“Dul, setalah lulus SMA, aku melanjutkan ke IPB, ambil Fakultas Kehutanan. Dalam empat tahun gelar Insiyur Kehutanan dapat aku raih. Aku nikah dengan gadis Bogor selanjutnya aku bekerja di instansi kehutanan di Kalimantan Timur. Beruntung aku dipindahkan ke Semarang. “Juno, bagaimana kabarnya Ayu, Mawar dan teman teman lainnya?” “Yang aku dengar mereka sudah sama nikah, Ayu sudah punya anak dua, Mawar anaknya tiga dan yang lain aku tidak mengetahuinya.” “Bagaimana dengan engkau sendiri?” “Sejak lulus SMA, aku pilih Program Diploma Jurusan Bisnis. Aku merintis usaha kafe kopi nusantara dengan kudapan gorengan: pisang, singkong, roti, juadah bakar dan jagung bakar. Modal sebagian dari babe dan sebagian pinjam bank. Hasilnya lumayan, tahun depan aku berencana buka satu kafe lagi di daerah sekitar Bandungan.” “Hebat Dul kafenya, hebat juga penghasilamu, terus mengapa sampai sekarang masih jomblo?” “Lha itu masalahnya, aku merasa minder kalau berhadapan dengan wanita cantik.” “Padahal enak lho Dul kalau sudah kawin. Ada yang ngladeni, makan tinggal ngomong sama istri, apalagi malam hari bisa kelonan. Kalau gitu, nanti saya carikan wanita jelek yaaa?” “Yaaa, nggak gitu lah, kepengin yang cantik, kaya Ayu tapi tidak minder.” “Okey lah, nanti aku carikan.“ Dul mengangguk. Entah ada apa di otaknya, yang ada hanya wajah Ayu, kaya nggak ada wanita lainnya saja.
—
Aku yakin Dulkamdi mengalami kelainan jiwa atau penyakit yang tidak disadarinya. Ketika aku konsultasi dengan dokter, namun oleh dokter aku disarankan konsultasi ke psikolog.
“Pak Juno, teman Bapak, Pak Dulkamdi menderita Venustraphobia. Tanda tandanya jelas: muncul kupu-kupu di perut, mendadak mules, kepengin kencing, keluar keringat dingin dan tubuh gemetar. Penyebabnya, perasaan tidak percaya diri, rendah diri berlebihan, perasaan takut ditolak, takut gagal membina hubungan dengan kekasih. Bisa sembuh jika ada bimbingan dan dukungan dari orang dekat. Pak Juno, berdasarkan penelitian satu orang dalam satu juta terkena penyakit ini, rupanya satu diantaranya Dulkamdi. Penyakit ini sangat berbahaya, garis keturunan Pak Dul akan terputus, jika tidak segera ketemu obatnya.”
Sebagai sahabat, aku bertekad membantunya, aku sangat yakin kelainan yang diderita Dulkamdi dapat disembuhkan.
—
Sesuai dengan janjiku untuk mencari wanita yang cocok dengan Dulkamdi, tiga bulan kemudian aku ajak Desy, teman kantor yang juga masih mencari jodoh. Menurutku, tampilan Desy diatas rata-rata, wajahnya cukup cantik, dandanannya modis, pendidikannya lumayan, lulusan dari diploma.
“Bagaimana Dul?” “Juno, kok di hatiku nggak ada ser, ser, ser, terus jantungku juga nggak dheg, dheg, dheg.” “Maksudmu?” “Tidak cocok. Kalau hatiku ada ser, ser, ser, terus jantungku dheg, dheg, dheg, aku mau.” Dulkamdi edan, ada-ada saja. Otaknya sudah error, entah dapat rumus darimana mau nikah saja harus ada ser ser, ser terus dheg, dheg, dheg.
Tiga bulan berikutnya, aku kenalkan Endang. Jawabnya sama dengan yang pertama. Tiga bulan berikutnya lagi, aku kenalkan lagi, janda beranak satu, cerai dengan suami, Ani namanya. “Juno, aku mau sama Ani. Hatiku ser, ser, ser, dan jantungku dheg, dheg, dheg.” Weleh,…, weleh…, weleh… Dulkamdi…, Dulkamdi…, dikasih perawan malah minta janda. Memang potongan Ani agak mirip-mirip dengan Ayu.
Tiga bulan berikutnya, Dulkamdi nikah dengan Ani. Aku ikut senang, sebagai mak comblang sekaligus teman karib, tugasku selesai. Penyakit yang menimpanya sudah dapat disembuhkan.
Karena kesibukan, dua tahun kemudian baru dapat mengunjungi kafenya Dulkamdi. Kafe tambah ramai, pengunjungnya bukan hanya para sopir, penarik beca, pekerja sekitar simpang lima, tapi banyak juga para remaja dan juga keluarga. Tempat strategis, nyaman untuk nonkrong, harga yang relatif murah, mungkin itu kuncinya.
