Impianku kemarin dan hari ini adalah ingin berdiri di atas awan bersama sahabatku dan seseorang yang spesial dan akhirnya impianku telah menjadi kenyataan.
Bebrapa bulan yang lalu, aku telah berpetualang dengan mereka ke Gunung Bawakaraeng, salah satu gunung yang terkenal di Sulawesi Selatan. Gunung yang terkenal dengan keindahannya, kemistikannya dan yang paling terkenal di gunung ini adalah ketika musim haji banyak orang yang mengunjungi gunung tersebut yang kata mereka menunaikan haji di sana. Dimana, ka’bahnya adalah sebuah tugu yang ada di puncak gunung bawakaraeng. Tapi itu hanyalah sebuah kebodohan, bagaimana bisa sebuah tugu dijadikan sebagai ka’bah. Tapi kami tidak seperti itu, tujuan kami ke sana hanya untuk menambah wawasan dan melihat betapa kuasa Allah di Jagad Raya ini.
Hari itu, tepatnya 10 November aku dan ke empat sahabatku dan 1 orang yang spesial bagiku walaupun aku hanya dianggap sebagai temannya, itu sudah sangat luar biasa bagiku. Pukul 09 pagi kami berangkat dari rumah menuju kampung Lembanna kab. Gowa Kec. Tinggimoncong, Sulawesi Selatan. Yang lumayan jauh dari kampung halamanku. Pukul 10 kami tiba di Desa Lembanna.
Setelah sampai, kami menyimpan motor kami di pekarangan rumah warga setelah itu kami mulai perjalanan dan sebelum nanjak, tak lupa kami berdoa’ bersama-sama agar dilindungi oleh sang Pencipta, tujuan kami bukan untuk sampai ke puncak tapi untuk kembali ke rumah masing-masing.
Kamipun memulai perjalanan, yang menjadi leader dalam perjalanan kami adalah Aksa teman dekatku sendiri, aku sudah mengenalnya sejak SMP sampai sekarang dan yang paling menyenangkannya aku selalu satu kelas dengannya dan memilih jurusan yang sama yaitu jurusan jurnalistik dan benar-benar takdir kami lagi-lagi dipertemukan dalam 1 kelas. Kemudian di belakang Aksa ada Alesha yang juga sahabat dekatku. Aku tahu kalau Aksa menyukai gadis ini dari dulu tapi dia belum berani mengatakannya, wajar kalau banyak laki-laki yang tertarik dengannya karena dia super cantik bukan hanya cantik di penampilan tapi hatinya juga sangat cantik. Walaupun kecantikan itu tidak tergantung dari wajah tapi tergantung dari mata siapa yang melihatnya.
Setelah itu ada aku Adibah, hmm… aku satu jurusan dengan Aksa, aku punya sifat yang cerewet kata mereka, tapi menurutku itu tidak. Aku punya kegemaran fotografi dan masih banyak lagi. Di belakangku ada Raihan sahabat paling kece dan keren diantara 4 sahabat laki-lakiku dan dialah orang yang mengetahui bahwa aku mengagumi sosok Aksa ini. Di belakang Raihan ada Adit kembaranku, dia lebih tua 5 menit dari aku tapi aku tidak memanggilnya kakak, walaupun dia saudara kembarku tapi aku lebih suka mengungkapkan segala perasaanku kepada Raihan dan yang paling terakhir ada Ilham ya, dia kujuluki pangeran es, karena kecuekannya itu sudah melebihi dinginnya es, tapi dibalik ke cuekannya tersimpan perhatian yang sangat mendalam.
Sebenarnya ke-5 mereka ini sudah pernah nanjak ke beberapa gunung yang ada di Sulawesi Selatan tinggal diriku yang perdana. Dalam perjalanan, sudah banyak cerita yang telah kita ungkapkan tapi walau banyak, kita harus tetap menjaga lisan kita.
Pukul 11.30 kami beristirahat, ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan yang jauh dengan berjalan kaki. Lelah tapi menyenangkan. “Mau minum?” tanya Aksa kepadaku “Tentu saja” jawabku. Dia tersenyum lalu memberikan air aqua dan setelah itu dia pergi dan menuju ke arah Alesha yang sedang sendiri dan memperbaiki tali sepatunya yang terlepas. “Butuh bantuan?” tanyanya Aksa “Tidak usah” jawabnya sambil tersenyum.
