Hari-hari kulalui dengan penuh dosa. Minum, dugem dan sebagainya. Ibu mertuaku sering mengingatkanku untuk tidak melakukannya. Tapi bagiku, dia hanyalah ibu mertuaku. Dia tidak lebih dari seorang wanita yang selalu menyiapkan kebutuhanku dan mendampingiku kala sedih.
Perkenalkan namaku La Reina Anastasia (ratu kebangkitan). Umurku 22 tahun. Orang-orang bilang bahwa aku adalah yang diidolakan para lelaki “sempurna” kata mereka. Sebelumnya karena aku adalah seorang pramugari di salah satu maskapai ternama di negaraku dengan koneksi yang kuat. Aku juga salah satu mahasiswi yang menyabet gelar lulusan termuda. Namun, aku berhenti bekerja karena ada salah satu pengusaha kaya yang mempersuntingku. Sebut saja namanya Argi. Lelaki asal Indonesia yang meluluhkan hatiku dengan kesopananya, keramahannya, keyakinannya dan caranya memperlakukan wanita yang sangat aku kagumi. Dulu aku tak segila sekarang, aku masih lugu, polos dan memang tidak tau apa-apa. Saat masih bersama dalam proses pertunangan aku yang tak meyakini adanya tuhan bertanya kepada Argi yang menganut agama Islam.
“bagaimana agamamu memperlakukan wanita?” tanyaku. Argi hanya tersenyum. Kemudian menatap langit yang sangat biru. “bukan agama yang memperlakukan wanita, tapi orang yang menganut agama yang memperlakukan wanita. Semua agama memperlakukan wanita dengan baik. Kami yang penganut agama Islam menyanjung tinggi kehormatan wanita. Jika kami melakukan kekerasan terhadap wanita terlebih itu dalam rumah tangga maka pihak wanita berhak melaporkan. Dan apakah kamu tahu, dalam kitab suci yang kami sebut dengan Al-Qur’an terdapat satu surah bernama An-Nisa yang berarti wanita, yang mewakili betapa Allah sebagai tuhan kami menyuruh untuk memuliakan wanita.” “tapi.. bagaimana dengan poligami? Bukankah itu…” “kamu benar. Agama kami membolehkan jika kita mau mempunyai dua, tiga, bahkan empat istri” “dan jika kamu melakukannya aku tidak akan mau menikah denganmu” potongku. Argi hanya tertawa kecil. “jika.. kamu mampu dalam hal apapun. Baik itu harta, kasih sayang, batin dan zohir. Tapi laki-laki yang setia tidak akan melakukannya walaupun agama membolehkan. Kamu harus tau, walaupun kamu tidak bisa mempunyai anak atau masalah lainnya, aku tidak akan melakukan hal yang akan menyakiti hatimu.” Aku terdiam mendengar kedewasaan yang ia perlihatkan melaui kata-katanya. Itu dia Argi Mahardika.
Setelah 1 tahun 2 bulan aku resmi menjadi muallaf dan istri dari seorang pengusaha kaya, aku diboyong untuk tinggal di indonnesia. Saat itu, aku sedang mengandung 8 bulan. Alasannya karena ibu mertuaku menginginkan cucu pertama dari anak laki-laki tunggalnya lahir di Indonesia. “nggak apa-apa kok gi, kan Reina juga belum pernah ke Indonesia” ujar mamaku.
Akhirnya aku dan suamiku meninggalkan apartemen, mobil dan dua buah rumah hasil kerja kerasku menjadi seorang pramugari dulu. Mama menyanggupi untuk menyewa orang untuk mengurusi semuanya, karena mamaku juga mempunyai rumah sendiri warisan dari papa. Setelah datang ke Indonesia, ibu mertuaku menyambut dengan sangat ramah. Awalnya aku berfikir jika itu hanya akting mereka saja. Tapi setelah satu bulan hidup bersama mereka, aku tidak menemukan kejanggalan apapun, bahkan mereka bertambah baik. Sehingga aku mengubah persepsiku bahwa orang Indonesia semuanya ya seperti ini.. ramah dan baik.
