Malam itu mata Aliya tak bisa terpejam, dia sudah berusaha menutup matanya rapat-rapat namun hasilnya nihil, dia tetap saja tidak bisa tertidur, tubuhnya mendadak lemas, lunglai dan panas dingin. Seakan ada yang mengganjal di hatinya, dia pun terus bertanya pada dirinya sendiri “Ada apa ini? Ada apa denganku?” Kata Aliya.
Suara jam dinding kian mengusik ketenangan Aliya dan seiring berjalannya waktu hari pun semakin malam, jam dinding menunjukkan pukul 23.00 WIB namun Aliya tetap saja tak kunjung tertidur.
“Dik, kok masih belum tidur? Ini sudah malem loh.” tanya Ibu Aliya yang selalu mengecek kamar anak kesayangannya setiap malam. “Gak bisa buk, gak ngerti juga kenapa. Tapi serasa ada yang mengganjal.” Jawab Aliya. “Ayo ambil wudhu dulu, terus bawa merem biar bisa tidur.” kata ibu Aliya. “Iya bu.” jawab Aliya singkat.
Aliya bergegas mengambil wudhu dan merasakan dirinya cukup tenang, namun tidak berjalan lama, rasa cemas itu semakin menjadi-jadi. Aliya memutuskan untuk berdoa kepada Allah SWT meminta ketenangan dan akhirnya Aliya pun bisa tertidur, namun dalam tidur itu Aliya melihat wajah orang yang sangat ditauladaninya dengan jelas, wajah itu tersenyum dan sangat indah dilihat, wajahnya bersih dan bersinar terang. Ya benar, orang itu adalah gurunya. Guru yang telah lama dia rindukan, guru yang paling dia idolakan.
Dalam keadaan tubuh berkeringat dingin, Aliya pun terbangun dan berceletuk “Ooo ternyata ini yang mengganjal dari tadi, saking kangennya aku sama guruku, sampe kebawa mimpi.” kata Aliya dalam hati.
Layaknya kaum generasi millenial yang selalu memegang gawai dimanapun dan kapanpun, setelah terbangun Aliya langsung memegang gawainya dan terlihat di layar gawai saat itu sudah pukul 01.00 WIB, Aliya yang setengah sadar itu mendadak ingin membuka facebook, sosial media kegemarannya. Sebagai pengguna setia facebook, mengetahui seluruh fitur facebook adalah suatu keharusan, dan Aliya pun sangat tahu fitur-fitur yang ada di facebook tersebut, terlebih lagi fitur kenangan yang dimana bisa melihat kenangan apa saja yang terjadi pada tanggal itu di tahun-tahun yang lalu.
Aliya segera membuka fitur kenangan itu dan mendapati ada salah satu komenan gurunya yang isinya kurang lebih seperti ajakan untuk bertemu. Seketika itu Aliya semakin merasa rindu pada gurunya itu, tapi Aliya tidak bisa berbuat banyak mengingat saat itu terjadi pandemi yang mengharuskan dirinya berdiam diri di rumah. Sungguh sangat disayangkan, ajakan itu ia tolak, padahal dia sendiri sangat rindu dengan gurunya tersebut, namun lagi-lagi pendemilah yang dia jadikan alibi untuk menunda pertemuan.
Kring.. Kring.. Kring.. Suara alarm berbunyi, itu artinya sudah pukul 02.30 WIB, jadwal Aliya sholat tahajud, namun karena saat itu Aliya tidak dapat sholat maka Aliya memutuskan untuk tidur kembali seraya berdoa semoga pandemi ini segera berlalu dan Aliya dapat bertemu dengan gurunya tersebut.
“Dik.. Dik..” suara Ibu Aliya yang berusaha membangunkan Aliya. “Kenapa buk?” jawab Aliya. “Itu daritadi HPmu bunyi terus.” jawab Ibu Aliya.
