Siang itu, cuaca sangat cerah. Waktu sudah menunjukan pukul 13:00, itu menandakan bahwa Andaka harus pergi ke kampus untuk kuliah siang. Andaka segera bergegas untuk berkemas sebelum pergi ke kampus. Ia memasukan satu buku dan laptop yang penuh dengan berbagai macam sticker ke dalam tas ransel berwarna coklat muda yang lusuh dan kumuh. Saat Andaka hendak menyalakan motornya, tiba-tiba smartphone yang ia simpan di saku celana belakang berbunyi berkali-kali. Namun, Andaka tidak menghiraukannya karena ia sedang terburu-buru berangkat ke kampus.
Sesampainya di kelas, Andaka mengambil smartphone miliknya dari saku celana belakang. Ia lagi-lagi mendapati sebuah notifikasi baru dari smartphone-nya. Setelah ia lihat, rupanya notifikasi tersebut dari sang kakak yang mengirimkan 5 pesan. Namun, Andaka tidak menghiraukannya lagi, ia tidak membalas pesan kakanya dan memilih untuk mematikan smartphonenya karena merasa terganggu.
Beberapa saat, tiba-tiba seorang pria paruh baya mengetuk pintu kelas tiga kali dan mengucapkan salam 2 kali. Mendengar tersebut, semua yang ada di ruangan kelas segera duduk ke tempat masing-masing dan menjawab salam. Kemudian, pria itu meminta semua yang ada di kelas untuk mengumpulkan tugasnya. Semua teman kelasnya bergegas berjalan ke depan sambil menenteng selembar koran dan kertas folio yang sudah penuh dengan tulisan tangan, lalu mereka menaruhnya di atas meja.
Sementara teman-temannya mengumpulkan tugas, Andaka hanya duduk santai di pojok kanan belakang dengan menyilangkan kedua kakinya ke depan dan menaruh kedua tangannya di belakang kepala bak seorang bos yang sedang memantau anak buahnya. Ia sama sekali tidak mempedulikan tugas yang harus dikumpulkan itu.
“Andaka, mana tugas kamu? tugas kamu sudah 4 kali pertemuan kosong. Sebentar lagi UTS, kalau kamu tidak juga mengumpulkan tugas sebelum UTS, nilai kamu bisa D, itu artinya kamu harus ngulang mata kuliah saya semester depan” ucap dosen dengan nada jengkel. Andaka tidak menggubris apa yang telah diucapkan oleh dosennya, ia hanya menganggukan kepalanya untuk membuat dosennya diam dan tidak terus-menurus mengomelinya.
“And, sampai kapan lu malas mengerjakan tugas? Kita sudah semester akhir, lu mau lulusnya makin lama?” “Gatau Za” “Ayah lu bakal sedih lihat lu terus-terusan terpuruk begini And, lu harus jadi orang kuat, jangan biarkan ayah lu sedih disana, lu harus bisa buat ayah lu bangga, lu harus jadi orang sukses” Mendengar ucapan Reza, hati Andaka mulai sedikit terbuka. Andaka mulai menyadari bahwa selama ini ia benar-benar tidak peduli dengan kuliahnya.
“Andaka Dwi Riyan maju ke depan, saya mau bicara dengan kamu” tiba-tiba dosen memanggil Andaka dengan nada tinggi. Andaka mulai melangkahkan kakinya menuju meja dosen.
“Andaka, kenapa lagi-lagi kamu tidak mengerjakan tugas yang saya kasih?” Andaka tetap menutup mulutnya dan tidak memberikan alasan kenapa ia tidak mau mengerjakan tugasnya. “Saya memberi tugas juga tidak sulit, sangat mudah Andaka! Semua teman kamu juga mengerjakan. Saya hanya meminta kamu untuk mencari jenis berita, lalu kamu simpulkan berita itu dengan bahasa kamu sendiri dan tulis di kertas folio, kamu bisa cari berita kematian, berita banjir, longsor atau berita apapun di internet atau di koran! Gitu saja kau tidak bisa!” ucap dosen dengan tegas kepada Andaka yang sejak tadi mengabaikan ucapannya.
Berita kematian, mendengar kata tersebut, Andaka mulai merasa kesal dan tidak nyaman dengan kata yang dilontarkan dosennya tersebut. Raut wajah dan matanya mulai memerah. Tangannya mengepal dengan kuat seperti orang yang siap menghantam tubuh dosen. Matanya melirik ke arah kiri atas, seolah sedang mengingat suatu kejadian buruk.
“Saya tidak mau membaca berita kematian, Pak!” Andaka menjawab ucapan dosen dengan penuh amarah. Lantaran kesal, Ia memilih untuk pergi meninggalkan kelas sebelum kepalan tangannya menghantam wajah dosen.