Hari itu, tepat 9 bulannya kehamilanku. Ibu mertua dan seluruh keluargaku sudah menyiapkan perlengkapannya. Namun bayi yang ada di dalam rahimku tak kunjung keluar hingga usia kehamilan 10 bulan 2 hari. Tetangga mulai berbisik membicarakan kehamilanku yang tak wajar.
“makanya mbak yu.. kalau ngambil mantu itu yang deket-deket aja..” Ibu mertuaku mengampiriku yang tak sengaja mendengar pembicaraan tetangga. “kalau adat di sini memang seperti itu. Tapi kalau adat asli dari kampung ibu.. biasanya anak yang lahir melewati batas normalnya itu spesial. Tenang saja.. yang terpenting dia sehat dan kamu juga sehat. Mungkin dia mau menunggu ayahnya pulang dari Turki. Sabar saja..” hibur ibu mertuaku membuatku sedikit nyaman. Sepeninggalan ibu, aku mengelus perutku yang besar itu dan berbicara pelan “nama kamu siapa?” tanyaku. Tak ada reaksi apapun. Lalu aku bertanya lagi “apakah kamu tidur nak? Ini mama loh.. anakku sayang, jadilah anak yang baik, anak yang sabar, anak yang tabah, anak yang hebat. Pintar tidak menjamin hidupmu bahagia, tapi jadilah anak yang berguna. Kamu akan menjadi orang yang hebat.. mama berjanji.. maka dari itu.. setelah papamu pulang hari ini, keluarlah dengan tangisan yang kuat.. tangisan yang mampu membuat orang lain meringis mendengarnya.. Allah akan bersama kamu, mama dan papa..” Deg!!! Aku tersentak merasakan tendangan dari perutku. Aku tersenyum, dia mendengarku.. dia menjawabnya.. bisikku. Namun kebahagiaanku terusik tatkala ibu mertuaku berteriak disusul dengan hadirnya kakak ipar perempuanku ke kamar.
“argi… argi…” lirihnya terbata-bata. Tangannya gemetar dengan mata yang memerah. “kenapa dengan argi yunda?” tanyaku “pesawat… argi… hilang kontak.. argi…” “pesawat argi… hilang kontak berarti argi pun hilang.. astagfirullah…” lirihku. Deg!! “akh.. astagfirullah.. akh.. astaghfirullah… yunda.. tolong.. astaghfirulah..” Dan semuanya gelap!
Samar samar aku menatap langit langit rumah sakit. Tubuhku lemas dan nyeri. Namun yang membuat aku semakin lemas adalah berita duka yang harus aku terima. Argi meninggal!
Berita hari ini: Pesawat AB-001 yang ditumpangi ratusan penumpang yang diantaranya adalah seorang pengusaha tambang, batubara dan minyak terbesar di Indonesia, Argi Mahardika ditembak misil saat melintasi kawasan yang sedang perang. Sebelumnya k-pilot sudah mengkonfirmasikan kepada pihak menara sinyal bandara di daerah tersebut. Saat itu, pihak menara bandara menjamin aman meskipun sedang berada diatas daerah peperangan. Namun secara tiba-tiba kapal meledak di udara setelah mendapat tembakan dari bawah. Seluruh penumpang maupun kru pesawat dinyatakan meninggal dunia. Mataku serasa berat saat mendengar berita tersebut di, kepalaku sakit. Ibu mertuaku tak hentinya mengelus kepala dan memelukku.
“koper dan barang milik argi sudah dikonfirmasi. Jenazahnya juga sudah di temukan dengan kondisi yang susah untuk dikenal. Polisi mengetahuinya melalui hp dan hasil usg-mu yang berada di saku jasnya re… karena sudah mengetahui itu, ibu nggak minta apa-apa.. cukup segera semayamkan. Kamu harus sabar re… kamu juga harus kuat… dia akan lahir tanpa ayah.. kamu harus ridha..” lirih ibu mertuaku seolah menambah beban di kepalaku ini. “reina.. ikhlas bu.. ini bukan apa-apa. Ini memang sudah janji Allah.. reina insyaAllah ridha”
Dua hari setelah kabar duka diterima, saat-saat yang ditunggu tiba, jenazah sudah tiba di rumah ibu mertuaku. Karena sebagai anak terakhir dan satu-satunya anak laki-laki dari 6 bersaudara, Argi lah yang tinggal bersama dengan ibu mertuaku. Ibu sungguh terpukul atas kepergian Argi. Aku tau, ibu mertuaku sangat menyayangi Argi dan semenjak ibu dan ayah mertuaku berpisah 3 tahun yang lalu, argilah yang selalu menjadi tulang punggung keluarga. Aku yang ditemani yunda hafisah( kakak ke-4 Argi) menatap peti mati itu dari kejuahan. Seolah ini hanyalah mimpi. dan Aku hanya tak menyangka saja.
