“Sebentar lagi giliranku tampil,” kataku dalam hati. Hati ini semakin berdebar tak menentu. Kakiku sudah terlalu berat untuk melangkah masuk, rasanya seperti ingin lari saja dari tempat ini. “Tenang saja, kamu pasti bisa,” kata Abdul kepadaku. “Kamu enak sering di pilih ikut lomba baca pidato, lah aku? jangankan lomba baca pidato, lomba apa saja aku tak pernah,” kataku dalam hati sambil tersenyum kepada Abdul.
Pintu mulai terbuka, Rina telah selesai tampil dan keluar dari pintu kelasku. Dengan langkah berat, aku melangkah masuk ke dalam ruang kelasku. Aku hampir saja jatuh, karena terlalu nervous, akan tetapi aku berusaha untuk kuat. Aku berdiri di depan kelas, dan aku dapat melihat 4 pasang mata menyorotku dengan pandangan tajam. Mulutku terasa tidak bisa berbicara, seperti ada lem super yang merekat di kedua bibirku.
Aku teguhkan hati, aku memandang langit-langit kelas, lalu mulai membacakan pidato yang aku buat. Detik berganti menit, menit berganti jam, tanpa terasa aku sudah menyampaikan salam penutup pada pidatoku yang menandakan akhir mimpi buruk ini. Tubuhku terasa lemas, senang, takut dan banyak lagi, sangat sulit di ungkapkan dengan kata-kata. “Inilah akhirnya,” kataku dalam hati sambil memberi salam dan melangkah keluar dari ruang penyiksaan ini.
Sekilas aku melihat 4 pasang mata tetap tajam memandangku hingga aku keluar dari ruang kelasku. Di luar kelas, aku di sambut dengan beribu-ribu pertanyaan dari temanku. Namun, aku menghiraukan semua itu dan aku segera berlari ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Sesampainya di kamar mandi, aku tidak masuk ke dalam, aku berdiri di luar sambil berpikir sejenak tentang kejadian tadi, mengapa mereka menatapku seperti itu? mugkinkah aku sangat jelek, ataukah sangat bagus sehingga mereka terheran-heran pada kemampuanku tadi? pertanyaan demi pertanyaan bergejolak di dalam pikiranku. Aku benar-benar tidak sabar menunggu hasil dari pidatoku tadi.
“Dre, kamu sudah lihat belum hasilnya?” kata Abdul mengagetkanku dari lamunanku dengan tampang ceria. “Memangnya ada dimana?” kataku bertanya. “Ada di papan informasi,” Kata Abdul. “Ayo kita lihat hasilnya Dul?” kataku sambil mengajak Abdul. “Aku sudah tau lah,” kata Abdul sambil meringis. Terpaksa, aku jalan sendirian ke papan pengumuman. Sekilas aku melihat raut wajah teman-temanku, mereka semua terlihat ceria. “Apakah semuanya mendapat nilai bagus?” pikirku. Beberapa langkah lagi aku akan sampai tiba di depan papan pengumuman, aku melihat mereka yang baru melihat hasilnya terlihat bahagia, bahkan sampai tertawa-tawa, tidak ada satupun wajah kesedihan.
Aku semakin mendekat dengan papan pengumuman dan akhirnya aku sampai juga di tempat tujuanku. “Jlebb,” tubuhku serasa tidak bisa di gerakkan saat aku melihat hasilnya, kepalaku seakan-akan meledak melihat hasilnya. Aku benar-benar ingin menghancurkan papan pengumuman itu beserta dengan guru-guru yang tadi menjadi juri. Bagaimana tidak? jerih payahku begadang hanya untuk belajar membaca pidato buatanku hanya di hargai dengan satu buah titik.
Aku membaca tulisan yang berada paling bawah dari hasil pengumuman itu yang berbunyi NB: yang merasa sudah tampil dinyatakan lulus dalam ujian praktek bahasa indonesia kali ini. Hati ini serasa kesal, seperti semua pengorbananku sia-sia saja. “Sial, tau begini aku enggak kira mati-matian belajar baca pidato,” gerutuku dalam hati karena kesal sekali. “Kamu tadi bagus sekali Dre, bagaimana kalau kamu yang berpidato sebagai wakil dari kelas VI pada waktu perpisahan nanti?” kata Pak Andi sambil menepuk dadaku. Senangnya bukan main, selama ini aku belum pernah merasakan perasaan ini, perasaan senang, lega, bahagia dan intinya tuh senengnya luar biasa. “Dengan ini usahaku tidak sia-sia,” kataku dalam hati sambil tersenyum lebar.
Cerpen Karangan: Rael Pribadi Facebook: Rael Pribadi