Mentari pagi menyinari alam semesta, membuka cakrawala dengan hangat, membuat rasa semakin bersemangat. Dua insan yang sedang dilanda kerinduan yang membara, tapi tak bisa bertemu juga. Ini hanya kisah tentang betapa jauhnya langit dan bulan tapi akan dekat bila dilihat dari bumi begitulah akhir cinta kita.
Awal kisah dimulai saat anak remaja baru tumbuh dewasa dan memiliki rasa disitu letak cinta bertahta. “Lan ke kantin yuk.” ajak Langit, kami memang bersama dari kecil tak pernah berpisah, menjadi teman sahabat bahkan kadang bertengkar juga. “Beliin males jalan. please!” ucapku memohon sambil memasang wajah semelas mungkin agar dia percaya. Yang jelas males antri di kantin, apalagi waktu jam istirahat penuh pasti. Konyol memang aku yang sering memerintah dan dia pasti nurut, maaf ya Langit wijaya kusuma. namanya bagus seperti orangnya keren tapi bikin jengkel. “Pasti deh, mana uangnya lah. Aku lagi gak bawa duit lebih.” pinta langit. “Nihhh, pesen pop ice rasa coklat sama sosis bakar. Jangan lupa kembali.” nada mengingatkan, ia berlalu dari hadapanku.
Setelah pulang sekolah mereka berdua bertemu di taman, duduk di atas rumput yang luas sambil bercerita dan memakan jajanan. “Lan, misalkan kita pisah kamu gimana? sanggupkah jika tanpa aku.” tanya lagit “Kok ngomong gitu sih, sampai kapanpun gak pernah terpisahkan kita tetep teman sejati, kalo memang takdir aku tetap setia menunggu dan berdo’a supaya kita dipertemukan kembali.” terangnya. “Kita sudah sama-sama dewasa mungkin jalan hidup kita berbeda, jadi jangan berharap suatu saat kita bersama lagi.” terang langit, memang kala itu mereka sedang berada di masa akhir sekolah. Wajar saja langit bertanya seperti itu, tetapi bulan masih belum siap untuk berpisah sampai kapanpun. Hingga dimana acara perpisahan telah tiba, saatnya murid SMA Bakti Negeri 1 melepas seragam putih abu-abu menjadi berjas merah.
“Hari ini diamana kalian berbahagia melepas masa putih abu-abu, kalian. lanjutkan masa depan yang sudah di depan mata. Mari berjabat tangan merangkul satu sama lain mungkin nanti atau besok tak bisa berjumpa lagi.” ucap Bu Susi wali kelas kami. Kami semua berpamitan kepada seluruh guru dan teman-teman, acara hari ini sudah selesai yang dimulai dengan pentas seni dan diakhiri dengan membawa piagam dan mendali berlogo sekolah.
“Lan, aku mau pamit sama kamu ya, soalnya aku sudah daftar ke Turki dan dinyatakan lulus. mungkin bulan depan berangkat.” ucap langit sambil menunduk. “Hah, aku kira kamu daftar di universitas Jakarta. Terus nanti aku sama siapa. Kapan balik lagi? tega kamu ya, ninggalin aku disini kita udah kayak adik kakak masa harus berpisah aku kecewa sama kamu.” pertanyaan yang membuat langit bingung menjawabnya, entah harus dari mana dia menjelaskan semuanya. “Aku kan udah bilang waktu itu, kita gak mesti bersama terus Lan, tapi jika nanti wisuda aku usahain kok datang kesini buat kamu.” jawabnya lesu. berat memang meninggalkan temannya yang sudah dari kecil bersama, tapi langit harus bisa mewujudkan cita-citanya kuliah di Turki. “Oke, jika memang itu keputusan kamu. aku akan mencoba menerimanya jangan pernah temuin aku lagi, terkecuali aku yang minta.” hatinya sangat sedih, bahkan mungkin hancur mendengar kabar itu. Selepas itu ia pulang dari sekolah, menangis tak henti bahakan tak mau keluar kamar hanya untuk sekedar makan.
Tok… tok… tok… “Bulan, bunda masuk boleh? ini bunda bawa makanan kesukaan bulan lohhh. dari siang belum makan sayang.” Bunda farida mengetuk pintu kamar bulan, sambil membawa senampan makanan, dia khawatir dengan putrinya sebab dari pulang sekolah tak keluar kamar. “masuk aja bun, gak dikunci kok.”