BRUKKKKK
Andaka membanting pintu terlalu kencang saat keluar dari kelas, hingga membuat kaget seisi ruangan. Dosen dan temannya hanya terdiam dan mengeluskan dada melihat perilaku Andaka yang tidak sopan itu.
Setelah kematian ayahnya, Andaka memang sering sakit hati ketika mendengar kata berita kematian. Ia bahkan kesal ketika mendengar orang lain mengucapkan kata tersebut.
Dulu, satu hari setelah kematian ayahnya, ia mendapati koran harian lokal yang meberitakan soal kematian ayahnya. Dalam koran tersebut tertulis bahwa ayahnya mati bunuh diri dengan menggunakan pisau tajam lantaran depresi berat. Sontak berita tersebut membuat Andaka kesal dan marah, karena kejadian yang sebenarnya adalah ayahnya dibunuh oleh orang yang tidak dikenal pada saat ayahnya sedang duduk di ruang tamu.
Melihat berita palsu tentang kematian ayahnya, membuat Andaka menjadi trauma untuk membaca berita dari koran. Ia tidak pernah mau membaca semua berita yang ada di koran. Ia menganggap bahwa semua berita yang ada di koran itu tidak benar.
Setelah keluar dari kelas, Andaka memutuskan pulang ke rumah, karena merasa hari itu sangat kacau dan melelahkan.
Sesampainya Andaka di rumah. Ia melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi memakai jaket hitam dan sepatu kets kulit hitam sedang berdiri di ruang tamu sambil memandangi foto ayahnya. Perlahan Andaka mulai mendekati laki-laki tersebut. Sebelum Ia menepuk punggungnya, laki-laki itu membalikan badanya. Andaka terkejut karena ternyata laki-laki itu adalah Abrar, kakak satu-satunya Andaka.
“Ngapain ke sini mas?” Tanya Andaka dengan penuh rasa penasaran. “Sejak pagi aku sudah mengirimkan pesan, rupanya kamu belum baca?” Abrar tersenyum menyeringai karena ternyata Andaka belum tau maksud kedatangannya ke rumah. Sejak pagi, Andaka memang mengabaikan pesan dari kakaknya, Ia merasa sudah membenci dengan kakaknya sendiri karena kakanya jarang sekali memberi kabar, bahkan jarang pulang ke rumah setelah kepergian ayahnya.
“Mas mau ngomong sesuatu And” “Ngomong apa mas?” “Selama ini mas merasa bersalah, mas tau mas sudah salah besar, mas khilaf” “Kenapa mas?” “Yang membuat berita palsu itu mas sendiri And, mas benar-benar minta maaf, mas benar-benar kesal waktu itu sama ayah, akhirnya mas memutuskan untuk membuat berita palsu kematian ayah” Mendengar penjelasan Abrar, Andaka menangis histeris. Andaka benar-benar tidak menyangka kakanya yang membuat berita palsu kematian ayahnya.
“Kenapa mas? kenapa kamu jahat sama ayah?” “Tega sekali kau mas membuat berita palsu kematian ayah! Dasar Jurnalis gadungan!” teriak Andaka sambil melemparkan tas ransel coklat miliknya. “Apa salah ayah mas? itu ayah kita mas” Andaka mulai menangis histeris lagi.
Hari itu memang benar-benar hari yang buruk bagi Andaka. Kedatangan Abrar membuat Ia semakin terpuruk. Selama ini, hidupnya tak berdaya dan tak punya harapan. Kepergian ayahnya yang dibunuh oleh orang yang tidak dikenal sudah membuat dunia Andaka hancur. Terlebih, mendengar orang yang membuat berita palsu kematian ayahnya adalah kakaknya sendiri. Hati Andaka menjadi hancur berkeping-keping.
“Dia bukan ayahku, selama ini ayah tidak menganggap aku, dan tidak sayang aku” “Dari dulu, ayah sering membandingkan aku dengan kamu. Ayah tidak menyukai pekerjaanku sebagai jurnalis, tapi ayah selalu membanggakan kamu, tentu ini tidak adil And!” Abrar berteriak seperti orang kerasukan.
Abrar membuat berita palsu lantaran ia kesal dengan ayahnya karena ayahnya tidak pernah suka dengan pekerjaan Abrar sebagai jurnalis dan Ayahnya selalu membandingkan Abrar dengan Andaka.
“Waktu itu, aku juga yang membunuh Ayah” Abrar dengan bangga dan puas menjelaskan kebenarannya kepada Andaka. “Ayah benar-benar kesal denganku karena aku tidak juga berhenti dari kerjaanku sekarang. Waktu itu, ayah hampir membuatku celaka, jadi aku bun..”
“Maaf mas, aku juga harus membunuh kamu sekarang” Andaka menancapkan pisau ke tubuh Abrar dari belakang lantaran sakit hati karena kakanya lah yang juga membunuh ayahnya.
Cerpen Karangan: Aas Asmiyati Blog / Facebook: aswriting.web.id