Hari yang cerah. Langit bagai laut tenang yang biru benderang. Angin menghembuskan butiran-butiran kesejukan hati dan pikiran. Matahari tersenyum ria menyambut dunia.
Kisah itu bermula ketika aku masih duduk dikelas 1 SMP. Awal masuk kelas 1 SMP, aku dikenal sebagai anak pemalu. teman-temanku juga bilang seperti itu juga. Tapi walaupun aku termasuk tipikal anak pemalu, aku termasuk anak yang takut yang namanya terlambat dan nilai sedikit. Terkadang karena kekawatiranku mengenai nilai buruk, teman-temanku selalu mengejek bahkan menertawakanku. Aku sering dikatakan sok lah, lalu dibilang gaya dan lainnya. Hatiku seperti dibakar api yang sangat panas. Ingin rasanya aku menyumpal gumpalan kertas ke dalam mulutnya. Tapi sudahlah, paling dia iri kepadaku. Itulah yang selalu aku tanam dalam hatiku.
Pukul 07.30, tepatnya pelajaran matematika dimulai. Pak Burhan adalah guru matematikaku. Aku dari dulu memang tidak suka dipelajaran matematika. Dia termasuk guru yang ramah. namun sayang, aku tidak begitu suka dengan pelajarannya soalnya dia menerangkannya terlalu cepat dan itu yang membuatku malas. Setelah pak Burhan menjelaskan pelajaran hari ini. Tiba-tiba . . . . ” Anak-anak, besok ulangan matematika. pelajari sampai materi hari ini. Ingat!! Belajar nanti malam “. Ucap Pak Burhan dengan senyuman manis dan rayuan yang terpampang sampai garis katulistiwa ( Seperti kata syahrio. hehehe ).” iya pak ” suara serempak murid-murid didalam kelas.
takut, tegang, dan gelisah mulai merasuk kedalam tubuhku. Bel pulang telah dibunyikan. Semua murid berlarian menuju rumahnya masing-masing. sementara aku berjalan lemah. Beratnya langkah kakiku untuk berjalan seperti ditahan batu yang besar. Hatiku dibaluti rasa takut yang memuncak. Langkah-langkah kecil perlahan sampai dirumah. Kulepas sepatuku dan masuk ke kamar seperti orang ketakutan diserbu hantu. Keringat dingin mulai bercucuran keluar dari tubuhku. Wajahku semakin pucat. Bisikan angin yang membuatku lemah tak berdaya.
Siang pun berganti malam. Langitpun tak seterang birunya laut. Tapi kesejukan menghampiri malam. Aku coba pergi ke rumah temanku. Roni, dia teman sekampungku. Sekolah kami sama Cuma kelasnya yang beda. “Assalamu’alaikum” ucapku sambil mengetuk pintu. “wa’alaikum salam”,kata roni dengan membuka pintu rumahnya. “Hi, yan. Ada pa? kok tumben dating ke sini?”, sapanya kepadaku dengan rasa penasarang tertutup senyumannya. “Iya nih. Aku mau Tanya, apa kamu bias ajarin aku matematika? Soalnya besok pak burhan mengadakan ulangan dikelasku. Aku tu nggak paham mengenai penjelasannya. Rumit dan berbelit-belit. Otakku nggak bias mencernanya”. Kataku dengan penuh harap. “Ha? Kamu nggak bias? Apa lagi aku.” katanya sambil menahan tawa. “Ya sudah. Makasih”, ucapku. Kupalingkan tubuhku. Ku pulang kembali kerumah. Aku masih memikirkan besok. “Gimana ya. Besok ulangan sedangkan akunggak belajar. Kalau belajar, aku nggak paham. Tapi kalau nggak belajar apa besok bias mengerjakan ulangan… wah.. aku punya idea cara biar besok berhasil”, ucapku dengan penuh keyakinan.
Hari menegangkanpun telah tiba. Pukul 08.00, murid-murid duduk dimejanya masing-masing. Tak lama kemudian pak burhan dating. “Siapkan kertas dan bolpoint. Yang ikut ulangan yang pertama, no. absent 1-15 dan yang lainnya keluar”, Dengan suara mantap. Hari ini tidak yang seperti aku harapkan. Kegelisahanpun merasuk jiwaku. “Ternyata dugaanku salah. Padahal si aku mau nyontek teman tapi kok duduknya 1 meja 1 orang lagi. Gagal deh rencana pertamaku. Malah aku nomer 7. Untung saja aku punya rencana yang ke dua”, kataku sambil menata posisi dudukku.
Suasana sunyi bercampur tegang mengguyur seisi kelasku. Tanpa kata dan bunyi terdengar. Saat murid-murid lain lagi sibuk mengerjakan ulangan dan pak guru sedang asyik baca Koran. “saatnya rencana ini dimulai” kataku dengan suara lirih. Kutarik secarik kertas dari saku celanaku. Diam-diam ku buka dan kubaca semua isinya. Dengan tangan gemetar kucoba untuk tenang. Ku tulis semua jawabanku sampai selesai. Tanpa berfikir panjang, kutaruh kertas jawabanku didepan meja pak burhan. “Akhirnya keluar juga. Maga ja nilaiku bagus” dengan senyum penuh keyakinan. Hari ini telah terlewati. Ulanganpun telah usai. Saatnya menunggu hasilnya.
Besok adalah hari penentuan siapa nilai tertinggi dan nilai terendah. Perasaanku bercampur aduk tidak karuan. “nilai terendah adalah setya. Yang lainnya nilai diatas rata-rata” ucap pak guru dengan lantang sambil menunjukkan nilai ulangan di depan murid-muridnya.
Ternyata na itu adalah aku. Mulutku diam tanpa kata seperti terkunci rapat. Lemah dan sedih. Kucoba untuk tenang. Tapi perasaan takut mulai mendekat. Dengan rasa heran,ku duduk dipojok kelas. Sendiri ku memendam rasa sedih ini. “Padahal aku lihat contekan kertasku tapi kenapa tidak lulus malahan teman-temanku pada lulus semua”. Lalu kupulang dengan langkah tanpa penuh semangat. keringaTpun semakin deras membasahiku. “Bagaimana ini bias terjadi? Rupanya kertas yang aku buat malahan menjerumuskanku”. Ingin rasanya aku mengulang waktu itu tapi sudah terlambat. Rasa penyesalan terus menghantuiku. Tapi aku sadar dengan kejadian itu, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku harusnya berusaha untuk bias dan melakukan sesuatu sendiri sebab hasil kerja sendiri lebih baik daripada kerja orang lain. Walaupun nilai sedikit. Tetapi itu jerih payah dari diri sendiri serta bangga tentunya.
SEKIAN
Cerpen Karangan: D. Sethya Nugroho Facebook: dyan sethya Alamat: desa kaliboyo, tulis, batang, jawa tengah