Aku adalah vampir yang ketika menangis akan terlihat menyeramkan. Kenapa? Ya, karena saat aku menangis bukannya mengeluarkan air mata malah mengeluarkan darah. Ya, aku menderita haemoclaria yang berarti menangis air mata bercampur darah. Namaku adalah Abel Abrelido. Aku vampir asal Prancis. Mau tahu rupaku? Menurut vampir perempuan lain mengatakan bahwa aku yang paling ganteng daripada yang lain, tapi menurutku wajahku biasa saja, hehehe. Banyak vampir laki-laki yang menjauhiku dan mengusirku ketika aku mendekati mereka karena penyakitku, tapi aku punya satu sahabat yang bernama Jack Raycharld dan satu pacar cantik yang bernama Abriella Adelyn, juga dari Prancis.
Suatu hari, aku bangun tidur. Badanku terasa panas, sebenarnya aku tidak mau ketemu Ella (nama panggilan pacarku) karena sakit tapi takut dia marah karena aku ingkar janji. Akhirnya aku terpaksa bersiap-siap untuk pergi menemui dia. Setelah siap-siap, aku ingin pergi tapi ditanya oleh Jack (dia memang tinggal bersamaku). Oh, ya! Jack itu dari Irlandia, jadinya, ya, gitu, deh.
“Kamu pergi ketemu Ella?” tanya Jack. Aku menjawab dengan hanya mengangguk lemas. “Tapi, kelihatannya kamu kurang sehat. Istirahat dulu sana,” kata Jack dengan penuh perhatian. “Tidak usah. Aku baik-baik saja, kok,” aku langsung pergi ke luar.
Sesampainya di taman, Ella menatapku dengan tatapan kesal. “Abrel! Kenapa kamu datangnya terlambat!?” tanyanya setengah membentak. “Maaf. Soalnya aku …,” jawabanku dipotong oleh Ella. “Sudah! Tak usah banyak alasan! Sekarang terserah kamu mau ngapain! Sudah puas, kan, kamu bikin aku kesal!?” dia memalingkan kepalanya. Aku langsung duduk dan merasa ingin menangis.
“Hahaha! Kasihan ceweknya! Punya pacar yang lelet! Mending diputusin saja, tuh, cowok!” ejek ABG sejoli sambil lewat. “Apakah aku memang tidak berguna? Apakah aku pantas untuk seperti ini? Aku memang tidak berguna!” aku langsung menangis. Darahku keluar dari mataku satu persatu.
Tiba-tiba satu vampir yang terlihat culun yang dari tadi melihatku langsung menghampiriku entah apa maksudnya? “Aku tahu kamu kenapa? Pasti kamu habis dimarahi oleh pacarmu, kan?” tanyanya. Aku menjawab dengan hanya mengangguk. “Aku tahu caranya agar pacarmu tidak marah lagi. Aku bujukkan dia, ya?” dia langsung pergi menghampiri Ella. Dia membicarakan sesuatu kepada Ella dan setelah itu dia langsung pergi sambil melambaikan tangan padaku.
Ella langsung menghampiriku dan memegang tangan kiriku. “Panas,” gumamnya. “Maafkan aku, ya, Brel. Aku memang salah, seharunya aku tidak memarahimu. Pasti kamu sakit, kan?” tanyanya. “Sudah. Jauhkan aku. Aku tidak pantas dipedulikan lagi,” aku pergi meninggalkannya sambil masih menangis. Aku pergi bukan karena marah dengannya, tapi aku merasa sangat bersalah karena aku tidak bisa menjadi pacarnya yang disiplin. sekarang aku hanya menatap ke arah sungai dan tiba-tiba Ella datang sambil membawakan sup ayam. “Abrel, makan supnya, ya. Semoga kamu cepat sembuh,” katanya sambil tersenyum. “Tidak. Terima kasih,” jawabku sambil terisak. “Lho? Bukannya kamu lagi sakit?” tanya nya. Aku langsung pergi meninggalkannya. “Eh? Kamu mau ke mana? Bagaimana dengan sup ayamnya?” tanyanya. Aku tidak mempedulikannya.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke dalam tanpa memberi salam. “Hai, Abrelio! Bagaiman dengan kencanmu?” tanyanya sambil ceria. Aku tidak mempedulikannya dan langsung masuk ke kamarku, lalu mengunci pintunya. Jack yang dari tadi mengikuti langsung mengetuk-ngetuk pintunya. “Abrel! Kamu kenapa?” tanyanya. Aku tidak menjawab dan hanya menangis tidak peduli jika bantalnya akan kotor karena darah. “Maafkan aku Ella! Maafkan aku!” aku terus menangis penuh penyesalan.