“kenapa kanda benar-benar pergi? Kanda belum melihat dia lahir.. bahkan kanda belum memberi nama kepadanya…” lirihku sembari tersenyum. “reina..” panggil yunda umi datang (kakak pertama argi) menyadarkanku. “berilah penghormatan terkahir untuk suamimu..”
Tubuhku yang terbalut baju hitam melangkahkan tertatih menhampiri peti mati yang sedari tadi merusak seluruh mimpiku. Seluruh mata menatapku dengan tatapan pilu. Aku berusaha agar tegar. Namun kehadiran mamaku dari Rusia yang secara tiba-tiba membuat aku tak kuasa menahan sesak dan kesal. Tangisku pecah membuat para pelayat mengusapkan dada. “sabarlah sayang” lirih mamaku mengelus kepalaku. “dinda.. ayo.. waktumu tidak banyak untuk penghormatan terkahirmu” lirih yunda umi.
Aku berusaha untuk menahan sakit yang berasal dari perutku. Semua orang yang sedari tadi berbisik bisik mulai diam saat aku Mencoba berjalan mendekati peti mati. Semua orang menatapku dengan air mata yang begitu haru.. karena mereka harus melihat.. seorang wanita yang hamil tua yang ditinggal suaminya untuk selama-lamanya..
Aku mendekat dan berdiri disamping kanan peti.. “assalamualaikum sayang… terima kasih sudah ridha menjadi suamiku selama ini.. terima kasih sudah menjagaku.. terima kasih sekali kamu sudah menjadi jalanku untuk masuk agama islam… kamu imam kebangganku… kamu kekasihku.. imam hidupku.. maafkan aku belum bisa melahirkan anakmu sebelum kepergianmu.. maaf selalu membuatmu susah… maaf masakanku tidak enak.. dan maaf belum bisa menjadi istri yang baik untukmu.. jika hari ini adalah hari terakhir untuk kita.. aku ridha.. aku ridha.. sampaikan salamku kepada sayyidina Aisyah.. sampaikan salamku pada Khadijah… dan sampaikan salam anakmu pada Rosulullah.. kami akan kuat.. kami akan berjuang…” Aku terhenti sembari mengelus perutku karena tak kuat menahan air mataku… “anakmu.. akan berjuang, kami berdua akan berjuang.. anakmu berkata.. bahwa dia meridhoimu.. pergilah.. khusnul khotimah papa argi.. khusnul khotimah papa argi… khusnul khotimah papa… assalamulaikum” Aku mencium ujung peti seolah aku sedang mencium kepala suamiku. Deru tangis pelayat memecah keheningan. Beberapa dari mereka menuntunku untuk duduk di kursi roda. Beberapa dari mereka memelukku secara bergilir. Inilah yang tak aku sukai.. mereka menampakkan kesedihan mereka.
“astagfirullah… dinda!!! Ini air ketuban!!” teriak yunda Hafisah mengejutkan semua orang. Para pelayat yang ada didekatku memeriksa dan mendapati air ketubanku sudah mengalir di betisku. Ibu mertuaku kaget dan meminta beberapa orang termasuk mamaku pergi ke rumah sakit. Saat aku memasuki mobil unntuk ke rumah sakit, saat itu pula jenazah suamiku di masukkan ke mobil ambulance untuk segera dimakamkan. Dalam hati aku berkata “aku akan berjuang dengan kemampuanku yang terbaik.. aku berjanji”
Sesampai di rumah sakit, aku hampir tak sadarkan diri. Namun aku masih kuat untuk melahirkan secara normal dan entah sadar atau tidak. Aku mendengar suara tangisan bayi yang sangat kuat. “alhamdulillah… bayinya perempuan, sehat dan cantik.. selamat ya bu” lirih sang dokter membuatku terharu. Namun pandanganku mulai memudar, semakin lama semakin memudar, tapi aku masih bertahan hingga akhirnya aku menyerah!
