Pada awal 2016, saat aku menginjak bangku kelas 2 SMA, untuk pertamakalinya aku memotong rambutku seperti laki-laki. Bukannya berniat menjadi cewek tomboy, hanya, aku ingin rehat sebentar menjadi perempuan. Aku merasa… lebih baik tidak usah menjadi perempuan daripada menjadi perempuan hina. Karena kalau mereka sudah dikatakan hina, fitnah pun terjadi.
Aku berdiri di barisan paling belakang saat upacara. Anak-anak lelaki yang biasa menggodaku sekarang bertanya-tanya mengapa rambutku dipotong seperti ini. Beberapa yang lain prihatin. Rasanya bahagia, mereka tidak memiliki alasan lagi untuk mengatakan aku perempuan jal*ng.
Dari awal, aku sudah tahan-tahanan menjadi diriku sendiri. Bagi mereka, tersenyum saja itu sudah fitnah. Mereka menganggap itu upayaku dalam flirty. Padahal sebenarnya aku itu pribadi yang murah senyum dan sering tertawa. Bagaimana mungkin tidak tegang berada diantara orang seperti mereka.
Bell tanda waktu sudah habis berbunyi. Semua orang masih punya urusan dengan teman-temannya di kelas. Sementara aku langsung pulang. Lapangan belum seramai biasanya. Aku melewati jalan menuju gerbang dengan santai. Pakaian yang kukenakan terasa longgar, aku merasa sangat rileks, jilbabku berkibar karena angin yang lembut.
Tidak ada orang disini, aku berjalan seperti aku di luar sekolah, seperti aku menjadi diriku sendiri diantara banyak hal yang tidak kukenal. Sampai di pintu gerbang, terlihat beberapa guru dan satpam. Mereka memintaku berhenti, bertanya hal-hal yang rasanya tidak perlu dijawab. Saat itu aku ingin segera pergi, tapi mereka mencegahku.
Sejak mereka mengenalku, hampir setiap hari begini. Bukannya tidak boleh, bagaimana kalau orang lain berpikir aku yang salah? Saat ini aku tidak bisa melakukan apa-apa karena mereka sudah melabeliku dengan sebuah fitnah. Dengan kondisi seperti ini, apa aku masih harus merespon mereka? Bagaimana kalau nanti ada yang bilang kalau aku sudah menggoda orang-orang disana. Aku harus pergi.
Dalam perjalanan ke rumahku yang lumayan jauh, aku menggunakan motor scouter dan helm berwarna pink yang dibelikan orangtuaku tiga tahun yang lalu. Pikiranku tak henti memikirkan kelakuan orang-orang di sekolah yang selalu saja menyalahpahamiku. Dari pagi hingga jam tiga selalu saja tegang, aku jadi butuh banyak waktu untuk istirahat di rumah.
Kadang aku merasa gila. Ya aku tidak pernah mencari kesalahan mereka, aku tidak tahu mereka orang baik atau jahat. Yang jelas, selama ini aku terus saja mencoba menjadi sebaik mungkin, tapi mereka menganggap aku orang yang kejam. Rasanya tiap hal yang aku lihat di dunia ini harus selalu direspon baik seperti yang mereka inginkan.
“Brukkk…!!!” Tiba-tiba motorku tidak bisa dikendalikan, ada motor lain yang mendorong dari belakang, aku jatuh ditabrak. Aku seperti sempat tidak sadarkan diri beberapa waktu, tidak dapat bergerak. tapi aku tahu, aku tahu apa yang terjadi. Beberapa detik sebelum aku jatuh, kepalaku terseret di aspal, helm yang kugunakan pecah. Rasanya ada pendarahan di bagian dalam, aku merasakan keningku berair, seperti keringat darah.
Kakiku masih terhimpit motor dan motor lain yang menabrakku. Baru tahu ternyata sudah banyak orang. Beberapa orang yang menggunakan seragam putih abu berdiri di depanku. Saat aku bagun, mereka melihat mataku dari balik kaca helm. Aku tidak tahu pasti bagaimana rupa mereka, yang jelas aku tidak kenal mereka. Aku berteriak, “angkat motornya cepat!”
Kecelakaannya ini begitu cepat. Tidak ada macet. begitu aku sadar aku langsung meminta lepas, aku segera menyeberang ke tepian walau ku tahu ini jalan raya yang banyak kendaraan melintas. Kendaraan-kendaraan yang pemiliknya kurasa lebih hangat itu hanya diam menonton. Mungkin mereka pikir anak-anak laki-laki yang berpakaian sama denganku ini adalah teman-temanku, padahal tidak.
Si penabrak itu baik-baik saja, sebenarnya dia menawarkan bantuan sebagai tanggung jawabnya. Tapi aku menolak, sungguh, ini begitu cepat. Waktu itu aku pikir aku akan baik-baik saja, nyatanya aku sampai tidak bisa masuk sekolah selama seminggu. Aku juga baru tahu luka-luka yang aku alami ini baru terasa beberapa waktu kemudian.
Rok bagian bawah robek terbelah sampai lutut. Lengan yang kugunakan untuk menahan tubuh saat jatuh itu juga robek. Jilbabku, semua-semuanya rusak. Gigiku sampai patah, tanganku berlubang, dan ada lecet dimana-mana. Tubuhku terimpit, hanya saja waktu itu aku merasa ini belum apa-apa dibandingkan perasaanku sebelum aku begini. Yaitu saat aku sedih dan stress memikirkan kelakuan teman-teman. Mereka melakukan hal-hal buruk, tapi mereka tidak bisa dikatakan jahat, tidak bisa dihindari. Orang-orang itu mengantarku pulang.
Seminggu setelah itu aku kembali ke sekolah, semua orang menceritakan tentangku. Sampai mereka tahu gigiku tidak utuh lagi. Aku harap dengan semua-semua ini pikiranku tidak lagi dibebani tentang orang-orang, aku tidak mau. Jangan sampai menganggap aku perempuan yang hina, karena itu adalah fitnah yang paling berat bagiku.
Cerpen Karangan: Suci Prima Ananda Lahir: september 1999