Hai namaku Nacia Renata Putri Kiki, panggil saja aku Renata atau Rere. Aku duduk di bangku SMP kelas delapan. Aku adalah anak yang ceria, rajin, cerewet dan humoris.
Aku mempunyai hobi berpetualang atau mencoba hal hal baru yang menantang, menggambar dan mengoleksi jam tangan. Aku suka permainan anak laki laki seperti bermain layangan, mobil mobilan, kelereng, karambol, sepakbola dan masih banyak lagi. Kenapa suka permainan anak laki laki? Karena memang teman main di rumahku adanya anak laki-laki, kalau ada yang perempuan pun mereka sudah dewasa.
Umurku 13 tahun, tepat tanggal 4 Juli lusa umurku akan bertambah. Di hari ulang tahunku yang ke 14, aku ingin sekali hadiah jam tangan karena bisa menjadi tambahan koleksi jam tanganku.
Selang sehari sebelum ulang tahunku, pada tanggal 3 Juli aku mendapat kabar bahwa Pamanku telah tiada. Tubuhku terasa lemas, cairan bening pun mulai membasahi pipiku, aku masih tidak menyangka bahwa pamanku yang baru kemarin lusa bermain ke rumahku sekarang sudah tiada.
“Nggak, ngga mungkin! Ini pasti mimpi” Aku menggelengkan kepala sambil menangis. “Iya kan Ma? Ini pasti cuma mimpi kan?” tanyaku pada Mama. “Tidak, ini bukan mimpi Pamanmu memang benar benar sudah tiada” jawab Mamaku menahan tangis. “Kita harus bisa mengikhlaskan ya” Lanjut Mama. Aku pun menangis.
“Ayo nak kita ke rumah Paman, kamu siap siap dulu” Ajak Mama. “Iya Ma” jawabku lemas.
Sesampainya di rumah Paman, tubuhku terasa lemas, cairan bening pun terus membasahi pipiku. Aku masih bertanya tanya dalam hati. Apakah ini mimpi?? Besok ulang tahunku, apakah ini hadiah ulang tahunku? Kenapa harus sepahit ini?
Aku menatap tempat peristirahat terakhir Paman. Mataku berkaca-kaca, perlahan cairan bening pun mulai jatuh di pipiku. Aku benar-benar sedih dan masih tak menyangka bahwa Pamanku yang kemarin lusa masih berbicara dan bercanda bersamaku kini sudah tiada.
“Paman… Kenapa hikss.. kau per- hikss.. gi secepat ini? Padahal hikss… kemarin kita masih bercanda hikss… bersama..” Ujarku sambil menangis tersedu sedu. Mama yang melihatnya langsung memelulku erat. “Sudah ya nak, kita harus ikhlas. Semoga Pamanmu bisa diterima disisi Allah SWT”. Aku mengangguk kecil dengan sedikit terisak. Mama benar, seharusnya aku bisa ikhlas.
Siang harinya aku dan keluarga berpamitan untuk pulang terlebih dulu. Lalu, nanti akan kembali lagi setelah magrib untuk mengaji bersama.
Sekarang, tepat tanggal 4 Juli pukul 00.00 aku berulang tahun yang ke 14. Di ulang tahunku ini aku merasa sedih kehilangan Paman yang sangat baik, tak terasa cairan bening mulai membasahi pipiku lagi, aku menangis dalam diam di tengah malam yang sunyi dan dingin ini.
Aku masih berpikir apakah ini hadiah ulang tahunku?? Kalau benar ini hadiah ulang tahun, aku nyatakan ini adalah hadiah ulang tahun yang terpahit dan terburuk selama ini.
Pagi harinya aku mendapat surprise kue ulang tahun dari Mama, Ayah dan Adik. Aku diberi hadiah dompet, boneka, jam tangan dan lainnya. Aku merasa senang dan bahagia. “Selamat ulang tahun nak, semoga panjang umur, sehat selalu, tambah pintar dan menjadi anak yang Sholehah” ucapan ulang tahun dari Ayah dan Mama “Amin, terima kasih Ma, Yah” ucapku sambil tersenyum.
Sore harinya aku juga mendapat surprise dari sahabat sahabatku, aku merasa senang dan bahagia karena sudah mendapatkan sahabat sebaik dan setulus mereka. “Selamat ulang tahun bestiee” ucapan selamat dari Senja. “Doamu aminku” lanjutnya. “Terima kasih” jawabku sambil tersenyum. “Happy birthday” ucapan selamat dari Airin. “Thank you” jawabku sambil tersenyum. “Kami punya kejutan lagi, ayo ikut kami!” Ajak Airin dan Senja. “Ok, tapi aku pamitan dulu yah” jawabku Setelah berpamitan mereka mengajakku ke suatu tempat, di sepanjang perjalanan mereka menutup mataku.
Saat mataku dibuka, ternyata mereka mengajakku ke sebuah taman yang indah dengan dekorasi ulang tahun. “Surprise!!” ucap Airin dan Senja bersamaan. “Gift for you!!” lanjutnya. “Haa?? Apa ini tidak mimpi??” tanyaku dengan terkejut. “Tidak ini nyata” jawab Senja. “Kamu suka hadiahnya?” Tanya Airin. “Pasti sangat sangat suka, ini kan jam tangan yang sudah lama kuincar. Terima kasih banyak, kalian memang sahabat terbaikku” ucapku dengan terharu. Kami bertiga berpelukan dengan hangat. “Hore, koleksi jam tanganku bertambah” Sorakku dengan gembira. Airin dan Senja pun tertawa.
Aku Senang karena mendapat hadiah yang sangat sangat aku inginkan. Tapi, dibalik rasa senang dan senyum bahagiaku ini masih tersimpan kesedihan dan luka yang mendalam.
Jadi dari sini aku sadar bahwa namanya hadiah itu tidak selalu indah dan aku percaya bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa melihat waktu dan keadaan. aku harus belajar ikhlas dan tabah menerima semua itu.
Cerpen Karangan: Dinda Kiki Lutfiana, SMPN 1 Kemlagi Blog / Facebook: dindakikilutfiana