Kubuka diaryku yang bergambarkan tokoh kartun favoritku. Langsung kutulis sesuatu yang terjadi di hari ini. Tujuanku menulis diary hanya untuk mengenang apa yang telah terjadi jika nanti aku ingin membacanya lagi. Namun, disaat aku enak-enak menulis diary, ada seseorang yang mengintip dari belakang dan ingin merebut diary yang ada di tanganku. “Eittt” “Ini privasi aku lala. Kamu kepo banget sih” gumamku menyembunyikan diary itu dibalik badanku. “Kapan kamu mau kasih baca aku, apa gunanya berteman selama ini tapi kamu gak mau kasih tau diary kamu.” Ucap Lala kecewa.
Kami memang sudah berteman dari sebelum masuk madrasah ulumul qur’an hingga sekarang kami menginjak kelas 9 tsanawiyah. Makanya aku dan Lala begitu dekat bagai perangko. dia pun sudah tau bagaimana sikapku dan akupun sudah tau bagaimana sikapnya.
“Oke, kalo kamu penasaran aku akan kasih lihat kamu saat malam terakhir UN.” “Kamu janji kan?” “Iya, aku janji” Aku pun mengaitkan jari kelingkingku dengan kelingking Vanilla. “Sahabat?” “Yes, sahabat”
Hari pertama UN pun kini berlangsung. Udara pagi ini tak begitu cerah. Bulir bulir bening itu jatuh mengenai bumi ini. Cuaca seperti ini memang memicu sekali untuk malas-malasan dan tidur tiduran. Namun, aku dan seluruh teman teman kelas 9 malah harus mengikuti Ujian Nasional yang membuat rambutku ingin copot semua. Apalagi hari ini pelajaran Matematika, Hell No!! Gue gak ngerti apa apa cuyyy!!
“Del, kerjasama yuk! Kita nyarinya bagi bagi. Gimana?” Ajakku untuk menjawab soal matematika yang membingungkan ini. “Ayo. Aku mau banget.” Ternyata Delia menyetujuiku.
Aku dan Delia pun sibuk mencari cari jawaban dari soal biadab ini. Kepalaku rasanya sudah mau pecah saja. Apalagi waktu sudah tinggal 5 menit lagi dan kami baru menyelesaikan 30 soal. Hadehhh.. sebentar lagi pasti habis waktu. Dan aku hanya bisa pasrah saja sekarang. Kalau ditanya kenapa aku kerja sama dengan delia bukan dengan lala, karena aku dan lala tidak selokal disaat UN. Jadi kami harus terpisah lokal selama ujian.
Tetttttt “Eh del, udah jawab semua belum?” Ucapku gelagapan. “Alah… jawab aja asal asalan. Mana tau ada yang bener.” jawab Delia dengan entengnya. “Yaudah deh.” Akupun langsung mengisi jawabanku dengan asal lalu aku mengumpulkannya ke meja pengawas.
Hufttt akhirnya ujian matematika ini berakhir juga. Aku pun sudah muak melihat soal soal berangka semua itu. Dan Aku tidak tahu berapa soal yang dapat kujawab dengan benar dan sepertinya dari 40 soal hanya 10 soal benar.
“Gimana ujian tadi la? Kamu bisa?” “Alhamdulillah aku bisa. Kamu?” “Aduh, tadi itu rambut aku rasanya mau rontok semua. Soalnya susah banget.” Gumamku cengar cengir. “Kamu sih.. tadi malem bukannya belajar eh malah nulis diary.” “Otak aku buntu kalo udah soal pelajaran matematika.” “Haha gimana mau masuk STAN kalo gitu”
Selesai UN hari pertama aku pun beristirahat dan langsung menghentakkan badanku ke kasur kesayanganku. Waktu inilah yang aku tunggu tunggu. Tidur bersama guling dan bantalku.
Sekejap aku teridur, lalu aku terbangun karena waktu dzuhur telah masuk. Aku yang masih mengerjap ngerjapkan kedua bolamataku pun langsung menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Untungnya saja, ustadzah tidak datang. Aku pun memilih untuk shalat di kamar saja.
Kemudian setelah aku shalat dzuhur, aku pun kembali menulis diary lagi. Kejadian yang aku alami tadi akan kutuliskan di diaryku. Buku tebal itu sekarang sudah hampir terisi dengan coretan coretan tinta yang kubuat. Pulpenku pun mulai menari nari di atas buku, menceritakan sesuatu yang istimewa yang tak kuceritakan di cerpen ini. Aku menulisnya dengan sepenuh hati dan sedikit bingung karena diary yang kutulis bukan dengan bahasa indonesia, namun dengan bahasa inggris. Yaaa sedikit-sedikit aku melihat di kamus untuk tau apa kosa katanya. Menurutku, menulis diary dengan seperti itu bisa menambah kosa kata kita pada bahasa inggris dan aku ingin sekali bisa menulis diary bahasa inggris tanpa perlu melihat kamus. Tenang saja, aku akan berusaha untuk itu.
Lagi lagi Lala datang menggangguku menulis diary. Aku yang sedang asyik menulis kini tergganggu dengan kedatangannya. Ia begitu kepo dengan apa yang aku tulis di diary. “La. Kan aku bilang malam terakhir UN.” Gumamku mengingatkannya kembali. “Nanti kamu pasti pura pura lupa.” Gumam lala mengerucutkan bibirnya. “Enggak. Palingan kamu yang lupa.” Elakku. “yaudah aku tunggu di malam terkhir UN. Kita baca sama sama yah!” “Oke.”
