Laki-Laki tanpa mata kanan, Dal, itulah orang-orang menyebutnya. Sungguh, laki-laki tanpa mata kanan itu sangat teramat terkenal sekali: hanya pelancong sajalah yang tak kenal laki-laki itu, Dal!
Dal, tak mempunyai kelopak kanan sejak lahir. Dokter terbisu atas segala apa yang dia lihat di depan muka matanya. Tak bisa berkata-kata: aku, seorang dokter, harus menyerahkan jiwaku kepada pasien-pasien agar bisa tersenyum kembali.
Ibu Dal, tatapan sayu sehabis berjuang melawan maut, menarik paksa kedua sudut bibirnya ketika mendengar rengekan malaikat kecil yang baru saja ditendang dari surga. Ibu Dal selayaknya sejuta embun memeluk jendela mobil tua yang cantik, sangat tahu tentang keadaan sang malaikat kecil tanpa kelopak kanan.
Ayah Dal? Dia kabur begitu saja setelah tahu bahwa anaknya akan turun ke asuhan ibu pertiwi. Namun, dirinya bukanlah sesosok pengecut tulen, melainkan dia sangat sadar bahwa dirinya tak akan mampu hidup bersama Dal. “Aku tahu bahwa diriku ditakdirkan untuk mekar di dalam kegelapan. Aku belum pernah melihat bunga yang tumbuh dari kegelapan akan mekar ketika diterpa sinar cahaya suci.”
Ibu Dal, sangat teramat jelas bahwa dirinya memelas kepada ayah Dal untuk jangan tinggalkan dirinya. “Kumohon, kumohon … jangan tinggalkan diriku yang rapuh ini di tengah-tengah kebengisan ….” Air mata permohonan penuh kesucian jatuh begitu indah dari kelopak tebalnya. Peluncuran air mata yang begitu elegan menciptakan suatu magis penuh emosional. Akan tetapi, ayal Dal terbisu dengan tatapan penuh kebingungan. Berdehem, lalu berkata, “Maaf, aku tidak bisa bersamamu. Aku tahu bahwa ini pengecut. Panggil diriku ‘pengecut tulen’ mulai detik ini. Tenang saja, aku akan membawa lari semua penyesalan dan penderitaanmu. Aku mencintaimu tetapi masa telah memutuskan benang merah yang menjalin di antara kita berdua.” Setiap kalimat yang diucapkan penuh getaran yang begitu ketir selayaknya petir menyambar begitu menggelegar.
Dal, tak tahu siapa ayahnya. Dirinya bertanya sama ibunya maka akan selalu menjawab: ayahmu itu bentuk manifestasi imajinasi Ibu.
Penuh kedangkalan atas ketidaktahuan Dal dalam memahami kalimat ibunya. Dal, bingung terhadap sosok ayahnya ini.
Apakah ayahnya tak ada kelopak kanan juga? Dirinya pernah dengar bahwa fisik anak—itu turunan dari orangtua. Apakah ayahnya itu sangat tampan seperti penyanyi-penyanyi yang dicintai sejuta perempuan? Barangkali Dal begitu sial mendapatkan fisik begitu.
Masyarakat segan terhadap Dal, bahkan banyak masyarakat yang sangat sukarela memberikan puterinya untuk bercumbu dengan Dal. Kecacatan yang diberikan oleh Tuhan kepada Dal bukanlah menjadi aib ataupun keburukan yang dijatuhkan kepadanya.
“Inilah nikmat Tuhan ….” Dal sangat suka mengucapkan kalimat itu ketika dirinya mencapai suatu kenikmatan. Baginya, kalimat itu memberikan suatu magis yang akan melegakan tubuh gagah dan perkasa dari ganasnya suatu kenikmatan.
Dal, pernah memerawani sepuluh gadis perawan berbeda-beda umur dalam satu kegiatan: 1 gadis berambut bob dengan poni pagar itu berumur 14 tahun, 2 gadis berambut gelombang hitam legam berumur 16 tahun, 3 gadis berambut sebahu lurus tegak selayak sutra berumur 18 tahun, dan 4 gadis berambut setengkuk sedikit bergelombang berumur 20 tahun.
Para gadis itu sungguh buas selayaknya predator melihat mangsa yang terjebak. Namun, Dal, sangat tahulah bahwa dirinya tidak akan tunduk dalam keganasan para gadis tersebut. Dal mempunyai prinsip bahwa: dirinya akan berdiri tegak selayak patung perunggu membokongi mentari walaupun para burung-burung senantiasa menjatuhkan segala kotoran hina kepadanya!
Sepuluh gadis berhamburan selayaknya bangkai hewan. Namun, Dal masih sangat sanggup untuk bertempur lagi.
“Inilah nikmat Tuhan ….” Di tengah-tengah kamar yang temaram begitu lembab dan berantakan.
Di suatu lorong yang tampak tak terbatas itu tampak dua gadis sedang berbincang. “Aku kasihan sama pasien nomor 13.” “Maksudmu, pasien korban pemerk*saan yang dilakukan oleh pemuka agama lalu memerk*sa ramai-ramai.” “Iya, itu, yang kudengar sepuluh orang secara bergilir.” Pasien 13, seorang korban pemerk*saan yang dilakukan oleh pemuka agama lalu diperk*sa beramai-ramai secara bergilir.
Waktu itu, gadis tersebut masih berumur 17 tahun. Saat ini, dirinya berumur 19 tahun. Sebenarnya, yang menjadikan dirinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa ini, bukanlah karena trauma pemerk*saan. Dirinya memang trauma bahkan memunculkan fobia terhadap pria dewasa. Dirinya hampir melakukan bunuh diri, ketika anak yang dikandungnya dari hasil pemerk*saan tersebut terlahir prematur seukuran bayi kucing dan mati selayak ikan kehabisan oksigen. Sejak itulah dia selalu bercerita tentang kegagahan dan keperkasaan anaknya yang bernama ‘Dalton Bagaskara’, dan dirinya selalu berucap: “Dal, Dal, Dal. Anakku ….”
Cerpen Karangan: Suijin Syah Facebook: facebook.com/suzuki.kaito.754 Wibu yang ingin menjadi penulis baik dan benar, malah gagal. Kegagalan terus menghantuinya. Alhasil, tak bisa membuat dunia impiannya …. Sila nikmati cerita lain di Wattpad: wattpad.com/user/Mpvi_05
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 11 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com