Alkisah Pada Suatu Hari, Hiduplah 5 Orang Yang Bernama Afnan Atma Purnama, Abbad Nailun Nabhan, Abdillah Abqari Agam, Ahwas Farid Assyraaf, dan Emily Courtney Aiden. Mereka hidup bahagia dan sejahtera di sebuah Rumah Besar yang mewah. Ayah si kembar bekerja di sebuah perusahaan perminyakan di Arab Saudi, begitupun dengan ibunya yang bekerja di Amerika sebagai eksekutif di FBI.
“Emily!!. Bersihkan rumah terus jangan lupa bersihkan kamar kita”. Kata Abbad. Begitulah Sifat Abbad yang sangat tidak menyukai kehadiran Emily di keluarganya karena dia tidak ingin ada anak perempuan dalam keluarganya. “Iya Kak Abbad, Tapi apakah aku boleh mempersiapkan barang-barang aku dulu”. Jawab Emily “Alah Alasan Saja. Kerjakan dahulu tugas dari aku baru tugas kamu” Jawab Abbad dan disusul dengan menjatuhkan Emily ke tanah “Kak, bisa tidak untuk menghormati Perempuan?. Dia itu saudara kandung kita, kak. Kenapa kakak jahat sekali kepada saudara kandung sendiri” Jawab Abqari dengan tegas “Masa bodoh!!” Jawab Abbad seraya hendak menampar Abqari. Namun sebelum tangan Abbad sampai di muka Abqari, Emily menahannya. “Cukup Kak Abbad!!. Aku akan melaksanakan perintah kakak asal kakak tidak menampar Kak Abqari”. Jawab Emily sambil menahan tangan Abbad Akhirnya Emily pun melaksanakan tugas dari Abbad dan menyelesaikan semua tugasnya sendiri.
Di Sekolah… “Emily!!. Kenapa kamu sembunyikan pulpenku?!”. Tanya Abbad dengan paksa Afnan yang duduk di samping Abbad segera melerai Abbad “Kak, Kakak sudah keterlaluan ya. Tidak dirumah maupun di sekolah pasti Emily jadi bahan empuk pelapiasan emosi. Memangnya ada yang salah dari Emily?!. Apakah Emily pernah menyakiti hati kamu?”. Jawab Afnan dengan galak “Ya, dia banyak salah padaku. Dia juga yang menjual benda paling berharga yang aku miliki, yaitu sebuah pensil”. Jawab Abbad yang tidak kalah galak “Hanya Pensil?. Pensil yang bertabur emas dan berlian itu?. Kamu lebih mementingkan pensil tersebut daripada saudara kamu sendiri?”. Jawab Afnan yang masih galak “Pensil tersebut hanya ada 1 saja di dunia dan langka”. Jawab Abbad yang tidak kalah emosi Mendengar perkataan tersebut. Emily pun lari keluar kelas sambil menangis. “Lihat sekarang!!. Gara-gara kamu, Emily jadi sedih, dia memang bukan anak yang dimanjakan, dia juga mendapat perlakuan yang sama dengan kita…” Jawab Afnan dan segera berlari keluar kelas menyusul Emily “Emily… Tolong dimaafkan segala kesalahan Kak Abbad ya. Mungkin saja dia masih kesal karena pensil kesayangannya dilelang dan dan asal tahu saja, Kak Abbad tidak bermaksud ingin menyakiti kamu, dia sayang kamu kok”. Hibur Afnan. “Makasih ya kak, sudah menghibur aku. Aku juga tahu bahwa Kak Abbad tidak membenciku dan dia juga sayang sama aku”. Jawab Emily.
Beberapa saat setelah Emily terhibur dengan kata-kata Afnan. Tiba-tiba Penyakit yang selama ini Emily derita kambuh dan Emily pun jatuh pingsan. Afnan pun segera meminta bantuan Abqari dan Ahwas untuk membawa Emily ke UKS Saat tiba di UKS. Emily pun segera ditindaklanjuti oleh Dokter Sekolah.
Setelah Emily ditindaklanjuti, Dokter Sekolah pun menghapiri Afnan, Abqari, dan Ahwas “Dok, bagaimana kondisi saudara saya?”. Tanya Ahwas dengan perasaan panik “Sebenarnya, penyakit saudara kamu sudah mencapai stadium 4 dan harus segera dibawa ke Rumah Sakit dikarenakan kondisinya yang sudah sekarat”. Jawab Dokter Sekolah “Baiklah kalau begitu, bawa saja saudara saya ke Rumah Sakit dok, saya tidak ingin kehilangan beliau”. Jawab Ahwas Akhirnya Emily dibawa ke Rumah Sakit Kota dengan kendaraan sekolah. Bagai disambar petir di siang bolong, Perasaan Afnan, Ahwas dan Abqari menjadi sedih bercampur panik “Afnan kamu telepon Ibu dan Ayah, Abqari segera ke kelas, beritahu kepada guru di kelas bahwa tidak bisa mengikuti pelajaran dan jangan lupa ajak Abbad untuk temui aku di Rumah Sakit Kota”. Perintah Ahwas. Akhirnya mereka melaksanakan tugasnya masing-masing. Dan Abqari pun masuk ke kelas.