“cantik ya..” lirih mamaku. Itu yang aku dengarkan saat aku membuka mata. Ibu mertua, yunda umi, yunda Hafisah, yunda saidah dan mamaku. Melihatku yang sudah siuman, mama menatapku mengisyaratkan bahwa semua baik-baik saja. “Reina.. terima kasih kamu sudah berjuang.. anakmu perempuan.. kamu jangan memikirkan apa-apa ya.. istirahat..” ujar ibu mertuaku. Aku hanya mengangguk. Namun sesuatu menyentuh tanganku membuatku penasaran. “aunty.. aunty” Aku terseyum menatap anaknya yunda umi yang baru berumur 6 tahun. “iya sayang” “nama Fakhira kan Fakhira Syahida Hazwan. Kalau nama dedeknya fakhira yang itu siapa?” katanya menunjuk bayi cantik yang sedang digendong ibu mertuaku. Sontak seisi ruangan tertawa. Akupun mencubit pipinya yang cubby. “namanya…” “bagaimana kalau Ana?” lirik yunda umi. “dalam bahasa kami Ana berarti yang dibangkitkan kembali hingga abadi… Umm.. tidak buruk juga..” lirih mamaku. “karena dari pihak kami sudah menyertakan perwakilan nama.. maka sisanya kami berikan padamu reina” tambah ibu mertuaku. “Ana Adelaida” ucapku spontan “yah.. Ana Adelaida.. yang berati Bangsawan yang dibangkitkan kembali hingga abadi” lirihku. “Ana Adelaida Argiova = bangsawan yang dibangkitkan kembali hingga abadi itu anaknya Argi. Jangan melupakan namanya.. itu kehormatan bagi keluarga kita..” tambah mamaku diiringi senyum semua orang yang ada di ruangan. “terima kasih mama” lirihku tersenyum juga. “waw… namamu adalah Ana?” tanya Fakhira pada putri kecilku. “Bunda.. bagaimana jika namaku mejadi Elsa Syahida Hazwan?” tanya Fakhira membuat kami terkejut. Yunda umi memangut dan menghampiri anaknya. “memangnya kenapa?” “agar aku dan ana bisa selalu bersama.. seperti yang di film frozen itu..” lirihnya. Kami tertawa beriringan. “baiklah nona elsa… nona Ana akan beristirahat… jadi nona disilahkan untuk duduk manis agar mendapatkan coklat” rayu yunda umi “benrkah? Waw… baiklah.. kalau begitu.. selamat beristitahat my litle angle.. muah”
Fakhira meninggalkan putriku yang sedari tadi memejamkan matanya dalam pelukan neneknya. Ia duduk manis sembari menikmati coklat hingga tertidur pulas. Aku tau, ruangan yang aku tempati ini bukan sembarang tempat, VVIP is siute room. dengan fasilitas terlengkap dan merupakan salah satu rumah sakit kelas atas… Ini adalah rumah sakit mantan mertuaku atau ini adalah rumah sakit swasta milik ayah alm. Suamiku. Dengan kata lain, dia masih mempedulikan cucunya. Aku pernah mendengar bahwa ibu dan ayah mertuaku akan rujuk kembali. Tapi aku tidak mengetahui kelanjutan kisah mereka.
Cerpen Karangan: Aisyana Syazira Blog / Facebook: Siti Aisyah Nasution Aisyana Syazira Nasution lahir 14 November, Mahasiswi di STAIN SAS BANGKA BELITUNG prodi Bimbingan Konseling. suka menulis meskipun acak-acakan. hobi menyanyi dan ini pertama kalinya yang sampai selesai. semoga terhibur