“Nek! Aku mau ini,” ucap cucuku yang baru berusia 5 tahun. “Bentar ya, sayang!” Aku mengambil jajan berbentuk harimau. Dia adalah cucu pertamaku. Namanya si Bagus. “Udah gede aja sih Bagus. Kasihan dari kecil enggak pernah liat ibunya.”
Anakku Mirah sudah 4 tahun berkerja di hongkong. Dari umur satu tahun Bagus hanya mengenalku sebagai neneknya. Di kampungku sangat lumrah jika ingin mengubah nasib harus merantau. Si Harun, menantuku perkerjaannya hanya tidur dan kelayapan. Dulu sebelum menikah dengan anakku dia berkerja di perkebunan. Tapi setelah setengah bulan menikah dia kena phk.
Hari ini aku mengantar Bagus ke rumahnya. Jarak rumah kami hanya sepuluh langkah. Setelah 4 tahun berkerja di hongkong Mirah anakku sudah bisa membuat rumah sendiri.
“Mau ke mana Run!” “Mau keluar Bu!” “Anakmu sendirian.” “Kan, ada ibu. Aku ada janji sama temenku.”
Memang menantuku satu ini sangat tidak berguna. Pagi tidur sampai siang. Malamnya kelayapan sama temen-temannya. Sudah berulang kali menasehatinya tapi tidak didengar. Kasihan Mirah, dia berkerja keras di luar negeri. Suaminya malah enak-enakkan.
“Bu! Ada uang?” “Nggak ada.” “Bohong. Hasil jualan tadi mana?”
Aku memang jualan di rumah. Membuka toko kecil untuk mengisi waktu luang dan tambah-tambah duit. Suamiku sudah lama tidak berkerja karena lumpuh. Jadi, aku yang jadi tulang punggung untuk anak keduaku yang masih duduk di bangku SMA.
“Uang dari Mirah mana Run?” “Udah habis buat bikin pager… Mana bu? Emang aku enggak tahu kemarin Mirah ngirim uang ke ibu.” “Itu buat biyah kuliah si Ahmad.” “Halah!” Harun menarik bajuku dan mengambil uang 50 ribu. Tidak sengaja pakai dalamku kelihatan. Buru-buru aku menutupi dan mengusir Harun pergi.
Jam 10 malam, akhirnya Bagus tertidur. Besok dia sekolah. Makanya harus lekas tidur. Dan malam ini aku menginap di rumah Harun. Takut cucuku rewel karena tadi dia terus saja memanggil ibunya. Sepertinya kangen. Di rumah ada Ahmad, jadi aku tidak khawatir meninggalkan suamiku yang lumpuh.
Dog! Dog! Aku bangun dari kasur. Membukakan pintu untuk Harun. Dengan wajah loyo dia bersandar di samping pintu. Matanya sayu-sayu pasti karena minum-minuman.
“Astaga Run! Kamu minum lagi.” “Iya, emang kenapa?” “Anakku susah-susah kerja di luar negeri. Kamu malahan main-main.” Bukannya menjawab dia melahan menyodorkan wajahnya kearahku. Seperti mau mencium bibirku.
“Apa-apaan kamu?” “Udah 5 tahun bapak mertua lumpuh. Apa ibu enggak kangen?” ucapnya genit sambil mengedipkan mata.” “Omong apa kamu?” “Udahlah Bu, kita sama-sama kesepian. Aku ditinggal Mirah dan suami ibu lumpuh.”
Entah setan dari mana yang merasukiku. Ucapan Harun seperti rayuan maut. Aku mulai merindukan kehangatan batin dari lelaki.
Dan malam itu, kejadi tragis terjadi. Aku dan menantu memadu kasih. Sungguh setan merasukku. Rasanya setelah malam itu aku benar-benar menyesal. Menyesal pada Mirah dan suamiku.
Harun selalu mengajakku melakukan dosa itu. Tapi aku menolak. Hingga suatu hari, dia menyiksaku karena tidak mau melayaninya.
“Kalau ibu nggak nurut sama aku. Aku bakalan cerain Mirah.” Ancaman Harun membuatku takut. Aku tidak mau anak sulungku sedih. Karena aku tahu dia sangat mencintai Harun. Harun pacarnya ketika di bangku SMP.
Setelah ancaman dan penyiksaan itu. Mau tidak mau aku melayaninya hingga berulang kali. Di rumahnya atau di toko. Hingga suatu hari, Mirah pulang dari Rantau. Dia tidak memberi kabar pada keluarganya jika mau pulang. Katanya mau memberikan suprise. Tapi malam itu, seperti petaka yang mengerikan. Mirah mempergokiku sedang bercumbu dengan suaminya.
Mirah syok langsung pingsan. Aku membawanya ke rumah sakit. Setelah kejadian itu. Mirah tidak mau berbicara denganku. Beberapa kali menjelaskan dia tidak percaya. Hingga aku diusir dari rumah dan Harun diceraikan.
“Mirah, maafkan ibu!” Air mataku luluh. Semua ini kulakukan demi anakku. Kenapa aku yang harus menanggungnya.
Cerpen Karangan: Aysea Akira (Ana) Aysea Akira.. penulis di fb dan juga di pf online. Judul novel – Dendam sang tuan perkasa – ayuna My little wife – Bersama Tuan muda – Brondong My husband