Aku hanya ingin tertidur tanpa memiliki beban Aku hanya ingin tertidur dengan ketenangan Aku hanya ingin tertidur dengan mimpi yang indah Itu saja hanya itu Kumohon pahamilah
“BYURR” Lagi lagi air dingin hujan menyapa wajahku. Sudah terbiasa. Aku hanya mengerjap. “Kerja woy kerja jam segini masih molor” bentak dimas kasar. Aku terduduk lemah. Matahari belum duduk di singgasananya. Dan aku baru tertidur 5 menit yang lalu. Jujur tulangku rasanya terobrak abrik.
Dimas menyeretku ke dalam kamarnya. Ini sudah kesekian kalinya. Dan aku terlalu lemah untuk melawan.
“Ratna!!” suara bu lina mendengung marah. Dadaku dibuat nyeri. “Sudah berapa kali aku katakan!! Jangan dekati dimas!! Dia anak baik” rasanya semakin nyeri isi dadaku. Air mataku hampir tumpah. “Kamu hanya budak disini!! Sama sekali tidak pantas dengan anakku!! Mulai sekarang jangan berani menyentuhnya!!” jujur ini semakin nyeri. “Maaf bu!! Saya tidak pernah mendekati dimas! Dia yang menyentuh saya!!” tamparan keras membentak di pipi. Entah sejak kapan air mataku tumpah. “Wanita sepertimu tidak pantas disentuh dimas!!” makiannya mendengung nyeri di telinga
Malam ini entah datang darimana angin ribut itu. Bu lina meraung di tengah rumah. Beberapa temanku berhambur memeluknya. Mengelus pundak, punggung dan rambutnya. Aku juga merasa seperti dikawal. Dua temanku juga menyandar dan menahan tubuhku. Aku ingin kesana. Sungguh aku sangat penasaran. Kucoba melangkah mendekat, namun kedua temanku maenahanku. Sekarang kuhempaskan tanganku dan mereka melepaskan. Aku berlari kedepan bu lina.
Hening. Raungan bu lina tertelan angin. Semua mata tertuju padaku. Kedua temanku terpaku di tempat. Aku seperti dihujam ribuan paku. Tatapan bu lina membuatku nyeri. “Berani beraninya kamu mendekati dimas!!. Dia anakku satu satunya. Kenapa kamu merusaknya?!” aku sama sekali tidak mengerti dengan murkaan bu lina. Aku hanya terdiam. “Dia putraku yang aku cintai. Kenapa dia harus bergaul dengan wanita sepertimu! Aku membesarkan dia dengan keringatku!! Kenapa kamu menularkan penyakit mematikan itu padanya!!” bagai terhantam batu. Kata kata bu lina menamparku. Penyakit menular? Mematikan? Dan sangat rawan diantara kupu kupu malam? Tidak mungkin!! Penyakit laknat itu!!
Lututku lemas. Aku tak sanggup menampung tubuhku. Disini hanya aku yang bergaul dengan dimas. “Sekarang juga!! Angkat kakimu dari sini!! Jangan pernah kembali!!”
Cahaya bulan purnama menyulam wajah piluku. Bintang berkedip seolah mengejekku. Suara gemericik angin menertawaiku. Desir angin bulan desember mencaciku. Aku kehilangan tempat berpijak. Di bawahku sungai mengalir deras. Akankah lebih baik jika aku melompat? Mungkin lebih baik jika aku tak dilahirkan. Sejak awal aku memang sendiri. Dan mungkin inilah akhirku dengan kesendirian. Menangis? Tak ada gunanya. Aku ingin tenggelam secepatnya dan tertidur dengan tenang segera mungkin. Kupejamkan mataku. Kurasakan angin yang memainkan tubuhku. Aku tersenyum dan tubuhku mulai terasa ringan.
Cerpen Karangan: Mutiara Hati Blog / Facebook: Mth