Kekompakan itu terbawa sampai mereka dewasa. Sampai mereka duduk di bangku kuliah. Kenapa mereka segitu berjodohnya? Ya meskipun pertemanan mereka baru dimulai dari SMA tapi mereka sampai-sampai bisa dipersatukan kembali di universitas yang sama, dengan fakultas yang sama. Fakultas Teknik.
Pertemuan pertama mereka dimulai ketika apel pagi di lapangan. Rizky yang hendak pergi ke kelas dan Reno yang hendak pergi ke kamar mandi. Berseberangan. Setelah apel bubar mereka tidak sengaja bertabrakan karena tidak fokus berjalan. Rizky menatap tidak menyangka melihat laki-laki pecicilan di depannya, begitu pun Reno menatap seolah-olah adalah mimpi bisa bertemu dengan seorang ketua OSIS semasa sekolah SMA dahulu. Hingga pertemuan mereka berakhir dengan pelukan persahabatan.
Rizky dan Reno. Dua siswa laki-laki dengan prestasi yang gemilang membawa mereka masuk ke universitas bergengsi di Jakarta.
Mereka berlari, saling mengejar bagaikan sedang syuting sebuah film bollywood. Mereka dikenal dengan pasangan terbucin satu sekolah. Rizky dan Dinda. Tiga tahun saling mengenal di bangku SMA membuat Rizky semakin suka dengan Dinda. Karena prestasinya, karena senyumnya, keramahannya, dan seabrek keistimewaan dari Dinda. Mereka resmi berpacaran. Dan dinobatkan sebagai pasangan terbucin di sekolahnya.
Banyak sekali peristiwa yang mereka lewati bersama. Dari mulai antar jemput sekolah sampai adu bakat menjadi siswa terbaik di sekolah. Yang menjadi poin penting dan luar biasa dari mereka adalah, mereka tidak pernah lalai dan terbuai dengan kisah percintaan mereka. Meskipun mereka bucin tapi mereka tetap mematuhi semua aturan sekolah. Tugas tidak pernah ditunda, selalu mereka kerjakan dan tak jarang mereka mendapatkan nilai yang memuaskan.
Pada suatu hari yang terik. Mereka berjanji untuk bertemu di lorong sekolah. Ada hal yang ingin Dinda sampaikan ke Rizky. Entah itu tentang apa. Yang penting akhir-akhir ini Rizky melihat ada hal yang aneh yang tidak biasa dari diri Dinda, kekasihnya.
“Ada apa kamu mengajak aku kesini? Kan bisa mengobrol di telepon, Din,” tanya Rizky. “Ada yang ingin aku obrolin, Riz!” ucap Dinda sedikit gugup. “Tentang apa, Din? bilang aja!” pinta Rizky ramah. “Aku keterima kuliah di Bandung,” ucap Dinda sambil menunduk sedih. “Bagus, dong. Lalu kenapa?” tanya Rizky penasaran. “Meskipun kamu di Bandung, aku di Jakarta, kita masih bisa bertemu, kan? Aku masih bisa susul kamu ke sana kalau aku lagi libur kuliah,” ucap Rizky tenang. “Maaf, Riz. Tapi aku enggak bisa berjarak,” Dinda meneteskan air mata.
Kalimat terakhir dari Dinda bisa langsung dicerna oleh Rizky. Sepertinya Dinda tidak ingin mempertahankan hubungan ini. Bukan karena tidak mau. Dia tidak bisa bersahabat dengan jarak. Lagi-lagi jarak menjadi pemenangnya. Dan aku tidak bisa meyakinkannya kalau jarak bisa dikalahkan kalau kita bisa saling menjaga dan saling percaya. Tapi, ya sudahlah.
Kenangan itu berhasil membuatnya pusing seketika. Bayangan Dinda masih saja terbayang-bayang mengisi seluruh otak. Andai saja Rizky bisa lebih meyakinkan Dinda waktu itu mungkin sekarang dia tidak akan menjomblo sama seperti teman pecicilannya, Reno, yang dari jauh sudah terlihat menenteng minuman yang ia bawa dari kantin.
“Kenapa lagi? mikirin Dinda?” “Sok tahu kamu!” “Kalo gelagatnya udah kaya begini, ya, enggak jauh yang dipikirin pasti Dinda lagi Dinda lagi. Pikirin tuh tugas yang di kasih Pak Hendra,” ucap Reno sewot sambil meneguk minuman yang dia bawa tadi. “Enggak pernah pacaran, ya? Makanya jangan jomblo terus!” balas Rizky sembari melemparkan gulungan kertas ke arah muka Reno dan berlalu meninggalkan Reno begitu saja. “Dia malah emosi. Riz.. tungguin gue!” pinta Reno sambil berlari menyusul Rizky yang sudah berjalan jauh dari tempat Reno duduk.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah Blog / Facebook: ipeeh.h (instagram)