Well, aku semakin tidak terima mendengar kalimat bernada menghina itu. Kasih diam tak berkutik, masih fokus. Bahaya kalau sampai ada kata-kata yang menyinggung, biasanya kasih langsung labrak tanpa tedeng aling-aling. “kita dengerin aja, jangan kepancing, sih,” bisikku. “telingaku panas dengar mereka ngomongin kamu sama menghina anak-anak kelas 1C,” kata kasih dengan nafas memburu. Mulai naik pitam, tuh. Aku yang digosipin dia yang panas. Walau jujur telingaku juga mendidih saking panas mendengarnya tapi aku masih bisa menahan diri beda sama sahabat baikku, kasih. Yang rela melakukan apa saja atas nama persahabatan. Dia itu penganut istilah ‘sampai titik darah penghabisan’ tidak takut pada siapapun yang berani menggangguku atau mengusik ketenangannya. Baik kan? tetap saja sebagai sahabat yang baik pula, aku tidak mau kasih dalam masalah hanya karena membelaku. Itulah sebabnya kami bersahabat sampai selama ini. Walau kadang kasih suka ngomong blak-blakan dan membuatku kadang tersinggung sebenarnya dia tidak pernah mempunyai ‘maksud’ disetiap lontaran kalimat yang keluar dari mulutnya, bercandanya saja yang suka kelewatan tanpa berpikir. Tetap aja kasih the best, friend forever.
“gila tuh orang!” maki kasih sesampainya di atas atap sekolah. Tempat tongkrongan baru kami. “sok pintar!” “ngiri aja jadi orang!” “sesama junior aja belagu!” aku biarkan kasih meluapkan emosinya yang tertahan sejak tadi. Aku hanya mangut-mangut. Kadang menahan tawa melihat kasih meledak-ledak. “kita kasih pelajaran aja, ra,” kata kasih kemudian. Aku terdiam, sebenarnya aku kurang suka ada dendam-dendaman. Kasih bermaksud baik sebagai sahabat karena dia membelaku tapi tidak harus dengan gencatan senjata juga. “biarin aja, ntar juga bosan.” Kasih menatapku horror. “kalau kamu cuma diam yang ada mereka semakin penasaran.” Aku hanya mengangkat bahu. Berpikir sejenak dan menelaah kalimat kasih.
“kasih,” ujarku kemudian. Dia menatapku dengan alis terangkat sebelah, maksudnya memintaku untuk melanjutkan. Isyarat kalau aku boleh bicara. “aku merasa hampa,” kasih hampir saja tersedak air liurnya mendengar kalimat singkatku yang menurutnya aneh. “eh, kamu nggak lagi sakit, kan?” tanyanya sambil cekikikan geli. Aku menggeleng. “aku nggak ngerti maksudmu, ra,” katanya. “aku bosan dengan hidupku,” balasku to the point. Kasih membelalak, ditambah dengan ekspresi kayak orang habis dihisap dementor. “kamu bosan hidup, ra?” tanyanya sekali lagi memastikan. Mata bulatnya melirik gelisah padaku yang tengah berdiri di pinggir atap. “jangan bilang kamu ke atap Cuma buat mengakhiri semua ini?” kasih memastikan lagi. kalau-kalau dia salah dengar, barusan. “ya, aku ingin semuanya berakhir di sini, hidup yang membosankan ini,” wajah kasih pucat pasi. Aku maju perlahan semakin ke pinggir. “araaa…!!! pikirkan baik-baik, jangan lakukan itu!” seru kasih padaku. Aku mengernyit heran, dia kenapa sih? “ini saat…-” belum sempat aku mengakhiri kalimatku, kasih sudah menerjangku dari belakang dan setengah menyeretku menuruni tangga, jalan satu-satunya menuju atap. Otomatis aku memberontak. “lepasinnn…!!! kamu kenapa, sih?!” meronta-ronta tidak terima karena karin berusaha menyeretku. “aku tahu kamu marah, kamu malu, kamu sakit hati tapi nggak harus dengan cara seperti itu, ra!” ujarnya setengah berteriak. “jangan menghalangi niatku, sih. Kamu nggak berhak!” racauku berusaha melepaskan diri. Entah darimana kasih mendapat kekuatan super hari ini sehingga mampu menyeret tubuhku yang lumayan padat berisi sampai ke koridor sekolah. Hehe… “aku berhak karena aku sahabatmu, ra!” “kamu salah, ini keputusan terbaik selama hidupku, sih!” “nggak, ra… please, jangan kayak gini,” airmata kasih mengalir membasahi kedua belah pipinya. Namun tangannya masih tetap memelukku erat.
