Alsha dan Alvaro, persahabatan retak karena cinta hadir di tengah tengah mereka. Laki laki dan perempuan tidak mungkin bisa bersahabat lama. Karena, salah satu di antara mereka akan merasakan cinta dan merasakan juga apa itu patah hati. Cinta sepihak. Sahabat dengan inisial ‘Al’ ini harus berpisah.
Dear Diary Memang bukanlah hal yang mudah untuk bisa melupakanmu. Aku harus berusaha lebih keras untuk ini. Semakin aku mencoba melupakanmu, semakin aku mudah mengingatmu. Mengingat semuanya, tentang aku dan kau, tentang hari yang kujalani bersamamu, dulu. Itu semua tersimpan rapat dalam memoriku. Entah bagaimana aku bisa menghapus semuanya. Andai saja kau tahu, rasa ini masih sama seperti kala itu. Rasa ini tumbuh dengan subur di tempatnya. Ingin kucoba untuk menghilangkan rasa ini, tapi apa dayaku? Tak sekalipun aku bisa menghilangkannya. Andai saja waktu bisa berputar, aku akan kembali ke waktu itu. Saat dimana aku pertama kali mengenalmu. Aku ingin kala itu aku tak mengenalmu, agar aku tak memiliki rasa ini. Tapi, aku sadar semua takkan bisa terulang, itu hanyalah angan kosongku….
Kututup diaryku. Meletakkannya di tempat yang seharusnya. Bayangnya masih menghiasi kepalaku. ‘Fuh…’ kuhela nafas panjang. ‘Ddrrt ddrrt ddrrt’ ponselku bergetar menandakan SMS masuk. Kuraih benda balok berwarna hitam milikku. Deg! Pesan singkat darinya. •Temui aku besok di taman biasa pukul 4 sore• segera kuketikkan balasan untuknya. •Maaf untuk kali ini enggak bisa• kulemparkan handphoneku ke kasur. Tak ada satu menit, handphoneku kembali bergetar. Dengan malas kuambil handphoneku dan membuka balasan darinya. •Kasih kesempatan satu kali saja• kurebahkan tubuh ini, aku capek, semuanya harus diselesaikan secepatnya. •Ok• balasku akhirnya.
Seperti yang sudah direncanakan kemarin, kita akan bertemu di sini. Tapi, sudah setengah jam aku menunggunya di sini. Batang hidungnya sedari tadi tak juga muncul, 5 menit lagi dia tidak datang aku akan langsung pulang ke rumah. “Ahh sepertinya dia lupa, padahal dia yang mengajakku ke sini.” ucapku sambil bangkit dari tempat dudukku. Aku berhenti, suara itu. “Sha…” kutolehkan kepalaku ke belakang, tepat seperti dugaanku. Cowok itu, berdiri di sana, tetap seperti dulu. Tegap dan menawan. Tapi, keadaanya tidaklah seperti dulu. Dulu, aku selalu di sampingnya bergelayut manja di lengan kekarnya layaknya seorang kekasih, tapi kenyataannya aku bukanlah kekasihnya kala itu. Aku hanyalah sahabat baginya. Yang setia mendengar ceritanya, sampai suatu saat aku mengumpulkan nyaliku. Kuutarakan semua isi hatiku, dan semuanya berubah….. Semenjak kejadian itu.
“Gimana? Lo sehat sehat aja kan?” tanyanya yang seketika membuyarkan lamunanku. “Eh…ehhmm ba..baik kok” jawabku canggung. Dia menghampiriku dan duduk di bangku yang kutempati tadi. Aku pun melakukan hal yang serupa dengannya. Hening, di antara kita berdua tidak ada suara, hanya terdengar suara jangkrik yang menghiasi senja ini.
“Alvaro..” panggilku lembut memecah keheningan ini. Ia menoleh padaku dan tersenyum. Oh, senyum itu yang selalu kurindukan. Fokus! Jangan terlena, akhiri semuanya sekarang! “Beri aku kesempatan sekali lagi, kumohon. Kita mulai semuanya dari awal. Mungkin kita akan terbiasa lagi dan mungkin….” ucapnya menggantung. Aku hanya diam, menunggu kelanjutan darinya. Dapat kudengar helaan panjang darinya. “Mungkin aku bisa mencintaimu.” lanjutnya terang. Digenggamnya tanganku, dapat kurasakan tangannya yang dingin. Sorotan matanya menunjukkan penyesalan. “Please, satu kesempatan saja.” ucapnya memohon dan menatap rerumputan hijau di bawahnya.
Kutarik tanganku dari genggamannya. “Maaf, sepertinya aku tak bisa memberimu apa apa.” jawabku akhirnya. Ia terkejut, “Tapi..” belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku sudah memotongnya lebih dulu. “Bagaimana kamu bisa memulai kisah baru, jika kisah yang lama dan klasik belum kau akhiri?” aku berusaha menetralkan suaraku. “Mungkin cukup sampai disini.” akhirnya aku membuat keputusan ini. Aku beranjak bangkit, kuhentikan langkahku sejenak. “Aku bisa belajar mencintaimu. Bukan sebagai sahabat.” ia menarik tanganku. Kulepaskan tangannya dengan hati hati. “Aku sangat berharap kau bisa belajar mencintaiku bukan sebagai sahabat. Dan harapan itu akan terjadi jika aku memberimu kesempatan itu. Senang mendengarnya. Tapi sayang, aku tak mungkin membiarkan itu semua terjadi. Jadi, kumohon cukup sampai disini.” ucapku bergetar. Aku tak mau melihat wajahnya, ia akan tahu jika aku sedang menangis.
Kulanjutkan langkahku, dan lagi aku menghentikannya pula. “Satu lagi, ingat ini Alvaro. Cinta hadir karena terbiasa. Cinta yang dipaksa tidak akan indah akhirnya. Terima kasih untuk selama ini. Mau menjadi sahabatku dan cinta pertamaku.” aku berlari kencang meninggalkannya. Kutengokkan kepalaku, dia bersandar di tiang lampu dan menundukkan kepalanya. ‘Maaf, semoga inilah jalan yang terbaik untuk kita.’ ucapku dalam hati. Sepanjang jalan pulang ke rumah. Buliran buliran bening ini tak mau berhenti.
Akhirnya, semuanya selesai. Rasa ini masih ada untuknya. Tapi akan kuusahakan agar bersih dan hilang, walau ini perih. Rasa ini akan selalu kuingat sampai kapanpun. Indah di awal tragis di akhir. Siapapun saja yang menginginkan rasanya jatuh cinta. Berpikirlah dua kali. Jika kalian tak ingin patah hati, jadi jangan mencoba jatuh cinta. Sakit, karena sekarang aku merasakannya.
Kenangan yang kita lalui akan selalu kuingat. Walau pahit, masih tersimpan rapat di memoriku. Terima kasih untuk segalanya. Rasa nyaman dan rasa patah hati ini. -Alsha-
Selesai
Cerpen Karangan: Nisa Syahru Ramadani Facebook: Nisa Syahru Penulis Amatiran