Cklek… “kenapa sih gak mau makan, itu mata sembab lagi. ada masalah apa coba cerita sama bunda.” bunda bertanya kepada bulan yang langung duduk dan menyimpan makanannya. “Bun, bulan sedih karana mau ditinggal sama Langit pergi ke Turki. hiks..” ucap bulan sambil menangis. “Begini bulan, kalian itu memang sudah lama bersama dari kecil. Tapi apakah seseorang ingin mengejar suatu impiannya apakah harus kita halangi. Cuma karena kamu takut tanpa Langit. justru jika kalian ditakdirkan bersama mungkin suatu saat nanti bisa bertemu. Begitu sayang.” “Bener juga kata bunda, tapi bulan masih kecewa. kenapa gak ngasih tau dari jauh-jauh hari, bukan mendadak kayak sekarang. aku kira Langit kuliah disini.” “Mungkin ada alasan tertentu, coba tanya sama langit. Sekarang bulan makan bunda keluar dulu. Abis itu tidur jangan bergadang.” “Iya bunda, makasih.”
Sebulan berlalu waktunya langit pergi ke Turki, selama itu pula, bulan tak pernah bertemu. Hingga dia memutuskan untuk bertemu yang terakhir kalinya dengan membawa sebuah jam tangan. memutari bandara yang sudah banyak penumpang, hanya untuk bertemu sang teman.
“Langit!” ucap bulan yang ada di belakangnya, antara sedih bahagia rasanya campur aduk, karana tak bertemu selama satu bulan itu. Langit pun menengok, ia melihat bulan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kaget, senang, sedih ia rasakan. hari ini tampilan bulan berbeda dari biasanya, sederhana namun cantik dan anggun. memakai heels dan gaun selutut dengan rambut terurai tak lupa bando di atas kepalanya, perfek. “Eh.. iya, Bulan.” tatapannya masih tak berpaling dari sosok yang selama ini menemaninya. Bulan pun mendekat, “maafin aku ya, mungkin selama ini banyak salah sama langit. Terus egois pula padahal kan ini keputusanmu.” “Hmmm, gak papa kok. mungkin kamu juga belum siap jika aku pergi, tapi janji setelah aku lulus bakal pulang dan kita hidup bersama lagi.” sebenarnya, langit sudah lama jatuh cinta. tapi ia masih belum mengungkapkan perasaannya, karena takut ditolak sebab bulan hanya menganggap sahabat tidak lebih.
“Oh iya, aku ada sesuatu buat kamu. Ini mungkin akan jadi barang untuk mengenang bahwa kita pernah bersama dan juga waktu yang akan menjawabnya jika suatu saat kita ditakdirkan bersama.” bulan menyodorkan sekotak jam tangan. “wahh… terimakasih bulan, ini jam yang waktu itu aku pengen kan?” ucapnya senang. “iya, itu jam yang kamu pengen pas waktu di mall. Aku sengaja beli buat kamu, biar gak lupa sama bulan yang menyinari malam eh.. he… he… canda Langit biruuu!” mereka tertawa hal sekecil apapun pasti akan berkenang, karena mereka sering bersenda gurau itu dia yang bikin Langit jatuh cinta.
“Tunggu, aku juga punya sesuatu buat kamu bentar ya.” Langit berlalu mengambil sesuatu. “Nih, buat kamu simpan baik-baik jaga dia. seperti kamu selalu ada di samping aku.” Langit memberikan boneka taddy bear dan setangkai bunga. Setelah itu mereka melepas rindu dengan berpelukan. Mungkin hari berikutnya dan seterusnya bulan akan terbiasa tanpa langit. berkomunikasi kewat pesan singkat dan via telepon untuk sekedar menanyakan kabar dan mengobati rindu. Bulan kuliah mengambil jurusan akuntansi sedangkan Langit mengambil jurusan sastra.
“Langit, apa kabar? hari ini cukup melelahkan di kampus lagi ada acara jadi sibuk deh belakang ini”. “Kabar aku baik, wajar aja Lan. aku pun sama sibuknya, apalagi ini masuk pertengahan tahun.” Begitulah mereka sering menceritakan kegiatan masing-masing. Tapi suatu ketika, Langit tak pernah menghubungi bulan karena alasan sibuk.
“Bun, kok Langit gak pernah hubungi aku ya. padahal aku kangen banget, seenggaknya kasih tau gitu. ini mah pesan yang kemarin aja belum dibales.” keluh Langit saat itu hari libur paling dihabiskan dengan waktu tidur, memang setelah tak ada Langit bulan lebih sering di rumah dari pada pergi jalan bersama temannya. “Mungkin sibuk sayang, biarkan saja nanti kalo sempet pasti dihubungi.” jawab bundanya.
