Kau ingat? Hari saat pertama kita berdua bertemu. Iya, hari indah itu. Kamu mengajakku bermain bunga dandelion. Berlarian kesana kemari merasakan sejuknya angin.
Sepasang kaki mungilmu berderap bergantian menyusuri hamparan rumput hijau yang tengah berlenggak lenggok. Aku hanya mengikutimu dari belakang sembari tertawa riang.
“Ai! Lihatlah!” Kau menunjukkan dua ekor kunang kunang dalam toples hasil tangkapanmu tadi malam. Aku memperhatikannya seksama. Kau tersenyum lebar hingga deretan gigimu terlihat. Kembali lagi aku menatap langit biru. Tangan hangatmu menggenggam erat tanganku.
“Jangan pernah meninggalkanku. Kita terus bersahabat ya!” Ujarmu semangat. Aku terkekeh pelan seraya mengangguk.
Kamu mengajakku bermain lagi di taman itu. Taman dandelion. Bunga kesukaanmu. Tak pernah sekalipun tanganmu berniat memetiknya walau hanya untuk ditiup. Kamu selalu melarangku ketika aku hendak memetiknya. “Jangan! Nanti bunganya terluka. Biarkan begitu saja,” ujarmu. Aku hanya menuruti perkataanmu.
Kamu kembali menggandeng tanganku. Mengajakku untuk duduk dibawah pohon. “Ai, kau tahu mengapa aku melarangmu memetik bunga dandelion?” Tanyamu sambil menatapku. Aku hanya menggeleng pelan.
“Aku takut bunga indah itu terluka. Kau tahu? Saat mama menginjak bunga itu, aku benar benar marah. Aku menangis sejadinya. Sama seperti hatiku. Terluka. Saat melihat hal yang sangat kusayangi telah rusak ataupun hilang,” jelasnya. “Karena itu.. kamu jangan sampai rusak, ya!” Lanjutnya antusias. Aku hanya mengangguk. Sebetulnya, aku tak mengerti apa yang dikatakannya. Lelaki kali ini benar benar membuatku menyukainya.
“Ai. Berjanjilah padaku,” kamu tiba tiba saja menatapku serius. “Berjanji? Apa maksudmu?” Tanyaku balik bingung. Kamu menghela nafas sebelum menjawab pertanyaanku. “Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku! Kita kan sahabat selamanya,” jawabmu sambil tersenyum lebar. Tak terasa, pipi serta hatiku menghangat bersamaan. Aku tersipu mendengar ucapan polosmu yang hanya bisa kujawab dengan anggukan.
“Aku punya satu rahasia besar! Hanya kamu yang bisa melihatku.” Ujarnya. Aku mengernyit. Hanya aku? Apa maksudnya? “Ah, lupakan. Tapi, suatu hari nanti, aku pasti akan pergi. Ke tempat yang sangaaaaaat jauh. Tempat dimana kamu tak akan bisa menemukanku,” “Lalu, jika aku merindukanmu bagaimana?” Tanyaku mulai takut. Kamu tertawa pelan sambil mengusap rambutku. “Hei, kemarilah. Ke taman dandelion. Jangan merusaknya! Atau aku pasti akan sangat terluka. Sebut saja namaku. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Karena aku selalu ada di hatimu,” jawabmu. Lagi lagi kamu membuat hatiku menghangat. Aku tersenyum membalas.
“Aiiiiiii!”, esok paginya, kamu mengetuk jendela kamarku berkali kali. Mengucap namaku sambil terus saja mengetuk jendela. “Kenapa pagi sekali?” Tanyaku mengucek mata karena baru bangun. Membukakan jendela untukmu. Kamu melepas sepatu dan melompat masuk. “Tanamlah. Jangan lupa disiram ya! Aku pulang dulu.” Kamu melompat keluar lagi setelah memberiku biji bunga. Aku hanya tersenyum menatap punggungmu yang semakin menjauh. Kamu menoleh, melambaikan tangan dan menghilang di kegelapan. Aku kembali menutup jendela karena udara pagi ini sangat dingin.
Tunggu dulu.. kamarku kan ada di lantai atas. Bagaimana dia bisa kemari?
Aku segera saja mengenakan baju hangat dan sepatuku. Kamu menyuruhku untuk menemuimu sore ini. Di pantai dekat taman dandelion. Namun, aku tak menyangka jika hari itu aku akan kehilangan dirimu. Ketika langit berjelaga. Deburan ombak terlihat menyapu kakiku. Aku menatapmu dari kejauhan. Membiarkan bulir bulir air mataku menderas. Diam tak bergeming dengan tubuh gemetar. Kakiku mulai tak kuat menanggung beban tubuhku. Pada detik selanjutnya, tubuhku merosot perlahan. Terduduk diatas pasir putih.
“Daniel!” Aku mulai berdiri. Mengejarmu yang kian menjauh dariku. Kamu menoleh sekilas dan tersenyum. Sial, aku benci senyumanmu! “Jangan pergi!” Aku berhasil menggapai tangannya. Daniel memelukku dengan erat. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku. “Maafkan aku, Ai. Dunia kita berbeda..” ujarmu sambil menjauh. Jantungku berdegup kencang. Aku memukul mukul dadaku dengan kuat. Tak percaya jika semua ini benar benar nyata.
Lelaki itu berdiri membelakangiku. Semilir angin berhembus menerpa wajahku. Sejenak ia menoleh. Melempar senyum manisnya kearahku. Air mataku berderai tak karuan.
“Hentikan!” Seruku seraya berlari menghampirinya. Tangisku pecah. Menatapnya mulai menghilang terkena hembusan angin. “Kumohon! Hentikan!” Aku terus berteriak. Suaraku kian serak. Namun, langkahku tak terhenti. Aku masih berusaha menggapai tangannya. Daniel semakin menjauh. Tubuhnya perlahan berubah menjadi abu. Ia menghilang bersamaan dengan bunga dandelion yang terbang mengikuti angin.
Sekian lama. Aku mengenal lelaki seunik dirimu. Membuka kembali hatiku setelah kejadian beberapa tahun silam yang sempat mematahkan hatiku. Ya.. dunia kita berbeda, Daniel.
Kamu sahabat terbaikku. Aku harap kamu bisa kembali lagi. Melompat kedalam kamarku. Bercerita segala banyak hal. Bunga dandelion.
Aku menatap tiga tangkai bunga dandelion itu. Ada ukiran nama kita berdua di pot itu.
Daniel & Ai
Lucu sekali. Aku hanya bisa mengenang kepergianmu. Walau memang sejak awal aku tahu jika kamu bukanlah ‘manusia’ dan kamu juga bukan teman imajinasiku. Melainkan sahabat terbaikku. Aku masih saja tak bisa menyangka jika hari ini akan tiba. Hari dimana aku akan kehilangan sahabat terbaikku satu satunya.
Cerpen Karangan: Qoylila Azzahra Fitri Blog / Facebook: Macaroon
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 15 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com