Namaku Zahara Lily Tiara, bisa di panggil Rara. Aku adalah seorang gadis yang berumur 16 tahun. Aku di kenal sebagai gadis yang ceria dan tak pernah mengeluh akan apapun. Aku rasa memang begitu! Aku yakin diriku berbeda dengan gadis-gadis lainnya. I am stronger. Aku tak pernah menunjukkan setitik keluh kesah kepada orang. Karena aku bukanlah orang yang cengeng dan super lebay. Simak kisahku ya.
Pagi itu adalah pagi yang sangat cerah dan begitu terasa sejuk. Aku memulai hariku dengan sangat ceria. Aku membuka mata dari tidurku yang pulas itu. Dari jendela ku lihat bias-bias cahaya arona yang menembus mataku. Ku buka jendela kamarku, berharap sejuknya pagi ini menembus tubuhku. Sesekali ku tarik nafas panjangku untuk menikmati mahakarya Tuhan itu. Aku juga benar-benar sangat bersyukur karena pagi ini aku masih bisa melihat senyuman orang yang paling kucintai di dunia ini, Ayah dan Ibu.
Aku berangkat ke sekolah dengan semangat yang bergelora, berharap akan ada cerita dan pengalaman baru yang menyenangkan hari ini. Tidak ada beban hari ini, karena tidak ada tugas. Dan aku benar-benar tak sabar untuk bertemu sahabat sebangku dan yang paling ku sayang, Erin. Semua temanku tau kalau aku dan dia tidak pernah terpisah (perangko kali ya). Dia adalah sahabat baruku di SMA yang selalu membuatku lebih hidup, ceria, dan dia sangat menyenangkan. Selain itu juga aku tak sabar bertemu dengan Angie, Vinny, dan Meira. Mereka sahabat sepermainanku. Kami berlima selalu menghabiskan waktu dengan bermain. Aku menyayangi mereka.
“Halloo teman-teman” sapaku kepada Angie, Vinny, Meira dan paling utama, Erin. Mereka pun membalas sapaan ceriaku itu. “Halo juga Rara” sapa mereka.
Ya memang seperti itulah setiap harinya Satu orang teman kami, Nurul pindah sekolah pada saat pembagian rapor semester 1 kemarin. Aku dan Erin duduk di bangku nomor 2 dari belakang. Bangku di depan kami kosong. Hanya ada Junita yang duduk sendirian karena teman sebangkunya pindah.
Aku sadar, aku itu bukan lah gadis yang pintar. Banyak guru yang menyepelekan aku dan teman-temanku juga. Tapi aku tak merasa sedih sedikitpun. Karena prinsipku “Terserah apa kata orang tentangku, yang penting aku tidak mengusik mereka. Mereka hanyalah angin lalu”. Ya, kata-kata itu adalah penyemangat bagiku. Selain itu, aku masih punya 4 orang sahabat yang percaya dan selalu menemaniku dalam kondisi apapun. So, aku gak sempat mikirin mereka yang merendahkan ku.
3 hari belakangan ini aku mulai curiga dengan sikap Erin. Dia selalu mengatakan hal-hal yang sama kepadaku, seolah-olah menghindariku. “Ra, aku pengen kita pindah ke depan. Karena sudah banyak guru yang memarahi kita karena kita selalu tertawa dan tak pernah memperhatikan. Sedikit pelajaranpun aku tak mengerti”, kata Erin. Kata-kata itu sudah 3 kali ku dengar darinya. Selain itu dia juga selalu mengatakan kalau dia kurang jelas melihat ke papan tulis.
Sehari setelah dia berbicara seperti itu, kami berdua mengajukan permohonan kepada ketua kelas untuk memindahkan posisi tempat duduk kami. Tapi tak di respon. Akhirnya, Erin pindah sendiri ke tempat Junita yang kosong. Dia meninggalkan aku sendiri di tempat duduk lama kami. Betapa kecewanya aku pada saat itu. Tapi aku mencoba bersabar saja, aku berpikir sendiri, “manusia seperti aku memang pantas ditinggalkan. Erin meninggalkan aku kan karena dia tidak mau terjerumus bodoh seperti aku. Aku kan hanyalah seorang murid yang tidak tau apa-apa. Gara-gara dia duduk sebangku denganku, dia jadi mendapat nilai jelek. Dan sudah banyak juga guru yang marah padanya. Aku harus bisa menerima ini. Tidak apalah dia duduk sama Junita, asalkan dia tetap menjadi sahabatku”, pikirku.
