“Gue putus sama Aldric,” Satu kata pembuka obrolan mereka. Gadis itu masih terisak di pelukan Leonal. Lelaki itu memang selalu jago menjadi tempatnya bernaung dari segala masalah hidupnya. Entah mengapa dalam posisi seperti ini ia bisa menemukan kenyamanan. Leonal mengelus punggung gadis itu, “Udah, sesuatu yang buruk gak pantas buat ditangisin.” Gadis itu mendongak menatap Leonal, “Tapi, kenapa sesuatu yang brengsek itu susah dilupain?” Leonal diam. Jadi, jika selama ini Leanita menganggap jika hal brengsek itu sulit dilupakan berarti apakah pantas lelaki itu menyebut gadis ini sebagai gadis brengsek? Ah, pemikiran apa-apaan ini!
Gadis itu menarik lengan baju Leonal, membuat lelaki itu sedikit terperangah, “Ah, lo bilang apa tadi?” “Eng–nggak, lupain, Le.” Leonal tersenyum lalu sedikit membuka jarak di antara mereka, ia memegang kuat bahu gadis itu. “Lo harus janji sama gue, setelah ini lo gak boleh terus larut sama masalah ini. Jalani aja semuanya, biarin semuanya mengalir kayak air,” Leonal menatap lekat mata gadis itu, “Lo harus tau satu hal kalau gue masih ada, gue masih bisa bahagiain lo lebih dari sepupu brengsek gue sendiri,” Gadis itu mengangguk lalu kembali mengeluarkan bulir air mata, ia merasa bersyukur mempunyai sahabat sebaik Leonal. Pengertian atas semua sikap plinplan dan manja Leanita. “Makasih Le, gue gak tau bagaimana balas semua kebaikan lo.” Lea kembali memeluk Leonal untuk kesekian kalinya. Berbeda dengan lelaki itu, ia hanya terdiam dengan tangan yang perlahan menenangkan gadis itu. Lo balas perasaan gue aja, itu udah lebih dari cukup, Lea. Batinnya.
Suasana Aula sekolah telah mencapai titik puncak, disini sangat ramai. Beberapa orang rela untuk berdesak-desakan demi melihat band sekolah membawakan lagu terbarunya. Memang hanya ada satu band sekolah apalagi mendengar bahwa ini adalah lagu ciptaan band itu sendiri membuat para penghuni sekolah menjadi penasaran.
Ketiganya sibuk menyetel alat musik mereka, Leonal dan Kiki tengah memperbaiki chord gitarnya, Adnan tengah mencoba alat drum-nya. Dari arah sana, seorang gadis terlihat mulai menerobos barisan penonton dengan tangan yang kini memegang secarik brosur yang berisikan informasi penampilan band sekolah.
“Lea!” Leonal meringis. Rupanya microfom telah menyala sedari tadi. Semua orang menatap gadis yang namanya disebutkan oleh Leonal tadi, gadis itu tersenyum malu. “Sorry, ternyata mic-nya udah nyala. Gue fikir belum.” Tambah Leonal, Semua penonton tertawa melihat aksi Leonal. Banyak yang mengejek bahwa lelaki itu terlalu gugup, ada juga menyebut bahwa Leonal tengah membuat lelucon. “Ada-ada aja lo, Leonal!” “Tuh anak lagi becanda kali ya?” “Cari perhatiannya si anu tuh.” Semuanya mendadak heboh.
Raditya selaku leader langsung mengambil langkah cepat, ia mulai menyalakan mikrofonnya lalu mulai membuka acara mereka. “Oke! Pertama-tama gue mau ngucapin terimakasih kepada teman-teman yang masih sempat meluangkan waktunya untuk melihat penampilan kita,” “Ini adalah single kedua buatan kita di bulan Agustus. Lagu ini dibuat penuh oleh Leonal, gue gak tau dia dapat inspirasi darimana tapi gue yakin lo semua pasti kena banget sama situasi kayak gini,” Tambah Adnan. “Langsung aja daripada mempersingkat waktu, happy watching!”
Suara gitar nyentrik Raditya mulai terdengar. Lampu mulai menyorot ke arah Leonal. Memang untuk bait pertama lagu ini akan dinyanyikan oleh Leonal kemudian bait selanjutnya akan dilanjutkan oleh Adnan dan Raditya.
You call me up It’s like a broken record Saying that your heart hurts That you never get over him getting over you And you end up crying And i end up lying ‘Cause i’m just a sucker for anything that you do’
Semua penonton mendadak terdiam meresapi arti setiap kata dari lagu itu. Tak terkecuali gadis itu, ia terdiam dengan perasaan yang sulit ia definisikan.
And when the phone call finally ends You say thanks for being a friend And I’m going in circles again and again
Perlahan bayangan Leonal memenuhi sebagian ruang otaknya. Lirik lagu itu seolah menggambarkan keadaannya semalam, bagaimana ia terisak, bagaimana Leonal menenangkannya dan bagaimana ia mengucapkan terimakasih.