“Hallo, Ani.” “Eeee, Mas Juno. Ini anakku yang kedua, benih dari Mas Dul.” “Selamat yaaa…, bagaimana Mas Dul di tempat tidur?” “Waduuuh…, galaknya bukan main. Minta ampun.” “Maksudnya?” “Ya…, minta ampun. Nggak kuat.” “Yang bener…?” “Masa Ani bohonng!” Luar biasa jika yang diceritakan Ani benar.
“Mana Mas Dul?” “Mas Dul!” “Haii Juno,” setengah berlari Dul menjemputku, kami berpelukan. “Selamat yaaa, sudah punya anak. Jadi sekarang anaknya dua yaaa, sama donk dengan anakku.” Belum sempat duduk, Dulkamdi sudah mengajakku ke Bandungan. “Juno, kita ngopi di Bandungan, yaaa?” Aku mengangguk. Memang dulu Dulkamdi pernah cerita kalau mau buka kafe kopi lagi di Bandungan. Mungkin Dulkamdi ingin pamer kafe kopi barunya.
Selama perjalanan aku hanya mendengarkan cerita Dulkamdi akan keberhasilannya membuka kafe kopi. Jarak ke Bandungan tidak jauh, apalagi melalui jalan tol.
Tidak sampai setengah jam, Dulkamdi sudah memarkirkan kendaraannya di depan kafenya. Terlihat papan nama yang cukup besar “Kafe Kopi Dulkamdi Bandungan.” Di depan kafe, berdiri gadis remaja, menjemput dan mencium tangan Dulkamdi. Pikiranku, saudaranya yang ditugaskan untuk menjaga kafe.
“Juno, kenalkan Ayu, istri saya. Ayu, ini Mas Juno, teman Ayah ketika sekolah di SMP dan SMA.” Aku bengong ketika bersalaman dengan Ayu. Dulkamdi benar-benar mendapatkan Ayu meski bukan Ayu yang dulu dikenalnya. Istrinya lulusan SMA Bandungan, masih imut-imut, masih kinyis-kinyis. Aku betul-betul iri.
“Dul, hebat sekali kamu, bisa mempunyai dua istri. Istri yang kedua betul-betul mirip Ayu yang dulu, apa resepnya?” “Juno, kamu kaya nggak ngerti saja. Resepnya kalau hatiku ser, ser, ser, dan jantungku dheg, dheg, dheg.” “Segampang itu?” “Yaaa, segampang itu. Tahun depan aku akan buka satu kafe kopi lagi di Mangkang.” “Hebat, selamat, terus?” “Yaaa, kalau nanti di Mangkang ada Ayu lagi, hatiku ser, ser, ser, dan jantungku dheg, dheg, dheg, aku akan dekatinya, terus aku katakan ”Ayu maukah kamu nikah denganku.” “Serius?” “Yaaa, iyalah, sumpah serius. Juno, ternyata kelonan dua istri lebih enak dibandingkan dengan kelonan satu istri. Apalagi kalau dengan empat istri. Heee…, heee…., heee….” Aku kena skak mat, tidak bisa ngomong.
Ternyata kesembuhan dari venustraphobia menampakan wajah asli Dulkamdi. Percaya diri yang luar biasa. Aku bukan apa-apanya, turun pangkat dari guru melorot jadi murid TK.
Kafe kopi Dulkamdi menginspirasiku untuk membuka kafe kopi di Kendal. Siapa tahu bisa menemukan wajah-wajah seperti istriku, hatiku ser, ser, ser dan jantungku dheg, dheg, dheg. Bukankan kenyataan dimulai dari khayalan? Tapi apa iya berani seperti Dulkamdi?
Cerpen Karangan: Bambang Winarto Blog / Facebook: Bambang Winarto BAMBANG WINARTO dilahirkan di Magelang 15 Juni 1954. Setelah lulus dari SMA Kendal, mengikuti pendidikan di Fahutan- IPB (1974-1978). Bekerja sebagai ASN di Kementerian Kehutanan sampai purna tugas (1979-2010). Memperoleh gelar Magister MM di UGM tahun 1993, dengan predikat lulusan terbaik. Ia aktif menulis berbagai artikel tentang kehutanan di majalah kehutanan. Saat ini sedang menekuni penulisan Cerita Pendek. Cerpen-cerpen yang dikirim di CERPENMU masuk nominasi terbaik : (Sniper), Sepasang Album Kembar (Part 1, 2), Malam Yang Tidak Diharapkan (Part 1,2) (Bulan Juni, 2022) Malaikat Keempat, Sepenggal Catatan (Part 1,2), Konspirasi, Menjemput Rindu. (Bulan Mei 2022). Pencuri Raga Perawan, Pita Putih Di Pohon Pinus.(Bulan April 2022). Alamat: Kebun Raya Residence F-23 Ciomas, BOGOR, HP : 081316747515 Email: bambang.winarto54[-at-]gmail.com ;
Kebun Raya Residence BOGOR 15 Juni 2021