“Pak Polisi tolong borgolnya dilepas sebentar saja, saya ingin memeluknya.” Pak Polisi membuka borgolnya setelah memperoleh isyarat dari Pak Kapolsek.
Mereka bertatapan mata, dan secara bersamaan mereka maju berpelukan. “Jono!” “Juno! Ma’afkan aku.” “Jono, engkau tidak salah, engkau telah menjalankan tugas negara dengan baik. Memang seharusnya demikian.” “Juno, aku sebenarnya tidak tahu kasus yang menimpamu. Aku hanya diberi perintah untuk menangkapmu, engkau akan berada di kota ini pada jam 20.00, bertemu seseorang.” “Ah…, sudahlah Jono, aku hanya ingin memastikan bahwa engkau itu Jono sahabatku dan sekaligus adikku. Kita perlihatkan tanda persabatan kita.” Kedua sahabat itu menyingsingkan lengan baju sebelah kanan sampai atas. Di bagian lengan atas terlihat tato dengan tulisan Juno + Jono.
“Terima kasih Jono. Engkau betul sahabatku dan sekaligus adikku.” “Juno, kalau boleh tahu apa yang engkau lakukan di Amerika sampai menjadi buronon interpol.” “Jono, singkat cerita, saat aku kuliah di Amrik, aku ambil jurusan IT. Aku menjadi ahli IT. Bermula dari rasa iseng untuk menunjukkan keahlianku aku mencoba membobol bank di Amrik dan ternyata berhasil. Aku menjadi kecanduan dengan membobol beberapa bank di Amrik. Namun, akhirnya aku ketahuan dan menjadi buronan interpol.” “Juno, kita telah bersumpah untuk saling menjaga dan melindungi, terus apa yang harus aku lakukan.” “Jono, jangan khawatir, serahkan saja aku kepada atasanmu. Tugasmu selesai. Engkau pasti mendapat penghargaan dan selanjutnya biarlah menjadi urusanku.”
—
Lima tahun kemudian, di kampung Jono ada warga baru, namanya Hasan yang menempati rumah ayahnya Juno. Rumah itu telah direnovasi sehingga menjadi baru lagi. Jono sebagai Ketua RT nya, setelah tidak menjabat lagi sebagai Kapolsek, datang bersama istrinya. Ada pertanyaan besar dibenaknya, kakak istrinya menikah dengan Hasan, terus dimana Juno berada?.
“Mbak Dewi, sudah menikah lagi, kenapa tidak memberitahu.” “Jono dan Putri, aku akan cerita sepintas ya… Aku merasa sendirian tinggal di Amerika sejak Mas Juno hilang di Indonesia lima tahun yang lalu. Aku tidak tahu apakah Mas Juno masih hidup atau sudah meninggal. Aku merasa kesepian, anak-anak sudah berkeluarga dan sudah mapan hidup di Amerika. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia, setidaknya dapat berkumpul dengan saudara-saudaraku. Peninggalan dari Mas Juno lebih dari cukup untuk hidup.” “Kapan Mbak Dewi menikahnya?” “Satu setengah lalu aku memutuskan menikah dengan Mas Hasan. Dulu Mas Hasan teman kuliah Mas Juno saat di Amrik, sama-sama ambil jurusan IT.” “Ya…, dulu saya dengan Juno satu jurusan. Setelah lulus, saya sempat bekerja bersama Juno selama satu tahun, setelah itu, saya kembali ke Indonesia untuk mengembangkan kariernya.” Kata Hasan menambahkan.
Jono merasa pernah mendengar suaranya Hasan. Ia mencoba mengingat-ngingat, seperti suaranya Juno. Ya…, saat ia dan Juno ngobrol di Kapolsek lima tahun yang lalu. Mungkinkan Hasan itu Juno? Ah…, tidak mungkin, kalau suara mirip bisa saja, yang jelas wajah Hasan dengan Juno sangat berbeda. Wajah Hasan lebih mirip orang Timur Tengah sementara Juno lebih mirip orang China.
