“Gi!” ku sapa temanku, Gia Saksono. “Ada apa, An?” Gia menjawab sambil bertanya. “Oh tidak ada apa-apa. Aku hanya bertanya, kamu sudah mengerjakan PR Matematika?” aku balik bertanya. “Sudah dong.” jawab Gia singkat. “Ayo, kita segera ke kelas! Bu Mita sudah di kelas!” ajak Gia. “Ayo.” jawabku singkat.
“Gia, kamu kenapa sih ngeliatin buku latihan Matematikaku? Kamu nyontek, yah?” tanyaku saat aku dan Gia mengerjakan soal latihan matematika. “Tidak.” jawab Gia singkat. Aku segera menutup buku latihan matematika ku. “Anna, kenapa latihan matematikanya ditutup!” Gia marah-marah kepadaku. Aku menjawab dengan lantang, “Hei! Kamu yang nyontek latihan matematika ku, kan!” amarahku semakin meningkat.
“Ada apa, ini?!” Bu Mita segera membuat hening kelasku. Yang awalnya berisik, menjadi hening seketika. “Gia, kamu kenapa berantem dengan Anna?” Bu Mita bertanya pada Gia. “Ehhh…” Gia tak bisa menjawab. “Gia nyontek latihan matematika saya, bu!” aku memotong pembicaraan Gia. “Gia! Apa itu betul!” tanya Bu Mita dengan suara yang nadanya lebih tinggi. “Eh…. Iya bu.” jawab Gia. Maafkan aku Gia, tapi aku tak suka dengan sifatmu. Aku berkata dalam hati. “Gia, kamu saya hukum! Tulis latihan matematika nomor satu dan dua! Harus dengan latihan matematika mu!” Bu Mita menghukum Gia. “Iyah, bu…” jawab Gia dan maju ke depan sambil membawa latihan matematikanya.
Aku kembali melanjutkan latihan matematika ku.
“Oke anak-anak, koreksi latihan matematika kalian! Waktu sudah habis!” sahut Bu Mita sepuluh menit kemudian. Syukurlah, aku sudah selesai mengerjakan latihan matematika ku. Sedangkan Gia hanya berekspresi cemas di depan kelas. Aduh, maafkan aku, Gia. “Oke, Gia kamu nomor satu dan dua! Sedangkan Farah nomor tiga! Zakri nomor empat! Faisal nomor lima!” ujar Bu Mita. Semua murid yang dipanggil maju ke depan. Satu persatu murid mengerjakan soal.
Pulang sekolah… Sebenarnya, aku sering pulang bareng bersama Gia. Mungkin ia masih marah soal masalah tadi pagi. “Gia….” panggilku dengan pelan. Aku berada dibelakang Gia. Gia masih tak menoleh dan diam seribu bahasa. “Gia, aku kan enggak tahu.. Aku kesel ajah sama sifat orang suka menyontek..” aku kembali berbicara. Tidak ada jawaban. “Ya sudah Gia, kalau kamu enggak mau berbicara denganku, ya sudah..” aku berbicara lalu pergi meninggalkan Gia. Aku tak yakin Gia menoleh ke arahku.
Aku berbaring di tempat tidurku. Aku memikirkan ide yang bisa membuat aku berbaikan dengan Gia.. Aha! Aku punya ide!
Aku berjalan menuju rumah Gia. Muda-mudahan ide ini bisa berhasil. “Permisi! Assalamualaikum!” aku menyapa Gia. Sayang, yang keluar adalah ibu Gia. “Oh, Anna… Seharian ini Gia gak sama kamu. Kamu lagi berantem yah sama Gia?” Ibu Gia bertanya dengan ramah. “Iya, tante…. Boleh enggak aku masuk?” “Oh… Boleh, kok..” jawab Ibu Gia.
Ibunya mengantarku sampai ke kamar Gia. “Gi.. Ini ada Anna, nih.. Masa kamu cuekin sih?” Ibu Gia memanggil Gia sambil menggedor-gedor pintu kamar Gia. Gia membukakan pintunya. “Iya. Masuk aja.” Gia menjawab dengan ketus. Tak apa lha.. “Tante tinggal dulu yah, Anna..” sahut Ibu Gia. “Iya tan.” jawabku singkat.
Aku segera mengeluarkan benda yang bisa membuatnya tidak marah lagi. Yah, boneka Elmo! Dia sangat suka Elmo! aku pura-pura berbicara dengan Elmo. “Elmo, aku lagi berantem nih sama Gia..” Gia tetap diam. Aku pura-pura menjadi Elmo. “Lho, memang kenapa, Anna?” tanya boneka Elmo. “Iya, aku marah-marah sama Gia..” jawabku. “Oh… Giaaaa, ayo dong baikan lagi sama Anna. Kamu harus baikan yah sama dia!” boneka Elmo itu berkata dengan suaraku. “Iya, Elmo..” jawab Gia. Aku tersenyum. Kutaruh boneka Elmo itu. “Kita baikan lagi, Gia?” aku bertanya pada Gia yang sudah menoleh kepadaku. “Iya.. Aku yang salah.. Aku minta maaf, yah?” jawab Gia. “Iya… Yang penting kita sudah baikan.” jawabku. Kupeluk Gia, dan dia juga memeluk ku. Akhirnya kami bisa berbaikan.
TAMAT
Cerpen Karangan: Idzni Syauqillah Facebook: Idzni Syauqillah