Wajahnya kotak, berambut tebal, berkulit putih dan berpostur tubuh tinggi ideal adalah orang yang sudah lama kukagumi. Namanya David kelas XII IPA 3, kakak kelas yang menjadi idola para siswi salah satunya aku sendiri.
“Sampai kapan kamu hanya memperhatikan dia dari kejauhan seperti ini?” tanya Nisa, teman karibku. “Memangnya mau berbuat apa? Mau menyatakan perasaan padanya?” kataku dengan pesimisnya. “Lakukan seperti yang dilakukan penggemar rahasiamu saja.” usulnya. Aku memang memiliki penggemar rahasia yang setiap isi suratnya “TERIMA KASIH TELAH MENOLONGKU DAN SELAMAT ULANG TAHUN” dan sisanya doa-doa yang biasa dikatakan orang pada orang yang berulang tahun tapi sayangnya tanpa nama. “Tapi, kalau orang seperti itu berarti dia pengecut.” kataku. Tepat setelah aku berbicara, kak David menoleh ke arah aku dan Nisa yang sontak membuatku menundukkan kepala seperti biasa.
“Maryam bukannya besok kamu ulang tahun ya?” tanya Nisa saat kami berada di Perpustakaan. “Iya. Kenapa?”. “Mau kado apa?”. “Tidak usah. Doa saja sudah cukup.” kataku sambil terus mencari buku. “Kalau begitu kamu menginginkan apa?” tanyanya lagi. “Tidak ada. Sudahlah jangan membahas itu lebih baik kamu bantu aku cari buku tips dan trik biologi”. Tidak ada jawaban dari Nisa dan setelah kulihat dia termenung sedih. Kudekati dia dan berkata, “Aku hanya membutuhkan doa yang sifatnya abadi daripada benda yang sementara. Aku tahu kalau kamu ingin memberikanku hadiah tapi lebih baik kamu simpan uangmu untuk hal yang lebih berguna.” Dia pun tersenyum mendengar ucapanku.
Untuk kesekian kalinya kudapati surat di kursiku tapi kali ini surat itu penuh dengan kertas warna-warni. Kudekati kursiku dan mengambil surat itu. “Siapakah kamu?” gumamku dalam hati. Tiba-tiba ada suara dari balik pintu. “Kalau kamu menganggap aku pengecut tidak apa-apa. Asalkan aku selalu bisa melihatmu tersenyum saat melihat surat tanpa nama milikku”.
Dengan cepat kubuka pintu dan kudapati orang yang sudah tidak asing lagi bagiku. “Haris?” kataku. “Hai… Maryam.” ucapnya. “Jadi, kamu yang selalu mengirim surat ini?” tanyaku dengan herannya. “Benar. Aku yang selalu mengirim itu semua karena aku kagum dengan kesederhanaanmu yang tidak mau menerima apapun meskipun sebagai hadiah ulang tahunmu.” jelasnya. “Tapi, kenapa selalu ada ucapan selamat ulang tahun?” tanyaku. ketika hendak menjawab terdengar suara teman-teman yang lain. Haris pun pamit pergi.
“Jadi, penggemar rahasiamu itu Haris?” tanya Nisa sewaktu kami makan siang di kantin sekolah. “Iya.” jawabku datar sambil terus meniup-niup kuah bakso. “Aku fikir penggemarmu itu yang super baik seperti kak Davidlah.” katanya lagi dengan nada menggoda. Seketika nama kak David terdengar, aku pun tersedak sampai terbatuk-batuk. Nisa dengan sigapnya langsung memberikanku minuman. Kuterima minuman itu dan meminumnya. Tak pernah terfikirkan olehku kalau orang yang aku kagumi berbalik mengagumiku. Sama sekali tidak pernah.
Di perpustakaan, itulah tempatku berada sekarang. Aku memang sering menghabiskan waktu di sini selain di kantin. Tapi, bukan berarti aku selalu membaca buku. Terkadang waktuku habis karena sibuk dengan fikiranku sendiri. Apalagi kalau bukan memikirkan kak David. “Kak David. Kulupakan saja ya? Sebentar lagi dia akan meninggalkan sekolah ini dan aku pun tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.” gumamku lirih.