Lala pun berlalu dari tempatku. Dan akupun kini melanjutkan menulis diaryku. Sekitar satu lembar lebih sudah kubuat. Wah sepertinya aku sudah bisa nih menjadi novelis, semoga saja lah…
Hari pun terus berlalu. UN kedua pun telah selesai. Di malam yang bertebaran bintang ini aku rencananya ingin memberikan buku diaryku pada Lala. Pukul 10 malam, kulihat di tempat tidur Lala tidak ada, lalu dimana dia?
“Del, kamu ada liat Lala kemana?” Tanyaku pada Delia yang sedang membenahi bajunya karena besok setelah UN kami langsung cusss untuk meninggalkan ma’had. “Aku gak ada liat lala.” “Yah.. makasih deh del.” Aku pun pergi lalu menanyakan lagi dengan teman temanku yang lain, namun hasilnya nihil. Lala tidak ada di kamar dan diapun tidak tau entah pergi kemana. “Huftt.. mungkin sebentar lagi Lala balik ke kamar, aku tunggu saja lah.” Ucapku bermonolog.
Tit tit tit Jam pun terus berjalan. Kini waktu menunjukkkan pukul 00.30 namun Lala belum juga kembali ke kamar. Ahhh sudah lah, sebaiknya aku tidur saja.
Akupun tidur lelap dan tak memikirkan lagi Lala yang belum sempat membaca diaryku. Padahal besok setelah UN, kami langsung pulang bersama orangtua kami masing masing yang menjemput. Kapan lagi Lala mau membaca diaryku? Siapa suruh dia tidak ada sewaktu aku sibuk mencarinya? Ahh mungkin dia sibuk dengan urusannya yang lebih penting.
Hoammm Pagi ini aku terlihat bersemangat karena ini adalah hari terakhir aku menjalani UN. Duhhh senangnya… namun ada rasa sedih yang menyelinap di dalam benakku. Aku akan kehilangan beberapa temanku yang memilih untuk keluar dari ma’had ini dan memilih bersekolah di SMA atau di sekolah lain yang mungkin lebih bagus dari ini. Terutama Lala, ia pun memilih bersekolah diluar. Kami akan berpisah dan tidak akan satu sekolah lagi. Ahhh sedih sekali jika aku mengingat hal itu. Aku pasti akan rindu pada teman temanku.
Aku mengerjakan UN dengan penuh semangat. Apalagi ini adalah pelajaran kesukaanku yaitu bahasa inggris. Jadi, aku tidak terlalu pusing saat mengerjakan soal soal yang sampai 50 itu. Lain hal nya dengan teman temanku, mereka malah kebingungan saat mengisi soal itu.
UN berlangsung lancar. Semua santriwan dan santriwati langsung berhamburan keluar kelas. Bagi kami, ini adalah hari kemenangan yang kami nanti nanti, yang kami hitung hitung dari kemarin, dan inilah akhir puncak kami menginjak bangku tsanawiyah. Semoga kami bisa sukses lagi kedepannya.
Di koridor sekolah aku tak sengaja bertemu Lala. Dia tersenyum sumringah kepadaku, Lala ia berhenti di hadapanku. “Aku belum baca diary kamu.” Gumamnya tersenyum. “Tadi malam kamu kemana aja, aku cariin gak ada. Apa kamu lupa kalo janji kita baca diary aku pada malam terakhir UN. Kenapa kamu lupa?” Gumamku yang menatap tajam kedua manik mata Lala. “Aku bukannya lupa, tapi ada urusan penting yang harus aku selesain.” Gumam Lala merasa bersalah. “Yaudah kalo gitu aku gak mau kasih kamu baca lagi. Waktunya udah habis, karena perjanjian kita tadi malam bukan hari ini, Lala!!” Aku pun pergi meninggalkan Lala yang masih tercengang berdiri disitu.
Setelah itu aku berkemas kemas untuk pulang ke rumahku. Aku pun membawa semua buku bukuku termasuk buku diaryku. Kulihat ada secarik kertas di dekat buku diaryku. Aku hanya menyimpannya dan berniat sampai di rumah baru aku baca kertas itu.
Sesampainya aku di rumah. Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung membaca surat itu. Ternyata itu adalah surat dari Lala yang isinya:
Dear friends, Maafin aku ya karena udah lupa sama janji kita untuk baca diary kamu sama-sama. Tapi serius aku bener bener lupa dan aku malah sibuk dengan urusanku yang tidak penting itu. Aku berharap banget kamu mau kasih aku baca lagi. Tapi ternyata aku udah sia siain waktu yang kamu percayain sama aku. Maafin aku, dis. Aku sayang kamu. Aku harap kita jadi sahabat selamanya.
Sincerely, Lala imutt
Suratnya memang singkat. Tapi dapat membuat kedua manik mataku mengeluarkan kristal kristal yang membasahi pipiku. Aku baru menyadari betapa dekatnya kami dari dulu hingga sekarang. Dan sekarang kami harus berpisah walaupun masih bisa bertemu, tetapi tidak sesering dahulu.
“Aku juga minta maaf la, gak bisa ngasih kamu baca diary aku.” Gumamku bermonolog sambil mengusap airmata yang ada di pipiku.
-End-
Cerpen Karangan: Adisti Amalia Siregar Blog / Facebook: Adisti amalia siregar