Namanya kintan berlian. Dia anak semata wayang dari ayah dan ibunya. Pagi itu ibu membangunkan kintan untuk sholat kemudian beranjak ke sekolah, setelah selesai berpakaian rapi, bersandang tas dan terakhir memakai sepatu. “kintan.. ayo nak sarapan dulu” ibu menyuruhnya untuk segera bersarapan. “udah telat bu, minta bekalnya aja” kintan menjawab dengan terburu buru. Setelah mengambil bekal dan berpamitan dengan ibu kintan mengambil sepeda yang terparkir di depan halaman rumah. “bu… kintan pergi sekolah dulu ya bu.. assalamualaikum bu” kintan berpamitan sambil bersalaman dan mencium ibunya. “iya nak waalaikumsalam. Hati hati ya kintan, belajar yang rajin atuh anak ibu”. Kintan tersenyum manis kepada ibunya dan mulai mengayuh sepedanya dengan sangat cepat.
Pagi ini kintan terlambat bangun. biasanya ayahnya yang mengantar ia ke sekolah, tetapi ayahnya sedang tugas di luar kota jadi mau gak mau ya harus naik transportasi yang menguras tenaga. setelah sampai sekolah ia diantar ternyata gerbang sekolah sudah ditutup “aduh, kok udah ditutup sih,” sedih dan lelah yang kintan rasa saat itu, kintan terlambat pagi itu. “pak satpam! Bukain dong, kintan mau masuk” kintan memohon untuk bisa masuk. “ayo masuk kintan”. pak satpam membuka gerbang sekolah. “iya pak, makasih banyak pak”.
Sesampainya di kelas, proses pembelajaran sudah dimulai. Hari itu bu devi yang masuk, dia adalah guru matematika. Seluruh murid serius mengikuti pelajaran bu devi. aku takut tapi aku berusaha memberanikan diri. tok,.. tok… tok. kintan mengetok pintu “assalamualaikum permisi ibu!”. Semua orang menatap kintan dengan penuh keseriusan apalagi bu devi. “waalaikumsallam, kenapa kamu telat?” bu devi bertanya dengan cetus, “mm, aaf bu saya telat, saya telat bangun bu” kintan menjawab pertanyaan bu devi. “itu bukan alasan yang tepat untuk saya, saya juga sudah memberitahu kepada kalian semua, jangan pernah telat di pelajaran saya jika ada yang telat kalian bakal dapat hukuman dari saya” air matanya mulai berkaca kaca, kintan pasrah menerima hukuman yang diberikan bu devi. Biar bagaimanapun kintan telah melanggar peraturan bu devi selaku guru bidang studinya. “sekarang kamu berdiri di tengah lapangan dan angkat kakimu satu”. dengan langkah pelan pelan kintan melangkahkan kakinya kearah lapangan. “ayo cepat!” bu devi guru yang kejam, namun dia ingin semua muridnya disiplin dan selalu menaati peraturan sekolah.
Kintan berdiri di tengah lapangan sudah 20 menit, dia mulai kelelahan ditambah dia belum sarapan. Tetapi kintan masih terus berdiri tegak, teman temannya yang melewati lapangan selalu menunjuk nunjuk dirinya dan menertawakan dirinya. “kasian banget kintan, dihukum sama bu devi” kata riska, dia ingin menolongnya tapi karena tahu guru yang menghukunya adalah bu devi, riska mengurungkan niatnya untuk tidak menolong kintan dan kemudian memilih pergi.
Tiba tiba bu devi menghampirinya “sudah, hukuman kamu sudah selesai sekarang kamu boleh istirahat, kamu jangan terlambat lagi kintan jika kamu terlambat ibu akan hukum kamu lebih berat” tegas bu devi. “iya bu saya janji tidak akan terlambat lagi”.