Setahun berlalu Langit mengabari Bulan Ting … ting… ting … ponsel yang dipegang Bulan berbunyi, kali ini dia sedang di kampus. untungnya, sedeng berada di ruangan perpustakaan menyelesaikan tugas untuk persentasi. “Bulan maaf ya…” “Aku sibuk banget, sama organisasi disini.” “Cuma mau bilang kangen, sampai ketemu nanti wisuda. bulan yang menyinari malam” Tersenyum sendiri dengan isi pesannya, bulan tak ingin membalasnya karena sekarang sudah mengerti dengan keadaan dan situasinya. “Oke sekarang aku harus bisa dan mendapat prestasi supaya Langit bangga.” batin bulan, setelah itu hari-harinya di isi dengan mata kuliah dan beberapa organisasi tak pernah keluar rumah kecuali ada keperluan dan ke kampus.
Setelah sekian lamanya waktu telah mengubah segalanya jarak pun mendekatkan mereka bersatu dan menjalin hubungan, Langit yang hampa tanpa dihiasi terangnya bulan kini menemukan cahayanya kembali menerangi setiap malamnya. Akhirnya tahun kelulusan tiba Bulan dengan semangatnya akan berjumpa dengan Langit begitu senang.
“Mana sih, kok gak datang-datang katanya mau kesini. padahal udah dikasih tau.” ucap bulan “Apa sih sayang dari tadi ngedumel mulu, lagi nyari siapa?” tanya bundanya “Itu loh, Langit bun. masa mau kesini tapi gak ada. kan sebel!” jawabnya kesal, “Udahlah sayang, mungkin ada halangan jadi gak dateng.” tak dihiraukan ucapan bundanya, hanya fokus melihat kedepan dengan tatapan kosong pikirannya kemana-mana memikirkan sahabatnya yang belum datang juga.
“Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh.” ucap sang Mc “waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.” jawab para hadirin yang berada dalam studio kampus. “Saya disini akan mengumumkan yang mendapatkan nilai tertinggi tahun ini, diraih oleh mahasiswi akuntansi keuangan. yaitu Bulan meydina Irianti dengan gelar S.AK berhak menerima penghargaan mendali dan piala kejuaraan. untuk mahasiswi yang saya sebutkan tadi dimohon maju kedepan.” perintah pembawa acara itu. Bersorak gembira, mereka semua mengucapkan selamat. tapi tidak dengan bulan dia masih bersedih karena Langit tak menyaksikan moment ini.
“Terimakasih atas sambutannya, saya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa para dosen yang membimbing. Sekali lagi terimakasih banyak, tak lupa untuk orangtua saya yang telah mendidik dan memberi support, I love you bunda ayah. Mungkin bagi kalian ini moment paling indah, tapi saya hanya ingin dihadiri oleh sahabat yang sekarang jauh yaitu Langit di manapun kamu berada semoga menyaksikan moment ini sekian.” bulan buru-buru turun dari podium karena sudah tak tahan dengan air matanya. Hingga acara berakhir ia tak kunjung datang Bulan kecewa dan sedih.
Sesampainya di rumah bulan langsung masuk, dan dikejutkan dengan Langit. yang tiba-tiba ada di hadapannya bersama kedua orangtuanya. “Surprise.” teriak mereka “Hah, apa maksudnya ini. Bunda, kok gak bilang Langit ada di rumah.” keluh bulan. bulan langsung canggung karena bingung harus bagaimana. “Begini sayang, ayah sama bunda sengaja gak kasih tau kamu. lagian kalo pun datang ke acara wisuda cape juga kasian. jadi suruh nunggu kamu disini.” terang bunda “Ternyata, kalian bekerjasama curang ihhhh!” bulan cemberut dan pura-pura ngambek. “Udah, jangan ngambek dong aku mau kamu jadi kekasih dan istriku nanti kita bersama sampai akhir hayat.” ucap Langit. “Kita cuma sahabat, Langit gak mungkin.” “Mungkin, itu hanya menurutmu. Tidak dengan aku, dari sejak SMA aku sudah memiliki rasa, cuma tak berani mengutarakannya. jadi sekarang kamu mau kan jadi kekasihku selamanya.” tegas langit. Dan memberikan cincin permata yang dibawa dari Turki untuk bulan. “Ya, aku mau jadi pendamping hidupmu.” bulan mengulurkan tangannya dan disematkan cincin itu ke jari manisnya.
Akhirnya Bulan sekarang bahagia berceria bersama Langit.
Cerpen Karangan: Mukti Rahayu