Aku soo hee, aku memiliki dua orang sahabat yang selalu bersamaku, min ji dan su jin. Kami siswa kelas sepuluh di sebuah sekolah menengah atas. meski kami baru kenal kami langsung bisa nyaman satu sama lain. Kami selalu bersama, menghabiskan waktu bersama, dan seakan waktu berhenti saat kami bersama. Waktu seakan mengerti dan tak membiarkan kami menjauh satu sama lain. Di waktu yang berhenti itu, kami menghabiskannya dengan berbagi satu sama lain, hingga hari itu tiba.
“kak, kak min ji. Kakak lagi apa?” tanyaku penasaran. “oh, soo hee. Iya, aku sedang persiapan buat UKK besok. Kamu? kamu tidak belajar?” tanyanya sambil sibuk membaca buku biologi. “hah? emm.. sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu pada kakak, tapi kayaknya kakak lagi sibuk, jadi besok aja deh aku tanyanya aku nggak mau ganggu kakak.” “lho kenapa? Tanya aja, aku nggak keberatan kok.” “sebenarnya.. aku ingin mengajak kakak pergi hari sabtu ini, tapi sepertinya kakak sibuk belajar untuk UKK. Entah kenapa beberapa hari ini aku sedikit stress karena persiapan UKK, jadi aku ingin jalan-jalan. Oh ya aku juga sudah mengajak su jin untuk pergi bersamaku. Apa kakak nggak keberatan buat pergi hari sabtu ini?” tanyaku dengan rasa tidak enak karena mengganggu waktu belajar kak min ji. “ok. Baiklah, bukankah jika kita sedang stress kita harus membuat rasa stress itu hilang baru bisa mengerjakan UKK dengan pikiran yang ringan? tidak ada salahnya. Jam berapa?” “iya, terima kasih kak. Emmm… sekitar jam 19.00 di Bonjour café”
Entah kenapa aku memilih alasan jika aku sedang stress untuk bisa pergi dengan kak min ji dan su jin. Alasan itu terucap begitu saja, meski aku merasa tak enak karena memberikan alasan yang tak sebenarnya, tapi aku sangat bahagia karena bisa pergi bersama sahabat-sahabatku.
“soo hee… hai.. hai soo hee.. kamu pasti udah nunggu lama ya?.” Tanya su jin merasa tak enak. “ah.. tidak aku baru sampai” “oh ya, kak min ji belum datang? kamu benerkan ngasih tahu jamnya?” “bener kok, aku ngasih tahu kak min ji supaya datang jam 19.00, tapi kenapa dia belum datang juga ya?” Aku dan su jin menunggu di café dengan cemas, namun tak berselang lama kak min ji datang dan membuat kami lega karena tak terjadi hal buruk pada kak min ji.
“ah maaf ya.. kalian pasti sudah menunggu lama? tadi sedikit macet jadi datengnya telat deh” jelas kak min ji. “ngga papa kak, kita juga baru sampe kok” sautku. “kalian sudah pesan apa?” Tanya kak min ji. “kami pesan 3 tiramisu dan 3 latte” “hoho… selera kalian sungguh bagus. Ok ok” “tidak tidak tunggu.. akulah yang memilihnya, selera soo hee tak sebaik aku asal kakak tahu aja” sanggah su jin. “ya, baiklah. Diantara kita hanya kaulah yang seleranya paling bagus, aku tahu itu” sautku. “terima kasih”
Malam itu kami habiskan dengan berbincang-bincang, dan tak terasa kami berbincang sudah sangat lama. Kami tak menyadari bahwa itu sudah jam 21.00, kami tak akan tahu jika pelayan café itu tidak memberitahu kami. Kami bertiga terkejut dan lari sekencang mungkin untuk sampai ke rumah kami masing-masing karena malam tu sudah sangat larut dan kami takut dimarahi oleh ibu kami.
“su jin.. bukankah ini menyenangkan? kalian mau tidak kapan-kapan seperti ini lagi?” tanyaku. “soo hee… kau itu sungguh..” “sungguh apa maksudmu su jin” “sungguh luar biasa, baiklah kapan-kapan kita seperti ini lagi… tapi ada satu masalah, setelah kita sampai di rumah mungkin kita akan dimarahi oleh ibu kita karena pulang larut malam” “kau benar su jin, tapi bukankah ini menyenangkan. Kita bertiga bersenang-senang dan berlari bersama karena takut dimarahi oleh ibu kita?” “ya… Kau benar. Kak min ji… soo hee… aku menyayangi kalian berdua.. aaaaa” seru su jin. “su jin… soo hee… aku menyayangi kalian…” Teriak kak min ji. “aku juga menyayangimu kan min ji…” teriakku bersama dengan su jin bersamaan. Kami besenang-senang malam itu, aku benar-benar ingin ada hari seperti itu terus dalam persahabat kami.