Beberapa saat kemudian, sebuah pesawat kertas jatuh tepat di atas buku yang sedang kubaca. Setelah membukanya, kutemui kalimat “Jangan habiskan waktumu dengan memikirkan hal-hal yang tidak berguna karena waktu yang terbuang tidak akan bisa kamu dapati lagi.”. Segera kuarahkan pandangan ke seluruh ruangan dan yang kudapati hanyalah Haris yang sedang berdiri membaca buku. Saat dia menoleh ke arahku, dia hanya tersenyum dan kembali membaca bukunya. Apakah ini dari Haris?
Setelah pengakuan Haris kemarin, aku tidak lagi menerima surat. Mungkin karena aku sudah tahu, jadi Haris tidak lagi mengirim surat? Berhari-hari tanpa membaca surat penggemar rahasia terasa aneh bagiku karena sudah hampir satu bulan surat itu menemani hari-hariku. Tetapi, setelah surat itu tidak ada sekarang berganti nasihat-nasihat dari kertas yang dibentuk sedemikian rupa sehingga tampak menarik yang datang disaat aku selalu melakukan hal-hal yang tidak berguna. Selain yang di Perpustakaan kemarin, ada juga saat aku mulai mengeluh dengan tugas-tugas yang menumpuk. Kemudian kertas origami bertengger di jendela kelasku. Bagaikan seekor burung yang datang kepada pemiliknya. Isi kertas itu adalah sebuah kalimat yang berbunyi, “Janganlah banyak mengeluh, lakukan saja semua yang bisa kamu lakukan. Dan jangan lupa tetaplah memohon kepada Yang Kuasa untuk senantiasa mempermudahkamu dalam segala urusanmu.”. Dan ketika kuedarkan pandanganku, lagi-lagi kudapati Haris berjalan di luar kelasku dan tersenyum dari balik jendela. Aku bertanya-tanya, “Kalau pun Haris mau menasehatiku langsung katakan saja. Kenapa harus memakai cara seperti ini?”
“Apakah kamu pernah bertanya langsung kepada Haris tentang kertas yang berisi nasihat itu?” tanya Nisa saat kuceritakan semuanya kepadanya di waktu jam kosong. “Tapi, kalau membuat dia nantinya merasa bersalah bagaimana?”. “Kamu jangan langsung bertanya dengan nada tidak percaya. Seperti berbicara biasa saja.” usulnya. “Atau jangan-jangan dia bukan penggemar rahasiamu?”. “Jangan su’udzon seperti itu, tidak baik tahu.” jawabku. Selesai berkata seperti itu, ada kertas lagi yang berbentuk perahu yang isinya itu berbunyi, “Tetaplah berprasangka baik seperti itu karena perahu tidak akan berlayar dengan baik jika ada pelaut yang merusaknya dan hati tidak akan bisa suci jika ada noda hitam yang menyelubunginya.”. Dan untuk kesekian kalinya kucari pemilik dari kertas itu tapi tidak kujumpai Haris di sana. Kulihat lagi tulisan di kertas itu dan setelah diperhatikan dengan seksama, aku baru sadar tulisan itu sama dengan tulisan yang ada di dalam surat milik Haris yang dikirim padaku. “Jadi, kertas ini dari Haris juga.” gumamku dalam hati.
Sepulang sekolah, kusempatkan waktu untuk bertemu dengan Haris. Kami memang sudah sepakat akan bertemu di taman sekolah karena ada yang ingin kuperjelas mengenai dua benda yang sekarang di tanganku. Tiba-tiba ada kertas yang jatuh di hadapanku. Setelah kupungut kertas itu dan kulihat tulisannya. Aku terkejut, bukan karena apa yang ditulis tapi bentuk tulisannya yang sudah tidak asing lagi bagiku. Tulisan ini sama dengan tulisan di dalam surat dan kertas nasehat itu, tapi ini milik kak David.