Setelah selesai hukumannya dia masuk ke kelas. Dan sampai di kelas teman temannya menertawakan dirinya. Kintan heran dengan kelakuan temannya yang tiba tiba menertawakannya. “kenapa mereka? apa ada yang salah yah sama diriku ini” kata kintan dalam hati, namun lagi lagi kintan hanya mengabaikannya saja. “hey! Kamu kok gak marah sih sama mereka? mereka itu jahat loh, selalu saja kamu diam jika diperlakukan seperti itu” riska yang tiba tiba datang mendekati kintan. Kintan kaget karena gak biasanya ada teman yang mau mendekatinya apalagi mengajak dia mengobrol gitu, “eh kamu, kok tiba tiba ngomong gitu?” jawab kintan yang masih kaget mellihat riska yang tiba tiba baik dengan dirinya, kintan tidak mempunyai teman di sekolahnya. Kintan adalah anak yang paling pendiam dan kurang dengan pergaulan, namun dirinya adalah anak yang rajin. “sudahlah aku tidak apa apa, aku kan selalu seperti ini, selalu diejek dan dihina tak pernah benar dalam semua hal, tapi aku yakin kok kalian semua adalah orang yang baik” kintan menjawab kemudian ia tersenyum kepada riska. “kamu orang yang baik ya kin, semua orang salah menilaimu. Sudah sejak lama aku mengingikan seorang teman sepertimu namun aku takut untuk mengungkapkannya kepadamu” riska mengungkapkan seluruh isi hatinya kepada kintan sambil senyum senyum manis gitu. Kintan tambah heran, namun dia sangat bahagia karena masih ada orang yang baik seperti riska yang mau menjadi temannya bahkan mau menjadi sahabatnya. “iya aku mau kok jadi sahabatmu riska, makasih ya karena kamu udah mau jadi sahabatku”. Setelah beberapa menit berfikir akhirnya kintan pun mau menjadi teman riska. Hari itu adalah hari yang sangat bahagia bagi kintan yaa.. walaupun tadi sempat ada masalah, itu bukti bahwa Allah itu maha adil.
Setelah tiba di rumah kintan meletakan sepedanya di halaman rumah, “assalamualikum bu kintan pulang”. “waalaikumsallam anakku, ayo ganti bajumu setelah itu sholat dan makan ya nak” itu yang setiap hari ibunya lakukan terhadap kintan mengatur kegiatan kintan di rumah karena ibumya saangat menyayangi dirinya daripada ayahnya.
Keesokan harinya. Pagi sekali kintan sudah sampai di sekolah karena takut dengan kejadian yang kemarin, pagi ini juga bu devi masuk kekelasnya. Bel belum bel namun tiba tiba saja bu devi masuk ke kelas dan memberitahukan tentang pengumuman ajang lomba olimpiade matematika yang diselenggarakan oleh pemerintah. “oke semua ibu akan memberitahu tentang olimpiade matematika, untuk kalian yang ingin mengikuti olimpiadenya tolong melapor ke ibu sekarang juga”. “hey kintan, kok melamun sih, kenapa? kamu ingin ikut ya?” riska melihat kintan yang melamun. sesungguhnya riska mengetahui isi hati sahabanya itu. “emm, gimana ya? Aku takut ka, nanti aku tidak dihargai lagi, pasti mereka menertawakanku”. “sudahlah kenapa mesti takut, ayo ini saatnya kamu menunjukan ke mereka kalau kamu bisa melebihi mereka. Jangan takut disini ada aku kok yang selalu support kamu kintan” riska berusaha menyemangati kintan, dan semoga kintan mau ikut dan berani.
Dan akhirnya usaha riska berhasil untuk meyakinkan kinta, tiba tiba saja dia mengaungkan tangannya “saya bu, saya ikut“. Semua orang terkejut dengan keberaniannya itu jangankan teman temannya bu devi saja hampir tidak percaya dengan keberanian kintan, kintan adalah anak yang paling diam dan paling malu di kelasnya jadi wajar saja jika semua orang terkejut dia juga sering salah jika mengerjakan tugas dari bu devi, bu devi juga sering memarahi kintan. “kamu yakin kintan? kamu bisa?” bu devi seperti orang yang tidak percaya bahwa kintan mampu mengikuti olimpiade tersebut, karena di pelajaran matematika ini dia adalah siswa paling lemah untuk menerima pelajaran ini, bahkan kintan selalu salah di pelajaran matematika ini. Kintan hanya terdiam tak menjawab satu kata pun. “oke ya sudah, kamu ikut kintan”. Akhirnya bu devi membolehkan kintan mengikuti olimpiade itu walaupun banyak keraguan yang masih terbesit di hati bu devi.
Hari ini adalah hari minggu, dimana olimpiade matematika dilaksanakan. Pagi itu kintan sangat ceria dan semangat, dia didampingi ayah, ibu dan riska sahabatnya. “ayo semangat kintan, kamu pasti bisa” kata sahabtnya yang selalu mendukung dan yang menemani saat dia mempersiapkan olimpiade ini jauh jauh hari. “iya nak, kamu pasti bisa” kata ayah kepada kintan dan ibunya memeluk kintan. Setelah beberapa jam kemudian kintan keluar dari aula olimpiade. Esok hari baru diumumkan hasil olimpiadenya.
