Pagi hari yang cerah, matahari terbit di ufuk timur, sinar merah mudanya menyinari alam yang liar. Kusman terbangun dari tidurnya, lalu bergegas mempersiapkan pekerjaan yang ia lakukan setiap harinya. Di usia 10 tahun Kusman memilih menjadi pemulung yang mencari barang-barang bekas. Anak-anak se-usia Kusman saat pagi hari semestinya pergi ke sekolah, namun tidak untuk Kusman, ia telah putus sekolah karena masalah dengan biaya. Ia hidup bersama ibunya di sebuah rumah kecil yang kumuh di pinggiran ibukota, sedangkan bapaknya meninggal di saat Kusman masih balita. Kondisi ekonomi keluarga Kusman sangatlah memprihatinkan, ibunya bekerja sebagai buruh cuci yang penghasilannya tidak menentu setiap harinya. Keadaan inilah membuat Kusman memilih membantu ibunya memperbaiki ekonomi keluarga.
“Mak, Kusman berangkat dulu”, kata Kusman sambil mencium tangan ibunya. “Hati-hati di jalan ya man”, jawab ibunya. “Asslamu’alaikum mak”, salam Kusman saat meninggalkan rumahnya. “Wa’alaikumsalam”, jawab ibu Kusman.
Semangat yang besar itu selalu ia teguhkan dalam hatinya dalam mencari barang-barang bekas. Kusman pun pergi dengan membawa keranjang kayu dan sebuah tongkat besi yang runcing di ujungnya untuk mencari barang-barang bekas di sekitar komplek perumahan. Dengan berjalan kaki, ia menyusuri beberapa tempat sampah dan mencari barang-barang bekas.
“Mudah-mudahan hari ini beruntung, sehingga aku dapet sampah yang lebih banyak dari pada yang kemarin”, harapan kecil Kusman pada hari itu.
Terik matahari yang panas selalu menemani langkah Kusman dalam mencari barang bekas. Setiap Kusman melihat gelas plastik bekas air mineral maupun kardus, ia ambil dengan tongkat besi lalu di masukkan kedalam keranjang yang ia gendong. Di depan sebuah rumah yang besar Kusman melihat seorang ibu-ibu yang nampaknya telah membuang sampah, ia lekas menghampiri tempat sampah tersebut. Botol bekas air mineral dan beberapa kardus yang ada di tempat sampah tersebut, lalu ia masukkan ke keranjangnya. Namun saat ia kembali menyisir tempat sampah itu, ia menemukan sebuah benda kecil yang berkilau. Saat ia mengambilnya ternyata benda kecil tersebut ialah sebuah cincin berlian.
“Kok bisa sih, benda seperti ini ada di tempat sampah?, apa jangan-jangan benda ini milik orang yang punya rumah ini?”, kata Kusman dengan muka yang terheran-heran.
Banyak pertanyaan yang Kusman utarakan kepada dirinya sendiri. Kusman tidak lantas pergi mambawa cincin berlian tersebut. Melainkan ia memlih untuk mengembalikan cincin yang bukan hak dia. Lalu ia menghampiri rumah yang besar tempat ibu-ibu tadi membuang sampah di tempat sampah di depan rumahnya, ia lalu menekan bel “tet… tet… tet…”. Tidak lama seseorang keluar dari rumah itu, nampaknya yang keluar ialah ibu-ibu yang membuang sampah di tempat sampah di depan rumahnya tadi.
“Permisi bu, maaf saya menggangu, apakah ada barang ibu yang hilang?, saya menemukan barang yang mungkin milik ibu?”, tanya kusman.
“Ya nak, Ibu kehilangan sebuah cincin, dari kemarin ibu mencari-carinya, cincin itu bagi ibu sangat berharga karena benda itu kenang-kenangan dengan suami ibu yang telah meninggal dua bulan yang lalu”, jawab ibu pemilik rumah. Dalam hatinya ia berkata (“tuhkan benar cincin ini milik pemilik rumah ini, untung saja tidak aku bawa pulang”).
“Tadi saya menemukan cincin ini di tempat sampah, sepertinya cincin ini milik ibu”, kata kusman sambil memberikan cincin berlian tersebut ke ibu pemilik rumah.
Dengan rasa bahagia sang pemilik rumah pun berterima kasih dan mengajak masuk ke rumahnya kepada Kusman “Memang benar nak cincin ini milik ibu, terima kasih ya nak, kamu sangat berjasa bagi ibu. Yuk nak masuk dulu ke rumah ibu”. Dengan baik hatinya ibu pemilik cincin itu mengajak Kusman masuk kedalam rumahnya. Kusman pun masuk, melihat se-isi rumah yang besar ia terkagum-kagum dan dalam hatinya ia berkata (“kapan ya aku bisa punya rumah sebesar ini?”).
Di atas sofa Ibu pemilik cincin menanyakan kehidupan sehari-hari Kusman. Ibu pemilik cincin terketuk hatinya setelah mendengar cerita dari Kusman, sehingga ibu tersebut itu berniat ingin membiayai Kusman untuk sekolah sampai ke perguruan tinggi. Perasaan Kusman sangat senang saat mendengar penawaran ibu pemilik cincin, ia memang ingin sekali melanjutkan sekolahnya yang terputus karena tidak adanya biaya dan ia menerima penawaran dari ibu tersebut.
Cerpen Karangan: Erdin Suharyadi Facebook: http://www.facebook.com/erdienblogger Sekolah: SMAN 2 karawang Twitter: @dien_er