Desau angin berhembus menerbangkan setiap helai rambutku. Aku terpaku di sini menatap kemilau cahaya keemasan sang mentari sore yang bersinar hangat. Mataku tak henti-hentinya mengeluarkan air yang sedari tadi kubiarkan mengalir tanpa henti. Entah, aku tak pernah tahu untuk apa air mata ini, yang kutahu ia tak akan mampu membuat keadaanku berubah. Tetapi, aku pikir air mata adalah salah satu cara untuk mengungkapkan sesuatu yang mengganjal di hati, disaat mulut tak mampu merangkai kata-kata yang diucapkan maka air mata yang mengalir adalah ganti dari rangkaian kata-kata itu.
—
Tidak. Satu kata itu yang terbesit dalam pikiranku yang telah kacau. Kau tahu apa yang sebenarnya yang ada dalam pikiranku? Sehingga satu kata itu terlintas di otakku? Lebih tepatnya biar kujelaskan.
Tidak. Yah, kata itu. Kata itu yang membuatku kacau. Tidak. Tidak pernah lebih tepatnya. Aku terpuruk untuk saat ini. Ralat. Lebih tepatnya dari dulu sampai sekarang, selama ini. Aku merasa hidupku tak ada apa apa lagi, hilang, tak ada semangat, bahkan untuk melangkah kedepan pun aku bingung.
Kau tahu, aku merasa diriku adalah seperti suatu barang yang tidak berguna lagi? Diletakkan di sebuah gudang pengap dan gelap hanya berteman dengan debu yang menutupi seluruh ruangan. Atau suatu hal yang menjijikkan yang lebih pantas dicampakkan dan dibuang dengan tanpa rasa kasihan. Yah, itu mungkin gambaran untukku saat ini.
Tapi apa kau tahu, bahwa barang yang tak berguna yang telah tercampakkan juga berharap ia akan digunakan kembali dan diperhatikan lagi? Apakah terpikir seperti itu? Aku tahu akan diriku, aku tahu aku memang tak pantas berharap lebih agar aku diperlakukan dengan baik. Karna aku lemah, atau mungkin mereka menganggapku brengsek yang hanya mencemari kehidupan mereka. Tapi apa mereka tahu, bahwa aku tak pernah meminta untuk dihadirkan? bahwa aku tak pernah meminta untuk untuk diciptakan? Adakah aku meminta semua itu? Adakah aku menginginkan itu? Tidak! Aku tidak pernah memintanya!!! Lalu kenapa kehadiranku seolah olah beban yang begitu berat disisi mereka? Aku yang menangis dianggap tak wajar, aku yang merintih sakit dianggap lemah, aku yang tertawa dianggap tak mengerti keadaan. Munafik. Aku tak pernah tertawa, semua itu hanya kamuflause! Dan yah, hidupku menjadi serba salah dan aku juga tak memiliki tujuan dalam perjalanan hidupku, aku lelah.
Hingga dalam detik ini aku masih berada dalam ruangan tertutup yang berdebu itu jauh dari kata keramaian orang orang, aku hanya sesekali mengintip memperhatikan kegiatan makhluk makhluk hidup yang berlalu lalang tanpa mengusik kesibukkan mereka. Yah, aku memang sengaja bersembunyi dari setiap tatap tatap sepasang mata manusia yang kutahu selalu bertanya tanya tentang diriku yang jarang menampakkan diri ditengah keramaian mereka, bahkan memilih bersembunyi rapat dalm ruangan yng menurutku pengap dan berdebu. Aku tahu itu. Tidak, bukan tanpa alasan aku melakukan ini, toh mereka juga tak akan mengerti jika aku katakan yang sebenarnya terjadi, bahkan air mataku pun mampu aku sembunyikan dengan senyum kepalsuanku. Hebat bukan.
