Dimanakah engkau berada sahabat lama yang kutunggu Telah lama tak ada kabar darimu sahabat lama ku Aku rindu saat-saat kita lewati panjangnya malam Menghisap rokok nikmati kopi bicara tentang cinta dan mati Aku rindu semuanya Aku rindu semuanya Sahabatku…
Begitulah potongan lirik lagu dari Iksan skuter yang membawaku kemasa dimana aku suka menghabiskan malam bersama teman lamaku.
Kini aku hanya sorang diri, Kini aku hanya bersama kenangan yang membuat bulu kudukku terbangun. Malam itu aku seorang diri hanya berteman sepi, terpaku kenangan manis saat bersama. Kusruput kopiku dan kuhisap rokokku, fikiranku terbawa kemasa dimana aku masih sekolah dulu.
Kita 3 bersahabat, dia Andi, Ihsan, dan aku. Tiga sahabat yang kerjaannya bolos dan sepakat masa SMP adalah masa yang indah tanpa pelajaran matematika, fisika, dan pelajaran berhitung lainnya.
Pagi itu, seperti hari-hari biasanya kita berangkat sekolah selalu bersama, menikmati perjalanan ke sekolah dengan sepeda masing-masing sambil bercanda ria. Dan tak lupa ciri khas kita urak-urakan di jalan.
Hari ini kita akan bertemu dengan mimpi buruk, sebelum masuk sekolah kita sudah sepakat bolos sekolah untuk menghindari pelajaran matematika. Tapi, pada waktu itu Andi tiba-tiba bertingkah aneh dia tidak mau bolos bersama kami, terlintas di benakku tumben orang ini gak mau bolos. Akhirnya aku berbisik kepada si Ihsan “tumben ni anak tiba-tiba gak mau bolos”, Ihsan berbalik membisiki “maklumlah dia kan emang begitu orangnya, agak dungu, Korslet” begitu Ihsan berbisik kepadaku disertai cengingisan alanya.
Akhirnya aku dan Ihsan sepakat buat rencana, nyemplungin Andi ke sawah yang ditanami padi yang masih baru saja diairi.
Andi menegaskan kembali, keinginannya untuk tidak ikut bolos “cuy kali ini aku gak bisa ikut bolos Yau,” celoteh Andi dengan has tengilnya, “Emang kenapa cuy lu gak ikut bolos bareng kita,” Ihsan tanggapi celotehan Andi. “Tak ada cuy, males aja gua bolos terus,” balas Andi. “Wih, tumben lu ngomong males bolos, biasanya lu nomor satu kalau suruh bolos,” jawabku, dengan santai. Percakapan kami terhenti, ketika Ihsan memberi kode, bahwa rencana akan segera dilakasanakan.
Di pinggir sawah yang tertanam padi yang masih banyak dengan lumpur itu kami melancarkan rencana untuk menyemplungkan Andi ke sana. “Ihsa…n”, ucapku keras, satu.. dua.. tiga. tepat pada hitungan ketiga andi telah bermesraan dengan tanaman padi dan lumpur.
Akhirnya Andi pun tidak jadi masuk sekolah dan ikut bolos bersama kita. Seperti hari-hari biasa ketika kami bolos tak lupa dengan kopi dan rokok yang menemani hari bolos kami.
Dengan muka yang terlipat-lipat andi sedari tadi tak bersuara seperti biasanya yang nyerocos dengan lawakannya yang bikin ketawa kita semua. Pantaslah dia begitu, secara keinginannya masuk sekolah kandas di dalam sawah yang penuh dengan lumpur yang lembut bak adonan roti.
Sekejap lamunanku hilang, ketika pegawai cafe yang aku tongkrongi menagih uang kopi dan rokok karena cafe akan segera ditutup. Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 11:30 terlihat di walpaper androidku yang sedari tadi aku kacangi. Aku pun segera meninggalkan tempat itu dengan kenangan yang tak selesai aku putar, dalam perjalananku pulang aku masing terbayang masa-masa itu.
Aku rindu, aku rindu kenangan di kota itu. Aku yang hidup di kota orang hanya untuk menimba ilmu, kini sudah masuk tahun ke 3 mencoba menjadi manusia yang mandiri hidup seorang diri di sebuah kamar kecil mungil yang penuh dengan saksi dimana aku berjuang untuk masa depanku.
Disela hari-hariku yang merindukan para sahabatku, aku sering bertanya-tanya dimanakah, apa yang kau lakukan sahabat lamaku? Aku rindu, dimana kita melepas tawa bersama melupakan dunia.
Setibanya di tempat tinggalku, aku langsung menuruti mata yang sedari tadi memaksaku ke tempat tidur..
Matahari mulai tersenyum seperti biasa, mentertawakanku yang masih asik dengan bantal, guling, dan kasur. Aku mulai membuka mata dan melihat jam di android terlihat masih jam 06:00, aku bermaksud melanjutkan kemesraanku dengan kasurku, tapi terdengar suara pintu yang diketok-ketok, kucoba mendekati dan membukanya ternyata tak terlihat disana tanda-tanda orang yang mengetuknya. Akhirnya aku kembali pada tempat tidur yang masih kusut dan berantakan itu, ketika aku mau memejamkan mata, bunyi itu mulai terdengar lagi, tapi kali ini aku biarkan saja.
