku berdering. ‘Raihan? Ada apa dia menelponku?’ Gumamku lalu kutekan ponsel dan menjawab telponnya. “Halo asalamu’alaikum. Ada apa Ray.” “Wa’alaikumsalam. Apa kau sudah bertemu dengannya?” “Iya, ada seseorang yang terus mengikutinya. Aku khawatir padanya. Jadi aku tidak akan kembali ke Bekasi. Aku akan tinggal beberapa hari.” “Iya tinggalah beberapa hari dan jaga sahabatmu itu dengan baik.” “Sayang. jangan nakal. Mengerti?” Kataku sedikit mengancamnya. “Aku tahu. Aku akan menyusulmu besok setelah pekerjaanku selesai.” “Baiklah aku tunggu. Aku mencintaimu.” Kataku senang. “Aku juga mencintaimu. Aku tutup ya?” “Baiklah.” Jawabku dan ponselku mati setelahnya.
Cerpen Karangan: Yessy Utari Blog / Facebook: yessyutari3001.blogspot.com / Yessy utari Yessy Utari seorang introvert yang ingin menebar manfaat melalui tulisan