Di keterasingan ini aku masih memiliki harapan setidaknya ada seorang menolehkan perhatiannya kepadaku dan mengetahui keadaanku yang sebenarnya. Kau tau harapan suatu barang yang dicampakkan bukan? Yah, dia hanya ingin dihargai layaknya suatu hal yang ada disekitarnya, dan tentunya itupun yang kuinginkan. Namun apa? Aku hanya menunggu suatu keajaiban, setidaknya perhatian seorang yang berhati malaikat menghampiriku dan membawaku bersamanya, meletakkanku ditempat yang lebih layak dan dihargai layaknya barang yang ada disekitarnya. Tapi aku tak yakin, akankah ada orng yang menghampiriku dan membawaku pergi bersamanya, sedang aku kini berada tersembunyi dalam pengapnya ruangan? Entahlah, aku pun tidak tahu, dan tak akan pernah tau. Aku lelah dalam semua ini, aku bahkan hampir menyerah, menyerah dalam hidupku, namun aku tahu itu takkan merubah segalanya, tapi bukankah kata menyerah juga pilihan yang tepat untuk orang yang telah lelah?
Aku ingatkan sekali lagi, aku tak pernah meminta untuk dihadirkan, bukan? Dan aku juga tak pernah meminta menjadi suatu yang dicampakkan. Lalu apa pantas aku menuntut? Memang yang dihadirkan tak pernah meminta, namun suatu yang dihadirkan itu kadang menuntut agar kehadirannya dihargai, begitupun dengan aku. Tapi atas dasarnya bukanku menentang atau pun menyalahkan, memang ini sangat menyakitkan bahkan teramat sangat. Tapi aku juga tak berhak benci dengan takdir yang seolah olah mempermainkanku dalam lingkaran yang ada ujungnya.
Aku ingin bebas meski aku tak berani, aku ingin merasakan hawa sejuk angin yang melenggak lenggokkan daun daun yang hijau, aku ingin berjalan menyusuri jalan yang terbentang luas didepan sana meskipun langkahku lemah, bukankah aku juga boleh merasakannya? Namun apa daya, aku hanyalah barang yang tak berguna, yang lebih pantas berada dalam gudang pengap berdebu tempat penyimpanan barang yang tak terpakai lagi, itulah aku yang hanya menunggu takdir menentukan apkah ada seseorang yang berbaik hati untuk membawaku pergi bersamanya, atau tidak sama sekali hingga aku melebur menjadi kepingan kepingan yang mungkin akan semakin dicampakkan.
Tidak, bukan berarti aku tak berusaha, tapi bukankah sudah kukatakan aku lelah dan aku hampir menyerh? Aku diam, diam dan membiarkan takdir yang seperti mempermainkanku dalam sebuah lingkaran yang hanya berjalan berulang ulang tanpa ada habisnya, sampai mungkin dia akan membuka lingkaran itu dan memberiku jalan yng lebih jelas tanpa pengulangan lagi, tapi entah itu kapan, dan apa aku bisa menjalaninya, sementara seperti yang kukatakan aku tak memiliki tujuan dalam hidup ini, aku hanya mengikuti garis waktu dari pagi hingga kepagi, bahkan untuk besok aku tidak tahu, yang aku tahu aku hanya berdiri di detik ini sampai ke detik berikutnya. Jika Ku telah berada dalam detik besok aku baru tahu, namun jika belum aku hanya diam tanpa tahu apa yang akan aku lakukan untuk setiap detiknya. Entahlah, aku tak tahu. Aku hanya disini berteman dengan sepi, debu, gelap dan jangan lupakan air mata yang menjadi saksi semua ini dan menjadi rangkaian kata yang mengalir di setiap tetesnya.
Entahlah, aku terlalu lelah…
Cerpen Karangan: Ami-chan Seseorang yang berusaha ‘mengejar’ kesuksesan dan ‘menggapai’ kebahagiaan tanpa tahu dengan cara apa (lho kok???) (Tapi bukannya mengejar itu pake kaki ya dan menggapai itu pake tangan, iyakan? #Pletaks)