“Ada apa?” tanya Haris mengejutkanku. “Kamu berbohong!” kataku dengan tetap membelakanginya. “Maksudmu apa? Aku tidak mengerti.” tanyanya bingung. Kubalikkan badan seraya berkata, “Kamu bukan pengirim surat maupun kertas nasehat ini. Benar bukan?”. “Kenapa kamu tiba-tiba berkata seperti ini?” tanyanya lagi. “Coba kamu lihat ketiga benda ini.” ucapku sambil memberikannya surat, kertas nasehat, dan kertas yang baru saja kutemukan. Haris mengambilnya, melihatnya dengan baik-baik dan sedikit terkejut. “Bukankah ucapanku benar? Kamu membohongiku dengan mengaku sebagai penggemar rahasiaku dan untuk kertas nasehat itu, apakah kamu akan mengakui kalau kamu juga yang mengirimnya?” tanyaku kemudian. Haris hanya terdiam seperti kehabisan kata-kata. “Atau apa perlu aku memintamu untuk menulis sekarang supaya dengan jelasnya kalau bentuk tulisanmu berbeda dengan bentuk tulisan di kedua benda yang kamu kirim padaku?” tambahku memojokkannya.
“Tidak usah. Dia tidak bersalah dan memang dia tidak menulis surat ataupun kertas nasehat itu. Tapi, aku yang menulisnya.” kata seseorang dari belakangku. Saat putar badan, aku dapati kak David berdiri tegak dengan memasang wajah serius. “Ada hal yang harus kamu ketahui sebelumnya.” dia berhenti sejenak sambil melihat ke arah Haris. “Sebenarnya aku dan Haris adalah saudara kandung. Dia adalah adikku satu-satunya yang sangat aku sayangi. Sebulan yang lalu, aku tidak sengaja mendorongnya dari tangga yang membuat 3 jari utama miliknya patah. Dan awalnya bentuk tulisan kami sama, maka dari itu dia memintaku untuk menuliskan surat dan kertas nasehat itu untuk diberikan kepadamu. Dia melakukannya supaya kamu mudah mengenali bahwa penulisnya adalah dia. Dan di dalam surat itu, dia menulis terima kasih karena kamu membantunya menjadi orang yang tidak boros dan lebih bersyukur dengan kesederhanaanmu. Ucapan selamat ulang tahun juga dia tulis karena dia tidak tahu ulang tahunmu tanggal berapa hanya bulannya saja yang dia tahu.” jelasnya dengan tegas seperti biasanya. Dan aku hanya bisa terdiam mendengar semua penjelasan darinya begitu juga dengan Haris.
“Haris, aku datang ke sini dan menjelaskan semua ini karena aku masih belum percaya denganmu kalau kamu akan mengatakan semuanya. Sekarang kuserahkan semuanya padamu untuk menjawab pertanyaan dari Maryam yang mungkin sebentar lagi dia lontarkan kepadamu.” Kak David berjalan melewatiku dengan senyuman dan menepuk pundak kiri Haris. Dia pun pergi. Setelah kepergian kak David, Haris menjawab semua pertanyaan dariku seperti yang telah diperkirakan kak David sebelumnya. Setelah itu, aku meminta maaf kepada Haris atas tuduhanku padanya dan akhirnya kami pun pulang bersama dengan sepeda masing-masing.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, aku disibukkan oleh pekerjaan mempersiapkan hadiah ulang tahun Haris. Besok sepulang sekolah akan aku berikan padanya tapi tidak dengan sembunyi-sembunyi seperti cara Haris tentunya. Sepulang sekolah tidak kujumpai Haris. Mungkinkah dia tidak masuk sekolah? Beberapa hari berikutnya sama, tidak ada Haris. Tidak hanya Haris kak David pun tidak ada. Setelah kukirim pesan mengenai ketidakhadirannya, dia hanya meminta maaf. Tetapi, suatu hari dia mengajakku ketemuan di taman sekolah.