Aku duduk sendiri di bangku nomor 2 dari belakang. Sedangkan Deassy dan Lala pindah ke tempat lain. Jadi aku duduk di tempat Deassy dan Lala. Dan didepanku sekarang ada Erin dan Juwita. Betapa sedihnya aku, sekarang Erin sepertinya sudah tidak mau menjadi sahabatku lagi. Setiap kali bel istirahat dia selalu pergi dengan Junita. Padahal selama ini dia selalu pergi bersamaku. Aku yang di kenal orang sebagai gadis yang kuat, kini tak sekuat yang mereka pikirkan. Aku benar-benar jatuh, aku benar-benar sedih. “Kenapa harus aku yang Engkau berikan cobaan seperti ini Ya Tuhan? Aku benar-benar lemah sekarang.”
Aku merasa Junita telah merubah pikiran Erin. Gara-gara Junita, Erin tidak pernah lagi bermain dengan kami. Dia seolah-olah menjadikan Junita sebagai sahabat barunya. Sejak saat itulah aku membulatkan tekad untuk berubah. Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa aku tak serendah dan sehina apa yang mereka pikirkan. Aku tidak bodoh, dan tidak pernah bodoh. Aku hanya salah melangkah. Seharusnya, disaat-saat seperti ini Erin ada untukku, merubah aku menjadi lebih baik, dan menyemangatiku. Tapi apalah yang bisa kuperbuat? Mereka sekarang sudah bersahabat!
“Ada lagi yang mau pindah tempat? Sebelum aku menulis denah yang baru”, ujar ketua kelas. “Ketua, aku mau pindah!” ujar Winda, juara kelas yang posisi nya ada di paling depan. “Mau pindah kemana kamu, Win?” ujar ketua kelas. “Ke belakang aja, sama Cokro” ujar Winda.
Jadi, Yanti teman sebangku Winda duduk sendirian. Aku mengatakan kepada ketua kelas kalau aku mau duduk dengan Yanti. Beberapa hari kemudian, Yanti juga pindah ke belakang. Yanti dan Lala bertukar posisi. Jadi, hingga sekarang aku duduk dengan Lala di tempat paling depan.
Aku merasa, aku sudah melakukan perubahan pada proses belajarku. Aku yang dulunya malas, kini sudah tidak seperti yang dulu. Aku berharap saat pembagian rapor nanti, nilaiku tidak seperti nilai semester pertama yang lalu. Yaa.. setidaknya sedikit mengalami perubahan. Semoga Tuhan mendengarkan doaku.
Angie dan Vinny selalu memberikan aku semangat. Mereka selalu menyabarkan aku. Tak jarang mereka menyuruh Erin untuk duduk denganku lagi. Tapi.. Ah! Sudahlah, lupakan saja yang berlalu. Biarlah Erin dan Junita, sahabatnya bahagia. Aku senang jika melihat sahabatku senang dengan teman pilihannya. Aku tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk selalu menyukai sikapku. Memang itu semua adalah salahku.
Tapi dari kejadian ini, aku telah mendapatkan sebuah nilai yang sangat berharga untuk kehidupanku. Sekarang aku yakin, “Aku harus berguna di mata orang, agar aku tak di pandang remeh. Aku harus bisa menghapuskan dendam dan kemarahan. Aku harus bisa belajar mengikhlaskan sesuatu yang diciptakan bukan untukku. Dan yang paling utama adalah, aku sadar bahwa sahabat yang baik adalah sahabat yang mau menerimaku bagaimanapun kondisi dan perilaku ku, dan tetap ada dipihakku saat aku dijatuhkan. Terimakasih Angie, Vinny. You’re the best!”
Buat Erin, biarlah waktu yang akan menjelaskan kepadamu tentang perasaanku. Aku akan tetap menyayangimu walaupun kau sebaliknya. Dan aku ingin kau tau, akulah sahabatmu.
– END –
Cerpen Karangan: Nona Nada Damanik Blog: littlethingaboutnona.blogspot.com
Nama Lengkap : Nona Nada Damanik Facebook : Nona Nada Damanik Twitter : @NonaNDamanik Tumblr : nonadamanik@gmail.com
Salam penulis ! 🙂