Di suatu sore, seorang anak pulang dari sekolah. Dia lelah, namun dia tahu, banyak tugas rumah yang harus dilakukannya. Keadaan di rumah waktu itu hanya ada adiknya. Kedua orangtuanya masih bekerja. Dia bukan anak yang baik, dia selalu menunda-nunda menyelesaikan tugas rumahnya itu dengan melakukan sesuatu yang sia-sia. Hingga ia akhirnya sadar bahwa waktu semakin sore dan dia belum menyelesaikan tugas rumahnya itu. Alhasil ia terburu-buru menyelesaikan tugasnya itu.
Waktu pun berlalu, sambil menunggu kedua orangtuanya pulang dari bekerja, ia merenung akan masa depannya, merenung atas apa yang ia lakukan sehari ini. Dia lelah, lelah untuk hidup dan terkadang ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Namun ia mengerti percuma melakukan hal itu, dunia tidak akan berubah hanya karena kehilangan 1 orang yang tak berguna. Tapi tak ada seorang pun yang tahu, dia berdoa kepada tuhan bahwa ia ingin cepat mati. Bukan karena dia tidak takut mati. Dia takut akan kematian, namun melihat orang yang dia sayang mati itu lebih menakutkan baginya.
Mungkin orang-orang menganggapnya “alay”, dan berkata “itu bukan seberapa”.
Dia hidup sebagai anak pertama, anak perempuan, yang memikul beban yang berat. Mungkin memang tidak seberat itu, namun baginya itu bagai seluruh beban yang ada di dunia ini ada di pundaknya. Usia yang terpaut jauh dari adiknya, membuat ia paham akan situasi ini. Dia sudah berusaha menguatkan dirinya, dia hanya menanggung bebannya sendiri, dia kuat, kuat untuk mengerti kerasnya dunia.
Dia bersekolah lebih cepat daripada orang-orang seumurannya. Mungkin karena beban itu, dia dewasa sedikit lebih cepat. Mengapa sedikit? karena ia masih seorang anak, yang lemah, menangis bila dibentak, dan merasakan sakit jika terluka. Luka yang dia rasakan memang tak seberapa. Tapi baginya itu adalah luka yang akan membekas dan diingatnya seumur hidupnya.
Dia kuat dan lemah seiring waktu. Dan menurutnya kematian adalah jalan yang paling mudah namun yang paling susah. Mudah setelahnya susah untuk melakukannya. Dia takut akan kematian, namun hidupnya membuatnya tahu, bahwa hidup lebih menakutkan daripada kematian.
Terserah kalian ingin berkata apa, manusia diciptakan berbeda, maka dari itu hidupnya juga berbeda. Selesailah apa yang dipikirkannya setelah seseorang yang memberikan salah satu beban itu pulang. Dia bukan orang lain yang menganggap itu bukan beban, itu beban dan dia menganggapnya begitu karena jika tidak dia sudah tidak hidup dari lama. Dia hidup karena beban itu.
Renungan selesai~ Namun cerita belum…
Cerpen Karangan: Si IV Blog / Facebook: Nado Fitriputra