Di sebuah kontrakan kecil di sudut kota, seorang wanita duduk seorang diri. Dia termenung di teras sembari melihat langit yang tampak dipenuhi bintang. Terlihat indah, sangat kontras dengan kehidupan yang harus dia jalani. Berjuang sendirian di kota besar dengan kehidupan yang keras. Hidup serba pas-pas an demi menuntut ilmu. Berjuang untuk mewujudkan cita-cita dan juga permintaan terakhir dari mendiang sang ayah. Cita-cita untuk menjadi seorang sarjana.
Aryani, begitulah wanita itu biasa dipanggil. Gadis manis asal desa terpencil daerah pesisir. Cita-cita tinggi ia pikul di pundaknya. Dengan berbekal beasiswa prestasi, Aryani berhasil masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri bergengsi. Anak pintar yang lahir dari keluarga sederhana. Ibunya adalah seorang pembantu di rumah keluarga kaya di kampung, sedangkan sang ayah sudah meninggal ketika Aryani masih duduk di bangku SMP. Sejak Aryani masih kecil sang ayah sering berkata jika beliau ingin anaknya kelak menjadi seorang sarjana agar memiliki hidup yang lebih baik dari kedua orangtuanya. Namun sayang, takdir telah menjemput sebelum keinginan itu terwujud.
Setelah lulus SMA Aryani tinggal di kota untuk kuliah, tinggal di sebuah kontrakan kecil yang ia sewa bersama sahabatnya Erina, yang lebih memilih bekerja daripada kuliah. Tak pernah terbayang sebelumnya jika tinggal dikota sangatlah sulit. Tinggal di gang sempit dengan rumah tetangga yang berhimpitan, seperti tak menyisakan ruang untuk privasi. Belum lagi ibu-ibu sebelah yang hobi ngerumpi selalu saja membicarakan gerak-gerik tetangganya, tak ubahnya seperti kamera pengintai. Aryani sering menjadi bahan gunjingan karena kerap pulang malam. Wajah jelita dan tubuh ideal yang ia miliki telah membuat orang salah paham, jika ia bekerja macam-macam di luar sana. Tidak ada yang tau jika Aryani harus bekerja setiap harinya.
Setiap sore sepulang kuliah Aryani bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe. Memang semua biaya kuliah ia dapat dari program beasiswa tapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Aryani harus menanggungnya sendiri. Menerima kiriman uang dari kampung yang jumlahnya jauh dari kata cukup, membuat Aryani harus memutar otak, mencari cara untuk bertahan hidup. Bekerja demi sesuap nasi. Beruntung dia diterima bekerja sebagai pelayan cafe yang bisa disesuaikan dengan jadwal kuliahnya.
Dengan setumpuk tugas dari kampus dan kesibukannya di cafe. Waktu Aryani habis untuk belajar dan bekerja. Dia berharap suatu saat nanti kehidupan yang lebih baik datang menghampirinya.
Setiap sebulan sekali Aryani mengunjungi ibunya di kampung sekaligus menghindar sejenak dari penatnya rutinitas di kota. Menikmati indahnya panorama laut, membuat Aryani sedikit terhibur. Hanya sehari dan ia harus berkutat lagi dengan tugas-tugasnya.
Berat hidup yang harus ia lalui. Lelah luar biasa setiap harinya. Terkadang dia iri melihat teman-temannya yang memiliki banyak waktu luang setelah kuliah. Aryani hanya menghabiskan waktunya untuk belajar dan bekerja.
Erina sudah jarang pulang ke kontrakan dia lebih sering menginap di tempat pacarnya. Meninggalkan Aryani sendiri kesepian setiap malamnya. Erina sering mengingatkan Aryani “Masa muda itu harus dibumbui cinta biar sedep” Erina berkata sambil tertawa. Aryani tak begitu menanggapi ucapan Erina. Dia ingin fokus dengan cita-citanya.
Tak terduga seseorang datang seperti pangeran. Tampan, ramah dan tampak baik hati. Pelanggan cafe tempat Aryani bekerja. Sepertinya pria itu tertarik dengan kecantikan alami sang primadona desa. Gayung pun bersambut, Aryani merasakan ketertarikan yang sama.
Mahasiswi cantik ini akhirnya tergoda oleh cinta. Ditengah kepenatan pikiran dan kelelahan fisik. Cinta datang menyapa. Membawa untaian bunga, bulir-bulir cinta bersemi. Berkembang hingga akhirnya Aryani lalai, terbuai karena indahnya. Tugas-tugas kuliah menumpuk, ia juga sering bolos kerja. Hingga puncaknya Aryani melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Kesalahan yang membuat sang ibu teramat kecewa.
Ibu Aryani terkejut setelah mendengar pengakuan dari sang putri kesayangan. Pengakuan jika dalam rahim Aryani tumbuh benih dari hubungan terlarang antara ia dan cintanya. Tak mampu menahan beban pikiran ibu Aryani pun jatuh sakit, dan beliau meninggal beberapa hari kemudian. Kecewa dan sakit hati yang beliau rasakan membuat tubuhnya tumbang.
Sialnya lagi pangeran yang telah menanam benih buah cinta justru pergi menghilang setelah buah cinta itu hadir. Laki-laki pengecut.
Kini Aryani seorang diri, dia hanya bisa pasrah ketika beasiswanya dicabut karena ketahuan hamil. Entah dengan apa ia harus membiayai kuliahnya. Dengan perut yang semakin membesar ia tak lagi mampu bekerja terlalu keras.
Penyesalan demi penyesalan datang menghantui. Tapi semua itu sudah tak berguna lagi. Ibunya telah pergi begitu juga dengan cita-cita yang nyaris tak tergapai. Menjadi sarjana hanya akan menjadi mimpi.
Aryani kini hanya bisa terdiam, tak tau apa yang harus ia lakukan. Memandangi langit malam, berharap sekumpulan bintang mampu memberikan jawaban.
Cerpen Karangan: Wiwin Ernawati Blog / Facebook: Icasia Aurelio