Anak-anak yang ada di koridor memperhatikan kami. aku dan kasih menjadi pusat perhatian. Kasih seperti tidak peduli, dia terus menyeretku menuju kelas kami. “kamu kenapa jadi aneh, sih!” seruku. aku malu diperhatikan anak-anak satu sekolahan. Aku berusaha melepaskan diri dan aku pun memilih untuk menginjak kaki kasih saat kami hampir melewati kelas 1A. Maafin aku ya, sih. Terpaksa, lagipula kasih aneh banget. “kenapa kasih mendadak jadi gila dan drama queen banget,” pikirku sambil berlari kembali menuju atap. Masih dapat kudengar kasih berteriak pada orang-orang di sekitarnya, “kenapa kalian diam saja…!!!” “ini semua salah kalian!!!” dan semakin yakinlah aku kalau kasih sedikit sakit. Kakiku terhenti di anak tangga, aku teringat kasih, aku ingin kembali kesana tapi aku terlanjur malu menjadi pusat perhatian. Lagipula kenapa sih tuh anak, bikin malu aja. Kebiasaan deh. Nanggung, lebih baik aku ke atap dulu, masalah kasih. Belakangan.
Kasih seperti orang kesurupan, dia berteriak-teriak di depan kelas 1A. Kelas anak-anak ber-IQ tinggi. “bantuin gue, brengsek!” teriaknya. salah seorang siswa maju menghampiri kasih. “loe kalau mau cari sensasi jangan disini,” katanya sinis. Mendengar hal itu kasih yang sedang emosi langsung mendorong dan menerjang siswa tersebut hingga keduanya jatuh dengan pose seperti orang sedang berpelukan di lantai. “dasar brengsek!” seru kasih.
Siswa laki-laki yang dikenal dengan nama Nicole Andreas itu terhenyak kaget dengan serangan mendadak yang dilancarkan kasih. “hei… hei… loe apa-apaan sih, saiko!” nicole berusaha menahan kedua tangan kasih yang memukul dengan cara membabi buta. Nicole adalah cowok tampan dan tajir, baru duduk di kelas satu sudah menjadi incaran cewek-cewek SMA Negeri 01 Engel. Baik junior maupun senior rela mengantri panjang untuk mendekatinya.
Kini anak-anak satu sekolah, senior dan junior dari tiga kelas berbeda berkumpul di depan kelas 1A dan menonton aksi kasih yang dengan gagah beraninya menyerang cowok paling keren di sekolah. Gadis itu benar-benar emosi kentara sekali dengan wajahnya yang memerah menahan amarah yang meluap-luap. Nicole sama sekali tidak berniat untuk melawan balik karena dia tidak mau dicap sebagai cowok kasar karena memukul seorang gadis. Menyadari posisi yang tidak menguntungkan, nicole membalik posisi sehingga kasih kini terlentang di bawahnya, ditahannya kedua tangan gadis itu. Suara anak-anak riuh rendah melihat posisi intim keduanya bahkan ada yang bersiul-siul. “cieee, nicole…” “suiiittt… suittt…” Sementara para penggemar nicole khususnya yang cewek-cewek nangis bombai dan mimisan lihat idolanya melakukan gaya intim. Banyak yang iri dan rela seandainya kasih mau menukar tempat. Nicole tidak mau ambil pusing.
“loe ada masalah apa sama gue, saiko!” kata nicole tajam pada kasih. Kasih hanya meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Nicole melihat ‘name tag’ kasih. “Elkasih Jermalio,” nicole tersenyum melihat ‘name tag’ gadis itu. Sepertinya dia bukan dari kelas 1A. “panggil guru BP dan beri tahu ada pasien RSJ yang menyerang secara brutal,” seru nicole kemudian pada anak-anak yang tengah menyaksikan adegan live yang langka itu. “temanku mau bunuh diri gara-gara kalian…!!!”
—
“AKUUU ARAAA…!!!” “AKU BENCI HIDUPKU…!!!” “AKU BOSAN MENJADI PENGECUT…!!!” “AKU AKAN BERUBAHHH…!!!” “AKU AKAN BERSIKAP TEGAS DAN BERANI MULAI HARI INI…!!!” Aku menarik nafas panjang, ternyata berteriak di tempat bebas menguras energi juga. Ada rasa lega dalam hatiku setelah mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini kusimpan rapat-rapat. Mulai hari ini aku harus menjadi pribadi yang berbeda. Aku bukan ara yang penakut, pemalu dan anti sosial lagi, mulai hari ini. Aku akan berubah. Emang wonder woman? Nah loh.
