Manik hitam menatap lekat ke bawah sana, biru laut yang terlihat indah. Tapi apakah keindahan juga ada di dalamnya? Dia menginginkan sebuah hiburan, mungkin saja ‘kan keindahan dalam laut bisa menghilangkan beratnya beban?
Menghela napas panjang, dia kini menatap cerahnya langit. Ah, sepertinya langit sedang berbahagia sekarang. Buktinya saja warna biru itu benar-benar terang. Meski laut dibawah jembatan yang dipijakinya terlihat biru kelam.
Menjambak rambut frustasi, dia mengerang kembali. Kenapa hidupnya begitu melelahkan?! Persetan dengan hidup memang tidak mudah, dia ingin sebuah ketenangan. Haruskah dia melompat dari sini untuk itu?
“Ayolah, bersabar sedikit! Mau dikamanakan mimpimu?” “Jangan menjadi pecundang dengan mengakhiri semuanya, bodoh!” Persetan dengan kata-kata temannya, dia memegang ujung jembatan. Mulai melewati pembatas itu dengan kaki yang gemetar. Harap-harap jatuh nanti tidak menimbulkan sakit.
Dia berhenti untuk sebentar, menoleh kepada sosok yang baru saja menepuk bahu lebarnya. Ditatapnya manik cantik milik perempuan itu, “Ingin bergabung?” tawarnya begitu melihat lelah kentara pada raga dan jiwa sosok didepannya. Mungkin saja perempuan itu ingin sebuah ketenangan juga ‘kan? Lihat saja maniknya yang kelelahan, lingkaran hitam di bawah mata cantiknya itu bergitu kentara. Apalagi, dia seperti sama-sama putus asa. Perempuan cantik itu mengangguk sebagai jawabannya. Baguslah, dia memiliki kawan baru sekarang.
Perempuan itu ikut beralih mendekat ke laki-laki di hadapannya yang tina-tiba mengajaknya untuk menyelami keindahan laut biru bersama. Laki-laki itu memegang erat pembatas jembatan, menarik napas dalam-dalam.
“Kau takut?” suara parau itu tertangkap sampai ke telinga sosok yang baru saja ditemuinya. Yang ditanya menoleh, “Tidak.” Dia terkekeh, surai panjangnya beterbangan kesana-kemari. “Katanya ada keindahan disana.” “Kata siapa?” “Bisikan-bisikan itu yang bilang.” “Apa katanya?”
Manik cantik itu tertutup bebrapa saat, mengingat kalimat yang terus bersuara di dalam kepalanya berulang-ulang kali sampai membuatnya frustasi. “Lompatlah, selami lautan dengan jutaan keindahan. Bagaimana menurutmu?” dia menoleh, wajah tirus dan pucatnya menanti sebuah jawaban. “aAku tak punya alasan untuk bertahan. Jadi, menyelami keindahan yang kamu bilang itu kini menjadi satu-satunya tujuanku.”
Tangan perempuan itu meraih tangan dingin milik laki-laki disampingnya, menggenggamnya erat. “Pejamkan matamu, kita akan pergi.”
Laki-laki yang sama-sama diambang asa tersebut hanya mengikuti perintah. Dia juga sudah lelah dengan dunianya. ‘Maaf, aku akan menjadi pecundang untuk terakhir kalinya.’
Mata keduanya terpejam. Tubuh mereka bak sebuah kapas yang melayang-layang. Ringan, sepertinya beban mereka ikut terbang dan pergi mencari pengganti untuk dihinggapi. Sama-sama tak sabaran menanti keindahan yang mereka impikan. Mereka berakhir mendapatkan apa yang mereka inginkan, sebuah kindahan dalam kelamnya lautan, kebagiaan yang sejak dulu mereka harapkan. Mereka akan bertahan disana, bersama-sama berbahagia.
Cerpen Karangan: Pleiades Blog / Facebook: Zatsy Al-qaff Zahwa Tsuroyya, 15 tahun.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 14 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com