“Maaf bu saya terlambat. Saya dan Abbad harus pergi ke Rumah Sakit Kota”. Jawab Abqari dengan terengah-engah. “Memangnya kenapa kita harus ke Rumah Sakit Kota?”. Tanya Abbad “Semua gara-gara kamu. Emily sekarang sedang sekarat. Masih ingin menyakiti Emily lagi?”. Jawab Abqari dengan perasaan marah Akhirnya Abqari, Abbad dan Afnan pun segera menyusul Ahwas ke Rumah Sakit Kota dengan Taxi
Di Rumah Sakit… Emily sudah dalam keadaan koma dan tubuhnya pun dipenuhi selang. Namun meskipun demikian, Raut muka Emily tetap cantik dan terlihat seperti sedang tertidur meskipun dalam keadaan koma dan sekarat. Akhirnya Abqari, Abbad, dan Afnan pun tiba di Ruang ICU. Di sana sudah ada Ahwas yang sedang mengaji dengan suara khasnya. Abqari, Abbad, Afnan, Ahwas, dan Emily adalah seorang Penghafal Al Quran dan sudah beberapa kali menjuarai Lomba MTQ di kancah nasional maupun internasional. Dan ketika melihat tubuh Emily yang sudah lemah, Abbad pun merasa bersalah dan ingin minta maaf. “Maafkan kakakmu ini Emily, kakak banyak salah sama kamu. Kakak janji tidak akan bersikap jahat lagi sama kamu, Emily”. Jawab Abbad dengan air mata yang keluar deras dari pelupuk matanya.
Setelah Abbad meminta maaf kepada Emily. Akhirnya Emily terbangun dari komanya. “Kak Abbad, Aku sudah memaafkan kamu kok. Kak Afnan, Kak Abqari, Kak Ahwas, Ibu, Ayah, dan Pembantu Di rumah aku ingin minta maaf jika aku punya salah sama kalian”. Jawab Emily Afnan, Abqari, dan Ahwas dibuat menangis sejadi-jadinya. Begitupun dengan Ibu dan Ayah yang langsung menangis oleh Putri Semata Wayangnya tersebut. “Oh ya, Bolehkah aku memberikan hadiah ini untuk Kak Abbad?”. Tanya Emily “Tentu saja boleh”. Jawab Abbad Emily pun memberikan sebuah kotak besar yang dia simpan di tas sekolahnya. “Kotak ini boleh dibuka setelah kita pulang ke Rumah. Dan apakah aku boleh meminta satu permintaan lagi?”. Tanya Emily “Tentu saja boleh. Permintaan apa itu?”. Tanya Abbad “Bolehkah aku dipeluk sama kamu, Kak Abbad?. Sudah lama aku tidak pernah dipeluk sama kamu”. Jawab Emily “Tentu saja boleh”. Jawab Abbad. Abbad pun memeluk dan mencium kening Emily “Makasih ya kak sudah mau memeluk dan mencium kening aku. Dan aku juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Kak Afnan, Kak Abqari, Kak Ahwas, Ibu, Ayah, Pembantu Di rumah karena sudah menjaga, melindungi, membesarkan aku dari bayi sampai besar seperti sekarang dan khususnya Kak Abbad karena sudah mengajarkan aku kemandirian dan tidak cengeng. Dan maafkan aku karena hari ini adalah hari terakhir aku hidup dibumi ini. Harap kepergian aku jangan ditangisi, relakanlah kepergian aku dan selalu tersenyum. Karena jika kalian tersenyum, maka aku pun akan selalu tersenyum. Dan jangan menganggap bahwa aku sudah tidak ada. Memang fisik aku sudah tidak ada, tetapi aku akan selalu ada dalam setiap mimpi dan doa kalian”. Pesan Emily yang terakhir kalinya Setelah pesan tersebut, Emily pun menghembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan tersenyum dan khusnul khatimah. Semua pun menangis. Termasuk Abbad yang selama ini sering menyakiti saudara perempuannya sendiri.
Di Rumah… Puluhan orang pun mendatangi Rumah Duka. Termasuk Pejabat FBI, KEDUBES Amerika Serikat dan Arab Saudi turut memberikan duka cita kepada ayah Emily. Dan di kamar mereka berlima, Afnan, Abqari, Abbad, dan Ahwas teringat betul akan masa – masa indah bersama Emily. Dan Abbad pun membuka kotak pemberian Emily. Isinya berupa Sebuah Pensil yang Abbad Inginkan, Sebuah lukisan buatan Emily, dan sebuah surat yang berbunyi sebagai berikut:
“Kak Abbad, Terimakasih telah mengajarkan aku hidup mandiri. Niat kamu sudah benar, namun kenapa kamu masih suka menyalahkan aku padahal aku tidak bersalah. Bukankah kamu ingat saat kita masih kecil pernah berjanji akan menjadi seorang Best Friend Forever. Teman yang selalu melindungi temannya disaat ia ditimpa masalah, teman yang membuat temannya terhibur disaat sedang sedih, teman yang saling bekerja sama satu sama lain. Dan aku tahu, kamu membenci aku gara – gara sebuah pensil. Dan sekarang aku sudah mengganti pensilmu. Aku harap kamu tidak membenci aku lagi. Terimakasih kak, karena kakak sudah mau menemani aku disaat aku kesepian, sudah mau mengajarkan tata cara tidur yang baik dan benar, sudah mau membimbing aku. Kamulah kakak terbaik di dunia. Emily Courtney Aiden”
Abbad pun langsung menangis setelah membaca surat tersebut. Namun dia ingat pesan Emily agar mengikhlaskan kepergiannya dan tetap tersenyum apapun yang terjadi. Keesokan harinya Emily pun dimakamkan. Kini yang terlihat hanya tanah dan batu nisan Emily. Abbad pun berjanji akan selalu menziarahi Emily setiap hari Ju’mat dan mendoakannya disetiap dia beribadah.
Cerpen Karangan: Assyifa Ramadhani Blog / Facebook: Muhammad Akhdan Syamil Raditya Jika Ada Yang Perlu Disampaikan.Silahkan Hubungi Melalui: Facebook: Muhammad Akhdan Syamil Raditya Email: ddaddan21[-at-]gmail.com Instagram: emilysanders_1006