Tiba-tiba aku teringat kasih. “oh my god, apa yang sedang kasih lakukan? Dimana dia? Kenapa dia tidak menyusulku?” rentetan pertanyaan menggelayuti kepalaku. Hanya satu untuk mengetahuinya dan ini bisa menjadi langkah awal dalam perubahanku. Dengan langkah pasti, aku berlari meninggalkan atap. Aku lupa, sudah meninggalkan kasih dalam keadaan ‘tidak stabil’ tadi. Bisa gawat kalau dia mengamuk tidak jelas. Ck… ck… ck…
Aku berlari menyusuri koridor hingga ke kelasku yang berada di koridor paling ujung, kelas yang terisolasi dari dunia orang-orang ber-IQ tinggi. Namun batang hidung kasih tidak kelihatan sedikit pun. Tasnya masih ada di laci, lantas kemana anak itu melayap. Dengan perasaan gusar aku memijit pelipis sambil berjalan keluar kelas dan mondar-mandir seperti setrikaan.
“haiii…! masih hidup ternyata,” Seorang gadis yang sejak tadi memperhatikan aku mondar-mandir di luar kelas, datang menghampiriku. Gadis dengan kulit sawo matang, mata sipit dan rambut sebahu itu tersenyum tipis. aku menengok kiri kanan, tidak ada orang, berarti barusan dia menyapaku. “a-aku, ya?” tanyaku dengan lagak bego, jari telunjuk mengacung di depan hidung. “iya, loe. Siapa lagi coba,” katanya tersenyum masam. Lebay banget, ini orang merajuk atau memang gayanya aja yang memang agak-agak centil? “ada apa, ya?” tanyaku lagi dengan nada sopan, jaga image. “kenalin nama gue Nanase Lynch. Loe bisa manggil gue Nana,” katanya sok akrab. Kenapa nggak nanas aja sekalian. Aku mengernyit heran, barusan dia ngajak kenalan, ya? Aku jadi grogi. “o-oh… e-hh, namaku Ara Monika, kamu bisa panggil Ara,” ujarku kemudian. “A-r-a, o-oh… loe yang pas intro, paling gokil tadi, ya?” anjrit, baru kenal sudah berani main ledek-ledekan. Aku tersenyum hambar. “i-iya, kamu kok tau?” “iya dong. Kita kan sekelas, masa loe nggak ngeh,” benar-benar ini orang. “oh,” aku pun ber-oh-ria. Kayaknya ini cewek nggak beda jauh sama kasih, cerewet. Astaga, ngomong-ngomong aku hampir saja lupa sama rencana awal, mencari kasih. Gara-gara nanas satu ini. “nas, aku pergi dulu, ya,” kataku memasang wajah tak enak hati. “mau kemana?” “ke toilet,” nah loh, aku berbohong. Aku tidak mau dia tahu dan aku salah besar. “nyari kasih, ya?” “Ploofff…” kenapa dia tahu kalau aku mau mencari si kasih, “kok tau?” tanyaku balik. “iyalah, selain loe yang jadi trending topic gara-gara ‘kaget’, kasih sekarang udah jadi trending topic juga bahkan udah ada di peringkat pertama,” katanya entah melebih-lebihkan atau memang fakta. “maksudnya?” “itu cewek berandal baku hantam sama anak kelas 1A.” Barusan dia bilang kasih berandal, kontan saja aku tidak terima, setahuku kasih anak baik-baik dan rada centil jadi tidak mungkin dia main baku hantam. “nggak mungkin,” kataku yakin. “kalau loe nggak percaya, tanya aja sama orangnya.” “t-tapi kasih-” “dia di ruang BP,” potong nanase cepat, seolah tahu apa yang aku pikirkan. Aku melongo, kasih benar-benar melakukan tindak kriminal. “yang benar?” “elahhh, nggak percaya. Anak-anak satu sekolah yang menggiring langsung ke ruang BP,” jelasnya lagi. “heh, apa salahnya sampai digiring satu sekolahan?” “dia menyerang Nicole Andreas dari kelas 1A, cowok paling populer di sekolah. Satu tingkat sama kita.” “heee…” kayaknya si kasih cari mati, berurusan sama anak dari kelas jenius pula. Pasti dia kerepotan tuh. “pasti ada alasannya,” kataku cepat.