Hari senin pagi, seluruh murid berbaris di lapangan untuk mendengarkan pengumuman olimpiade matematika. Riska mencari kintan. “mana sih kintan, lama sekali dia datang”.
Acara pun dimulai oleh seorang guru. “oke saya akan mengumumkan hasil olimpiadenya yang jatuh kepada seorang siswa yang tidak disangka sangka, beri tepuk tangan kepada kintan berlian!!! beri tepuk tangan yang keras kepada kintan, dia adalah siswa terhebat kita dia adalah teman terhebat kita”. Deg!! bu devi kaget murid yang selama ini dia hukum dan dia marahi ternyata murid yang sangat cerdas. “ayo kepada kintan dipersilahkan mengambil hadiahnya” sudah berulang kali namnya disebut namun dia tak kunjung datang, “kintann.. kintan kemana sih? Ditelfon juga gak aktif” bu devi pun menghampiri riska yang sedang khawatir “kemana kintan ris? Kamu tau dimana dia kan?” bu devi juga mencari kintan. “gak tau bu dari tadi saya cari dia, tapi dia enggak datang datang bu, dan saya sudah mengubunginya, gak aktif hp nya bu” mereka mulai khawatir, sudah mencoba menghubungi kedua orangtuanya namun hasilnya sama, kintan tiada kabar.
Setelah 3 hari tiada kabar, akhirnya riska pun mendapatkan kabar dari kedua orangtuanya. “hallo assalamualaikum nak, ini ibunya kintan”. “iya bu waalaikumsalam, dimana kintan bu? kintan baik baik saja kan bu? kintan dapat juara 1 bu di olimpiade matematika yang kintan ikuti. Kintan berhasil mengalahkan semua sekolah, dia anak yang cerdas bu dia berhasil bu. dia bisa buktiin ke kita bahwa dia bisa jadi orang yang dihargai” namun bu nadia ibunya kintan hanya terdiam mendengarkan riska berbicara, suara tangis yang kintan dengar dari seberang telepon, “ibu kenapa? ibu kok nangis? harusnya ibu bahagia”, perasaan kintan tidak tenang rasanya ia juga ingin menangis. “nak, kintan udah pergi ninggalin kita semua, dia udah tenang disna”, “maksud ibu apa, ibu kok ngomong gitu.” “iya kintan setelah olimpiade dia jatuh sakit, dan langsung dilarikan kerumah sakit, dia koma selama 2 hari, dia mempunyai sakit leukemia, sejak kecil ia sudah punya penyakit itu, dan akhirnya kemarin dia merasa lega dia sudah bisa sembuh dari penyakitnya, dia sudah tenang. Sebelum dia koma dia sempat bilang ke ibu sampaikan salam sayangnya kepada riska, ia sangat menyayangimu nak”. air mata riska terus mengalir, dan dia masih gak percaya kalau kintan udah pergi ninggalin dia. “Dia adalah anak yang baik nak, lemah lembut dan gak pernah buat orang sedih bahkan sakit hati dia juga gak pernah menceritakan semua masalahnya sama ibu, dia gak mau liat ibu sedih. Ibu sudah tau yang sebenarnya dia di sekolah tidak baik baik saja namun kebalikan dari itu semua, ibu sangat kehilangannya nak..” Dan sambungan teleponpun terputus. riska masih terus menangis keemudian riska memberi tahu ini semua kepada bu devi.
Bu devi menyesali perbuatannya itu kepada kintan. “kintan maafin ibu nak, ibu gak pernah anggap kamu benar ibu melihatmu dari sebelah mata nak”. tangis bu devi pecah. “Ibu gak akan pernah memaafkan diri ibu sendiri. Maafin ibu ya nak, ibu menyesal. Kamu adalah anak yang baik nak!, kamu adalah anak yang cerdas kamu adalah anak yang hebat. Ibu menyayangimu nak”. Ia duduk di sebelah makam kintan sambil menangis histeris..
Cerpen Karangan: Halimah Tusa’diah Blog / Facebook: Halimah Tusadiah nama saya halimah tusadiah saya berumur 16 tahun saya tinggal di jalan pasar 5 tembung dusun 12 medan man 2 model medan