“Sudah menunggu lama?” tanya seseorang tapi sepertinya bukan suara Haris. Kuangkat kepalaku dan ternyata itu adalah kak David. “Kenapa kak David yang datang? Haris di mana?” tanyaku bingung. “Haris tidak bisa datang tetapi dia menyuruhku untuk memberikan surat ini padamu.” katanya sambil memberikan surat putih bermotif bunga lili seperti yang biasa dia berikan dulu. Kuterima surat itu dan mulai membacanya.
Hai Maryam… Aku senang jika kamu tidak bosan membaca surat yaang aku kirimkan berulang kali padamu. Tapi, ini adalah yang terakhir kalinya. Saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak bisa bertemu denganmu lagi. Hari ini adalah ulang tahunku. Jujur saja aku mengharapkan hadiah darimu walaupun hanya ucapan selamat yang berbeda pengucapannya. Tapi, aku memiliki firasat aneh sejak 40 hari yang lalu. Kalaupun aku tidak bisa bertemu denganmu, itu tidak masalah bagiku. Ada satu hal yang ingin kukatakan padamu. Aku menyukaimu sudah sejak lama tapi kupendam karena kutahu kalau kamu tidak akan menerimanya. Satu pesanku, tetaplah menjadi Maryam seperti yang kukenal. Dan aku minta kepadamu untuk melakukan semua nasehatku karena itu yang membuatku tenang. Senang bisa bertemu denganmu walaupun hanya sekejap mata. …Haris
“Ini?” tanyaku bingung. “Surat terakhir dari Haris sebagai ucapan selamat tinggal.” ujar kak David singkat. Aku terkejut mendengar kalimat kak David. “Memangnya Haris ke mana?” tanyaku bingung. “Kemarin tepat di hari ulang tahunnya, teman-temannya menjatuhkannya ke dalam kolam renang di belakang sekolah. Haris sejak kecil sudah menderita penyakit jantung dan tidak tahu kenapa tepat adegan penjatuhan itu penyakitnya kambuh sehingga membuatnya tidak bisa tertolong.” kata kak David sedih. “Tapi, surat ini?” tanyaku hampir tanpa suara. “Disaat-saat terakhirnya, dia berusaha berbicara dan menyuruhku untuk menulis semua yang dikatakannya.” katanya dengan air mata yang sudah mulai berjatuhan. Seketika itu, tubuhku lemas dan akhirnya jatuh berlutut. Air mata pun bercucuran. Aku menangis tanpa suara. Kak David hanya memandangku penuh kasihan.
Hatiku terasa sakit sekali, baru kemarin aku mendapatkan seorang teman yang sangat perhatiannya padaku tapi sekarang sudah tiada lagi. Haris. Kuingat semua kenanganku bersamanya dan juga salah satu nasehat darinya yang berbunyi, “Kehidupan tidak selamanya indah. Air tidak selamanya jernih. Langit tidak selamanya biru. Hutan tidak selamanya hijau. Dan perasaan pun tidak selamanya bersuka ria. Ketika kamu mengalami masa suram, cukup ingat Tuhan pencipta semesta alam dan semuanya akan kembali tenteram.”
1 tahun berlalu, tanpa ada Haris ataupun kak David. Kulewati hari seperti biasanya sebelum mereka berdua datang. Tapi, bukan berarti aku melupakan kedua saudara itu terutama Haris, my secret admirrer. Mereka akan tetap menjadi bagian dari kisah hidupku. Tanpa mereka, aku tidak akan memiliki kisah yang mendewasakan seperti ini. Haris semoga kamu tenang di sana. Doaku akan seperti suratmu yang sampai kapanpun selalu membantu. Oleh : 13
Cerpen Karangan: Siti Shofiyah Blog / Facebook: Siti shofiyah Assalamu’alaikum… Ini adalah cerpen yang saya buat saat duduk di bangku SMA… Awalnya saya akan memasukkan pengalaman pribadi saya yang memang mengidolakan kakak kelas… Tapi, nyatanya pengalaman sendiri terlalu membosankan… Jadi, ini murni sebuah karangan… Semoga menyenangkan… Wassalamu’alaikum…