Beberapa hari kemudian, aku masih sakit. Terlihat, tubuhku semakin hari semakin kurus. Jack memasuki kamarku. “Abrelio, kenapa kamu beberapa hari ini tidak pernah keluar kamar lagi?” tanyanya dengan sedih. “Kok, badanmu semakin hari semakin kurus?” tanyanya lagi. “Hah …, karena aku …,” kepalaku pusing hingga aku tak sadarkan diri. Jack menjadi terkejut dan langsung menggoyang-goyangkan tubuh Abrelio. “Abrel! Bangun, Brel!!!” serunya, lalu dia menelepon ambulan untuk membawa Abrelio dibawa ke rumah sakit.
Aku pun siuman dan terkejut dengan tempat ini. Setelah dikasih tahu Jack, ternyata aku di rumah sakit dan kata dokter aku divonis leukemia stadium akhir. Aku sangat terpukul mendengar berita itu. Aku memang pantas mendapat hukuman ini dari tuhan karena aku memang vampir yang tidak berguna.
Seminggu aku dirawat di rumah sakit, ada yang mengetuk pintu kamar pasienku. Ternyata yang datang adalah Ella sambil membawakan bubur dan segelas air putih. “Abrelio, kamu makan, ya? Kata Jack, kamu dirawat di rumah sakit, ya?” Ella langsung menyuapiku. Aku langsung menangis. “Kenapa kamu masih baik denganku? Padahal aku memang pacarmu yang tidak berguna?” aku terus menangis. Ella langsung tersenyum. “Sebenarnya aku yang salah, bukan kamu. Seharusnya waktu itu aku tidak membentakmu pasti kamu sakit hati? Jadi, maafkan aku ya?” katanya sambil memohon. Aku menjawab dengan hanya mengangguk. “Sudah, jangan menangis lagi. Aku suapi, ya?” katanya sambil mengusap air mataku dengan kain lap putih. “Kamu tidak usah kasih aku makan. Hidupku tidak akan lama lagi,” nafasku terengah-engah. “Kamu ngomong apa? Kamu jangan seperti itu!” serunya histeris. Akhirnya, aku meninggal karena nyawaku dicabut.
Jack tiba-tiba datang. “Abrelio! Kamu kenapa!? Dokter! Dokter!” serunya memanggil dokter.
Sang dokter datang untuk memeriksa Abrelio dan ternyata dia sudah meninggal dunia. “Maafkan aku! Abrelio sudah meninggal,” jawabnya. “Abrelio! Kamu jangan meninggal! Nanti, siapa yang bisa bercanda denganku!?” jack langsung menangis. “Abrelio!!!” teriak Ella histeris. Aku pun melihat mereka berdua sebelum pergi ke atas. “Sampai jumpa Jack, Ella. Sekarang aku pergi ke surga,” aku menangis karena tidak tega meninggalkan mereka berdua, tapi mungkin ini sudah kehendak tuhan.
Acara pemakaman dimulai, Jack dan Ella menangis sambil melihat Abrelio untuk terakhir kalinya, begitu pula denga kerabat Abrelio dan teman-teman Abrelio yang selama ini membencinya. Teman-temannya telah menyesal karena selalu memarahi dan mengusir Abrelio kalau ada apa-apa. Seharunya mereka tidak boleh melakukan hal itu. Kasihan Abrelio. Abrelio sudah dikuburkan secara layak. Yang masih di pemakaman hanyalah kerabat Abrelio, Jack, dan Ella. “Sampai jumpa, Abrelio! Semoga kamu masuk surga!” kata mereka sambil menangis. Aku yang melihat mereka di atas surga sambil tersenyum. Sampai jumpa! Semoga kalian suatu saat nanti ketemu aku lagi, ya! Sekarang aku tidak menderita haemoclaria lagi! Kataku dalam hati sambil tersenyum.
Cerpen Karangan: Edventa. C.R Hai, masih ingat aku, kan? Sekarang aku ganti hape. Ini perbedaannya: Hape lama: Edventa Calistania Radius Hape baru: Edventa. C. R Sudah itu saja. Sampai jumpa di cerpen berikutnya! (Y)