“yupsss, loe mau tau nggak alasannya? Jangan kaget, ya.” “apa?” tanyaku penasaran juga. “kasih marah gara-gara loe mau bunuh diri di atap makanya dia menyalahkan anak-anak kelas 1A dan 1B. Dia bilang mereka udah bikin loe sakit hati sama kata-kata mereka.” “oh my god,” aku benar-benar tidak menyangka kasih sampai berpikiran sempit dan sejauh itu. Jangan-jangan karena itu dia menyeretku turun dari atap. Dia pikir aku sudah bosan hidup dalam artian sesungguhnya. Aku lupa satu hal, kasih kan otaknya lebih tumpul dariku Aku bersandar di dinding, “dia salah paham,” kataku. “jadi loe nggak serius mau bunuh diri?” tanya nanas. “nggak lah, gila aja. Sebenarnya aku itu…” “hahaha…” nanase pun tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku.
Kasih melangkah gontai menuju kelas 1C, dia benar-benar malu sekarang. Gara-gara emosi, dia malah menyerang orang dan naasnya, kasih ‘salah sasaran’. “bodoh… bodoh…” umpat kasih pada dirinya sendiri. Sudah diomeli panjang lebar sama ibu nunik, guru BP. Kini dia harus berurusan dengan Nicole Andreas yang merupakan idola satu sekolah, dia harus siap menerima serangan balik nicole, prajuritnya terutama kaum hawa pasti dengan senang hati menjadi sukarelawan membantu nicole menggencet kasih. Menurut gosip yang beredar, nicole itu tipe orang yang menyimpan dendam. Tapi kasih tidak terlalu yakin, berdoa sajalah mulai dari sekarang.
“arrrggghhh… sial!” teriak kasih gusar, di sepanjang koridor dia menjadi perhatian. Mungkin sekarang dia sudah menjadi trending topic menggantikan posisi ara. “Deg… “ara,” gumam kasih, dia baru ingat bahwa objek dari semua masalah ini, ara. Kasih mempercepat langkahnya, setengah berlari. “itu anak masih hidup atau sudah mati,” dengus kasih jengkel. Kalau bukan karena niat gila sahabatnya itu, dia tidak mungkin berurusan dengan pangeran sekolah yang pendendam.
“araaa…!” seru kasih. Aku yang sedang mengobrol dengan nanase pun menoleh dan alangkah terkejutnya aku, kasih keluar ruang BP dalam keadaan utuh. Pffttt… “kasih…!” ikut menyongsong kehadirannya. “kamu ini, benar-benar…- TUKKK… kasih menyentil dahiku dengan keras. “aku akan tamat, ra,” kata kasih setelah berada di depanku dan nanase. Aku memutar bola mata, “biasa aja, sih,” kulihat dia melotot. “biasa? Hello… ara, ini semua gara-gara kamu yang terlalu drama queen,” balas kasih sengit.
“loe salah paham, sih,” kata nanase ikut nimbrung. Gadis itu hampir saja terlupakan. “siapa dia?” tanya kasih sambil menatapku curiga, seolah-olah menangkap basah kekasihnya yang lagi selingkuh. “oh, kenalin di…-” “gue Nanase Lynch, loe bisa manggil gue, Nana,” ujarnya memotong ucapanku. Tidak sopan. “terus,” kata kasih acuh tak acuh. Jual mahal. Haha… “gue Cuma nggak mau loe menyalahkan, ara.” “hah…!!!” aku dan kasih menatapnya dengan mulut ternganga. “kamu bilang apa barusan?” “loe tuli, ya?” Omaigoddd… sepertinya nanase tidak tahu kalau kasih terkenal dengan ‘mulut cabe rawit’ semasa SMP. Jadi jangan sampai salah bicara di depannya. Dia tidak suka kalah. “huh, ini pengacara atau apa, sih?” tanya kasih padaku. “dia…-” “gue sahabat baru, ara,” lagi-lagi nanase memotong ucapanku. Rupanya dia mau menguji emosi kasih. “kamu? Sahabat? Ara? Yang benar saja, NANAS!” kata kasih dengan sengit. Aku nonton sajalah, lumayan seleksi anggota baru buat the geng. Haha…
Cerpen Karangan: Sesi Herawani Blog / Facebook: Facebook : Ecy II Nothing special about me 🙂