Aliya yang setengah sadar berusaha mencari HP yang dia sendiri lupa dia letakkan dimana. Sambil meraba-raba kasur Aliya tak juga menemukan HPnya, dan ternyata HP itu ada di pojok kasur tertutup dengan selimutnya. Aliya langsung mengambil HP itu dan langsung mengeceknya, dan ternyata ada empat orang mengisi chat bar whatsApp Aliya disertai 6-8 pesan di setiap chatnya, ada juga pesan grup dan empat panggilan tak terjawab yang rata-rata masuk pukul 04.15 WIB.
Aliya langsung membukanya satu-persatu, dan Aliya langsung tertegun melihat kata yang terlihat jelas adalah kata innalillahi wainnailaihirajiun, sambil pelan-pelan membaca lanjutan chatnya, dia langsung terdiam, dia beranggapan bahwa ini hanyalah mimpi, mungkin saja mimpi dia tadi malam belum selesai, dengan tubuh yang berkeringat dingin Aliya berusaha menenangkan dirinya. “Enggak, gak mungkin, ini cuma mimpi.” kata Aliya berusaha menenangkan dirinya.
Tangan Aliya yang mendadak bergetar mencoba untuk membuka satu persatu pesan dari chat yang masuk, lagi-lagi isinya innalillahi wainnailaihi rajiun, dan lebih mengejutkan lagi ada foto gurunya terpampang jelas disana, foto itu diikuti rangkaian kalimat “telah meninggal dunia…” Aliya semakin tidak percaya, pesan chat yang masuk tiada hentinya berisi kabar duka dan itu seakan menghajar dirinya tanpa henti.
Aliya dibuat semakin tidak berdaya ketika teman dekatnya mengirim VN (Voice Not) yang berisi “Al yang tenang ya, sabar, nangis gapapa, aku tahu perasaanmu sekarang”, voice not itu dikirim teman dekatnya mengingat pesan chat dan telfon temannya dia abaikan. Dia benar-benar hancur seketika, dia tidak berdaya, dia sulit menerima kenyatan bahwa guru yang selama ini dia rindukan benar-benar telah pergi meninggalkan dia untuk selamanya. Rindu yang selama ini dia pendam tidak akan pernah terbayarkan, habis sudah harapannya, dan gagal sudah rencananya untuk bisa bertemu dengan guru kesayangannya itu.
Aliya menyesal, Aliya terus saja menyalahkan dirinya, andai saja dia penuhi permintaan gurunya itu, andai saja Aliya tidak menunda-nunda pertemuan, tentu saja Aliya masih bisa melihat gurunya setidaknya satu kali sebelum perpisahan itu terjadi. Aliya yang masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri tiada henti memohon maaf pada gurunya yang bahkan gurunya sendiri tidak dapat mendengar permohonan maafnya lagi. Air matanya terus saja mengalir dan dibarengi dengan rasa penyesalan dan kesedihan yang mendalam.
Ibu Aliya yang mengetahui kepergian guru kesayangan anaknya itu langsung memeluk Aliya dan berusaha menenangkannya, Ibu Aliya tahu sendiri kedekatan anaknya dengan guru kesayangannya itu layaknya anak dan ayah, guru kesayangan anaknya memang baik, guru tersebutlah yang mengenalkan dunia organisasi kepada anaknya, guru tersebutlah yang membentuk anaknya menjadi pribadi yang baik, guru tersebutlah yang selalu ada disaat anaknya membutuhkan bantuan. Ibu Aliya juga turut sedih mendengar kabar duka ini namun Ibu Aliya berusaha tegar dan mencoba menegarkan Aliya agar Aliya bisa tabah dan sabar menerima takdir, Ibu Aliya memberikan wejangan kepada Aliya agar Aliya tidak menangis dan mengikhlaskan guru kesayangannya itu untuk pergi dengan tenang.
Seiring berjalannya waktu, Aliya terus berusaha menabahkan dirinya, dia berusaha mengikhlaskan kepergian guru kesayangannya itu, dan dari kejadian itu lah Aliya mulai menyadari suatu pelajaran kehidupan yaitu pelajaran bahwa dia tidak boleh menunda-nunda pertemuan, dan harus menunjukkan rasa sayang pada orang yang dia sayangi sebelum kasih sayang itu tidak bisa lagi dia lakukan.
Cerpen Karangan: Putih Amalia Blog / Facebook: Putih’Amalia
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com