Tok, tok, tok.. bunyi itu terdengar lagi dan akhirnya aku pun beranjak dan membukanya.. ternyata aku dikagetkan oleh dua sosok pria berbadan tegap dan yang satunya kurus berpenampilan klimis, mereka adalah teman lamaku yang semalam aku putar dalam audio lamunanku, Andi dan Ilham.
“Woy, bagaimana kabarmu cuy”, sapa Andi yang berbadan tegap itu, “Alhamdulillah cuy, baik”, jawabku dengan nada khas orang bangun tidur, Sementara Ilham dia sibuk mengambil barang bawaannya yang sedari tadi ia tinggal di teras rumah pemilik kosan.
Dengan keadaan kamarku yang berantakan, lelaki berbadan kurus berambut klimis itu menertawakanku dan berucap “kamu tetep ya seperti dulu, gak berubah, gak disi gak disana kamar loe tetep kayak kandang ayam” hahahahah suara gelak tawa Andi mendengar celotehan Ilham yang apa adanya, aku hanya tersenyum sambil menyucek-ngucek mataku yang masih belum normal sehabis tidur.
“Aku mandi dulu ya, takut kalah cakep gua Ama loe pada”, aku pun menuju kamar mandi dan membersihkan badan yang sedari kemari belum sama sekali terjamah oleh air.
Terlihat keduanya tengah asyik menikmati rokok dan kopi yang mereka bawa sendiri.
“Joe, udah punya cewek loe disini” terdengar lemparan pertanya dari si kongslet Andi, “Udahlah, aku kan gak betah ngejomblo cuy, hehehe” jawabku di kamar mandi, “widih, cakep gitu jawabanmu cuy” sahut Ilham dengan santaynya.
“Joe, ajak kita ngopi di cafe yang banyak makhluk halusnya dong” ajak Andi, “Waduh, horor sangat ajakanmu cuy” jawabku yang hampir selesai mandi. “Maksud gua yang banyak cewek-ceweknya itu Lo..” sahut andi, “Mantap, ide bagus tu Joe, mumpung kita disini cuy, kapan lagi kita dapet cewek di kota metropolitan” sahut Ilham dengan gaya genitnya. “Oke.. oke,” jawabku. Keduanya lanjut menikmati lintingan rokok dan secangkir kopi hangat.
“Oh, iya kalian berdua, berangkat jam berapa dari rumah sih, kok pagi-pagi banget nyampe sini”. Tanyaku pada mereka. “Sebenarnya udah kemaren kita nyampek kota ini, cuma kita ke rumah temen di deket alun-alun kota”. Jawab si pria berbadan tegap itu, mewakili. “Trus, bagaimana bisa tau alamat kosanku”, aku kembali bertanya. Kali ini si kurus menjawab, “Aku minta ke ibumu, kemarin tak sengaja ketemu ibumu di pasar”. “Ooh”, sahutku.
Setelah selesai mandi, aku samperin mereka berdua dan bergabung nikmati kopi hangat dan rokok, berniat nyantai sejenak belum mencari tempat tongkrongan yang mereka idamkan di kota ini.
Usai menikmati kopi hangat, kami bertiga pun beranjak keluar dari kosanku untuk mencari cafe yang cocok untuk mereka, sekaligus mengobati rasa rinduku pada mereka yang semalam aku idam-idamkan dalam kesendirianku, kini aku bisa endapkan rasa sepi itu.
“Cafe Ciwi” terpampang jelas tulisan itu di bagian depan bangunan yang menjadi tempat tongkrongan para cewek-cewek kota metropolitan ini.
“Yakin, cafe ini tempat para cewek-cewek kota ini ngerumpi”, tanya Andi yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. “Kamu liat sendiri, dari nama cafenya saja sudah menggambarkan”, sahut Ilham dengan Pedenya. “Kok, lu tau cuy”, tanggapku. “Jellas lah broh, secara gua kan anak hits, gak kayak si bongsor itu.. tu, badan aja digedein”, celoteh Ilham sambil menunjuk ke arah Andi. “Asyiieeek”, sahutku. “Go”, ajakku. Kami bertiga pun memasuki Cafe Ciwi dengan berharap bisa ngopi dan mendapat kenalan cewek didalam.
Si Andi kaget, melihat seluruh isi ruangan Cafe Ciwi hanya berisi para cewek-cewek, tak terlihat sosok lelaki satupun disana. “Cuy, gua gak salah lihat ini”, Celoteh Andi. “Iya cuy, gak ada cowok disini,” tambah Ilham santay. “Lu nyari tempat yang banyak ceweknya, giliran udah nemuin tempatnya, lu kaget, gimana lu sich cuy”, jawabku sewot. “Ok, ok, mantap cuy, ini yang gua cari,” jawab Andi dengan nada buayanya. “Mbk, pesen kopi tiga, gulanya setengah sendok ya,” pesanku pada mbk-mbk bermata indah yang menjadi salah satu pelayan Cafe itu. “Ditunggu ya, mas,” jawabnya ramah.
Cerpen Karangan: Abdil Arif Blog / Facebook: Dadidol
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com