“Le, lo kok baik banget sih sama gue? hiks,” “Karena gue sayang sama lo, gue sayang engg–sahabat gue,” “Thanks for being a friend, Le.”
I dedicate this song to you The one who never sees the truth That I can take away your hurt, Heartbreak Girl Hold you tight straight to the day light I’m right here when you’re gonna realize That I’m your cure Heartbreak Girl
Semua penonton menepuk tangan dengan tempo yang sama persis dengan irama lagu itu. Gadis itu menatap Leonal dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, sedangkan lelaki itu terlihat tersenyum dan menyanyi penuh dengan semangat.
I bite my tongue But I wanna scream out You can be with me now But I end up telling you what you wanna hear But you’re not ready and it’s so frustrating He treats you so bad and I’m so good to you It’s not fair And when the phone call finally ends You say I’ll call you tomorrow at 10 And I’m stuck in the friendzone again and again
Cukup! Gadis itu sudah tak sanggup menatap Leonal bernyanyi. Ia memilih menerobos barisan dan memilih pergi dari ruangan ini. Tempat ini terlalu banyak memberikan kesakitan yang baru ia sadari, tempat ini penuh dengan kode yang seharusnya tak dinampakkan.
Leonal yang berdiri di atas sana mendadak berhenti memainkan gitarnya. Ia menatap nanar bayangan gadis itu yang perlahan menghilang di balik pintu ruangan. Ia memejamkan matanya sejenak lalu membukanya, membiarkan lagu ini habis tak tersisa. Ini bukan saatnya ia mengejar tetapi membuktikan, dengan lagu secara tidak langsung Leonal mengungkapkan perasaannya.
I know someday it’s gonna happen And you’ll finally forget the day you met him Sometimes it’s so close to perfection I’ve gotta get it through your head That you belong with me instead
Leonal sangat berharap gadis itu mendengar bait terakhir lagunya. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya karena yang pasti ia lihat gadis itu keluar dengan air mata yang telah jatuh pada tempatnya. Apakah salah jika ia mengakui semua drama pura-pura ini?
“Lo jahat!” “Lo pengecut!” “Lo beraninya di lagu doang!” “I hate you, but…” “I love you?” Gadis itu kembali menghujani Leonal dengan pukulan-pulukan kecil di dadanya. Leanita masih saja sama; manja dan baperan. Semenjak penampilan telah usai, Leonal langsung mencari keberadaan gadis itu dan feelingnya benar. Gadis itu sedang berada di taman dengan tangan yang terus memainkan rumput.
“Dari dulu gue emang gak pernah bisa buat mengungkapkan semuanya. Ya, gue pengecut seperti apa yang lo bilang barusan,” Leanita menarik lengan baju lelaki itu, “Leonal…” Leonal kembali menghela nafas panjang, “Gue selalu tahu dimana kapasitas gue, gue akan selalu menjadi teman lo gak bisa lebih dari itu,” “Tapi, disatu sisi gue selalu berfikir hidup ini gak adil. Saat lo nangisin cowok yang memperlakuin lo secara gak baik sedangak gue disini mati-matian buat gak nyakitin lo, malah yang nanggung semua air mata lo,” “Gue selalu berani diam dengan semuanya. Gue gak pernah bisa berteriak dan bilang kalau lo gak perlu cari cowok lain yang pada akhirnya bakal nyakitin lo. Udah ada gue yang jelas-jelas bisa nyembuhin sakit hati lo,” Tambah lelaki itu dengan jujur.
“Kenapa lo gak pernah berani, Le? Setidaknya jangan buat gue jadi sejahat ini sama lo.” Leanita kembali terisak kecil. Leonal menggeleng, “Gak akan pernah bisa, Lea, gue tahu kalau lo gak akan pernah mau dengerin pernyataan konyol kayak gitu,” Gadis itu mendongak lalu menepis air matanya yang mengalir tadi, “Siapa bilang? Buktinya sekarang gue selalu siap!” Leonal sedikit terkejut melihat respon gadis itu, “Ja..jadi?” Gadis itu mengangguk kemudian kembali memeluk Leonal untuk kesekian kalinya. “Ya, gue sayang sama lo bukan sebagai teman apalagi sahabat,” “Gue bodoh ya menangkap kode-kode lo? Padahal gue sendiri yang selalu menuntut lo buat peka sama semua keinginan gue, sedangkan satu pun keinginan lo gak bisa gue turutin,” Leonal mengelus rambut gadis itu lalu berujar, “Shut up. Lo gak perlu menyesal karena gue gak butuh penyesalan tetapi balasan. Dan pengakuan lo tadi udah cukup membuat gue bahagia.”
Tuhan memang selalu adil, memberikan sakit agar kita tahu sebagaimana nikmatnya bahagia setelah air mata.
Cerpen Karangan: Iga Selvani Blog: igaselvani.blogspot.com