Moment yang indah “cekret” suara shutter kameraku kembali menangkap 2 sosok yang sedang bersama. “Tidak bosan ya, perasaan dari tadi kamu selalu mengambil foto mereka berdua, kapan kami?” tanya Raihan yang ada di belakangku “Hahaha.. kamu juga mau ya” aku lalu mengarahkan kameraku ke arah Raihan dan “cekrek” “Wah, kau benar-benar berbakat menjadi seorang fotografer Adibah” “Hahaha… iyalah, Adibah..” jawabku dengan wajah yang sok pintar padahal pengetahuanku tentang dunia fotografi masih sangat minim.
Sampai di Pos 5 kami kembali beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok. Raihan, Aksa, dan Ilham sibuk menyalakan api unggun, sedangkan aku dan Alesha di dalam tenda, merapatkan jaket untuk mendapatkan kehangatan. “Bagaimana? Mendaki itu lelah kan?” tanya Alesha “Kau betul, sangat melelahkan. Tapi, aku suka” “Lalu bagaimana perasaanmu sekarang?” “Sangat bahagia, apalagi bersama kalian semua, ini adalah impianku yang telah menjadi nyata” “Kau betul, di sinilah kau bisa mengetahui dengan jelas siapa teman yang sebenarnya teman”
Dari luar Raihan memanggil kami “Hey, yang di dalam apa kau tidak lapar?” Kami berduapun sampai lupa makan malam karena asik mengobrolkan banyak hal. Kami pun keluar dan bergabung dengan mereka.
Setelah selesai makan, udara di gunung Bawakaraeng semakin dingin menembus sampai tulang-tulang, Adit lalu memberikan jaket yang lebih tebalnya kepadaku. “Pakai ini, nanti kamu tidak bisa tidur” “Cieee… yang perhatian sama adiknya. Makasih kakak” Sebenarnya malam itu Adit melihat sesuatu tapi dia tidak mau menceritakannya kepada kami di sana, itu sebabnya dia selalu duduk di dekatku.
Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan dan beristirahat di pos 7 di pos inilah terkenal dengan keseramannya, aku tidak tahu persis seperti apa keseramannya itu, tetapi selama kami berada di pos 7 semua baik-baik saja. Dan benar yang dikatakan Alesha malam itu tentang teman yang sebenarnya teman, benar-benar aku rasakan di sana. Perhatian mereka kepadaku melebihi perhatian mereka ketika di kampus atau dimanapun. Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka.
Di sana aku mendapatkan tantangan hidup baru yang aku tidak dapatkan di kehidupan sehari-hatiku yaitu tantangan bertahan hidup di tempat dimana manusia sangat kurang di sana. Di sana kita benar-benar harus bisa mengandalkan diri sendiri dan percaya akan Takdir yang Allah berikan.
Dan tanpa kami sadari ternyata kami telah sampai di puncak Gunung Bawakaraeng, semua keletihan yang aku rasakan selama beberapa hari hilang seketika dengan melihat keindahan yang ada di sana. Benar-benar menakjubkan, kota makassar terlihat dari atas sana dan ditambah dengan lampu kendaraan menambah nuansa keindahan kota makassar.
Aku tidak menyesal berpetualang di gunung ini. Aku benar-benar berdiri di atas awan bersama kelima sahabatku. Dengan pemandangan seperti ini, aku berharap kecintaanku terhadap sang Pencipta semakin besar. Dan di sini pula aku memutuskan untuk melepaskan Aksa. Bukan karena terpaksa, tapi perjalanan ini menyadarkanku bahwa persahabatan yang murni lebih baik dari pada berharap kepada sahabat sendiri dan menginginkan yang lebih dari sekedar sahabat.
Ketika aku diketinggian gemuruh langkah di setapak menyapa diam dalam kelam, aku mengingatnya, aku mengingatMu, fantasiku melayang seakan tak mau berpisah dari ketinggian ini. Aku berfikir betapa Maha Tinggi Pencipta ketinggian, betapa Maha Indah penciptanya.
Rintangan yang kami hadapipun pastinya ada, mulai dari kakiku yang berdarah karena sepatu, kata Adit hantu yang mengikutiku mulai dari pos 8 sampai pos 7 dan Adit menceritakan hal itu ketika kita telah sampai di desa Lembanna. Semua ini tak akan bisa aku lupakan sampai kapanpun, perjalanan, perjuangan dan kebersamaan ini akan kusimpan baik-baik di dalam memori yang paling dalam. Bersama ke-5 sahabatku. Merekalah yang telah membuatku merasakan hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, merekalah yang mengajariku apa arti perjuangan yang sebenarnya.
“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya…” (Q.S. Al-Imran:145)
Cerpen Karangan: Adibah Y2R Blog / Facebook: catatanxyz.blogspot.com / Adibah Y2R