Dua minggu setelah malam itu, kami mengerjakan UKK. Kami masing-masing sibuk mempersiapkan UKK itu hingga tak sempat untuk bicara satu sama lain. Meski kami sahabat, kami juga bersaing untuk pendapatkan peringkat terbaik. Seperti hujan, sebelum hujan turun langit tampak mendung baru turun hujan. Seperti langit medung yang menandakan akan turunnya hujan, seminggu yang kami lewati tanpa bicara satu sama lain itu juga awal dari sebab meregangnya hubungan kami. alasan yang sama sekali tak kusadari akan menjadi awal meregangnya hubungan kami. Sekitar dua minggu lamanya setelah UKK, dan selama itu kami jarang bertemu meski kami masih berhubungan lewat pesan. Senin ini kami mulai kembali masuk sekolah, tak sabar rasanya ingin bertemu kak min ji dan juga su jin. Aku ingin berbincang-bincang dengan mereka, aku sudah rindu pada mereka.
“kak min ji, su jin… hai… aku rindu sekali pada kalian, apa kalian tidak merindukanku?” tanyaku. “apa maksud kamu, kami sangat merindukanmu” “oh ya… kalian ada di kelas apa? kalian sudah tahu?” “belum, karena kami ingin melihatnya bersamamu soo hee” “sungguh, kalian membuatku tersentuh. kalau begitu ayo kita lihat”
Tak seperti yang kami harapkan, kami tak satu kelas lagi denganku dan su jin. Aku sedih hari itu, karena kak min ji tak sekelas denganku dan su jin. “bagaimana ini kak, kakak tidak sekelas dengan kami. Apa kakak tak apa-apa?” “apa maksudmu soo hee? meski kita tak sekelas kita masih bisa bertemu bukan?” Aku tak menjawab, aku hanya tersenyum membenarkan ucapan kak min ji. Aku tak tahu, aku begitu sedih hingga aku ingin menangis, namun air mataku tertahan. Aku tak bisa menangis di depan mereka, aku tidak bisa menangis di depan mereka. Aku tak bisa menjawabnya dengan kata-kata, aku sungguh sedih kak min ji tak sekelas denganku dan su jin. Seperti kelas kami yang terpisah, hubungan kami semakin lama semakin meregang. Kak min ji yang mendapat teman baru, begitu juga dengan aku dan su jin. Kami semakin asik dengan teman baru kami dan semakin melupakan satu sama lain. Kak min ji dengan teman barunya, su jin juga dengan teman barunya. Berbeda dengan mereka, meski aku terlihat akrab dengan teman baruku aku tidak bisa langsung nyaman seperti saat aku sedang bersama dengan mereka.
“kak.. kak min ji” teriakku memanggil kak min ji yang melintas di hadapanku. Aku sudah memanggil namanya dengan keras, namun kak min ji tak mendengarku, dia sedang bersama dengan teman barunya. Aku mulai merasa jauh dengan kak min ji. Aku pun memutuskan untuk mengirim pesan pada su jin. “su jin… kamu ada waktu nggak sabtu ini? mau tidak kita pergi bersama seperti dulu?” “maaf soo hee, aku sudah janji akan pergi dengan na ri hari sabtu ini. Soo hee maaf ya mungkin sabtu depan aku bisa” “ah… tidak apa-apa. Baiklah kalau begitu sabtu depan di café biasanya ya.. aaa.. jangan lupa ajak kak min ji juga” “jam 19.00 kan? seperti biasa” “ya..” jawabku.
Aku menunggu mereka, aku juga sudah memesan 3 latte dan juga 3 tiramisu kesukaa kami. Namu, hari itu mereka tak datang. “sudah jam berapa ini, kenapa mereka belum datang juga, apa mereka lupa? ah.. tidak mungkin”
Sudah satu jam aku menunggu mereka, namun mereka tak kunjung datang juga. Aku mulai lelah menunggu mereka jadi kuputuskan untuk pulang. Tak kusangka di perjalanan pulang aku melihat sesuatu yang seharusnya tak kulihat. Mataku membodohiku, dia sedang membodohiku. “apa mereka benar-benar lupa? atau sesuatu terjadi? tidak… kenapa aku ini, bagaimana aku bisa berpikiran seperti itu mungkin mereka ada urusan memdadak dan mereka tak sempat untuk mengabariku. Iya… pasti begitu.” pikirku.
Di tengah perjalanan aku melihat su jin sedang bersama na ri, teman barunya sedang makan malam bersama. “su jin.. kau dimana? apa kau lupa hari ini kita sudah janji bertemu di café biasa.” “ah..iya maaf soo hee, aku tak bisa datang aku sedang makan malam bersama orangtuaku” “benarkah? begitu ya… baiklah kalau begitu. Selamat menikmati makan malammu”
Aku tak percaya su jin berbohong padaku, apa lasan dia berbohong padaku. Jika dia bicara yang sebenarnya aku mungkin bisa memaafkan dia, mungkin dia lupa denag janji kami. Namun kenapa dia berbohong padaku kalau dia sednag makan malam bersama dengan orangtuanya. Apa alasannya?
“kenapa? Kenapa su jin melakukan ini padaku? apa aku sudah bukan sahabatnya lagi? apa dicampakkan oleh sahabatku sendiri…” tanyaku pada diriku sendiri dengan air mata yang menggeanang di pipi.
THE END
Cerpen Karangan: Meigita Amartya Blog / Facebook: meigita amartya minoz