“Jono, aku lanjutkan ceritanya.” Kata Dewi . “Sebelum menikah aku konsultasi dengan Pak Ustadz, apakah aku diperbolehkan untuk nikah lagi, mengingat sudah lima tahun tidak ada kabar beritanya Mas Juno. Menurut Pak Ustadz diperbolehkan.” “Dimana menikahnya?” “Di Indonesia juga, dilakukan secara sederhana, hanya keluarga yang ada di Jakarta yang hadir.”
Sejak kedatangan Hasan ada yang aneh di kota tersebut, rekening tabungan Putri bertambah setiap harinya yang jumlahnya cukup banyak. Bukan hanya itu, rekening beberapa yayasan yang bergerak di bidang kemanusiaan atau keagamaan juga bertambah.
Satu bulan kemudian, saat Dewi sedang menjaga cucunya di serambi depan, Putri ke rumahnya. Dipeluknya Putri cukup lama. Dia merasa senang Putri kelihatan lebih cantik dari biasanya. Pakaian yang dikenakan sepertinya baru beli, di tangannya terlihat jam tangan dan gelang serta di telinganya tergantung anting. Kembali, ditatapnya adiknya.
“Putri, aku merasa senang, engkau sekarang tambah cantik.” “Bukannya dari dulu Putri cantik?” Jawab Putri sambil bergurau. “Iya…, sekarang tambah cantik.”
Tiga bulan kemudian ketika Dewi ke rumah Putri, dilihatnya Jono sedang mengawasi pekerja yang sedang merenovasi rumahnya. Sementara, Putri baru saja pulang dari pasar dengan sepeda motor baru. Dewi bahagia melihat kehidupan keluarga adiknya yang sudah hidup berkecukupan.
Cerita dari mulut ke mulut penerima uang misterius itu membuat gempar kota kecil itu. Siapa orang misterius yang mengirimkan uang dalam jumlah cukup banyak? Apakah masih ada Robin Hood jaman sekarang?
Pejabat perbankankan heran dengan adanya transaksi misterius. Ahli-ahli IT yang dimiliki ditugaskan untuk menelusurinya. Namun, mereka tidak menemukan transaksi yang mencurigakan, tidak ada pula nasabah yang merasa kehilangan uangnya.
Sore itu, ketika Hasan sedang bermain dengan kedua cucunya, kedatangan tiga tamu. Satu orang seusia dengannya dan dua orang masih muda.
“Pak Hasan, kami dari Bank Indonesia. Saya Wijaya, penanggungjawab keamanan perbankan, dan kedua teman saya, Budi dan Agus, mereka ahli IT di BI.” “Apa yang bisa saya bantu?” “Pak Hasan jika Bapak setuju, Bapak menjadi konsultan khusus bidang IT membantu keamanan perbankan di Indonesia. Saya yakin Bapak sudah tahu apa yang saya maksud. Perkara gaji, Bapak tinggal menyebutkan berapa gaji yang Bapak minta.” “Bukankah di kantor Bapak sudah banyak ahli IT nya?” “Ya…, betul, tapi kemampuannya tidak sehebat Bapak. Saya berharap Bapak dapat membantu kantor kami, transaksi misterius yang terjadi selama ini berakhir secepatnya.”
Hasan setuju tawaran dari Bapak Wijaya. Sejak itu, transaksi misterius itu pun berakhir. Gaji yang diterima Hasan dibagikan kepada mereka yang telah menerima transaksi misterius sebelumnya. Hasan menjadi donatur tetapnya. Baginya, uang dan properti yang dimilikinya tidak akan habis sampai tiga keturunan.
Pagi itu, Hasan dan Dewi sedang berjemur di halaman sambil menikmati kopi hitam panas ditambah kudapan pisang kapok goreng dan juadah bakar. “Sayang.., alangkah nikmatnya hidup seperti ini. Mana cucu kita?” “Mereka sedang main sepak bola dengan teman-temannya.” “Terima kasih sayang, engkau pandai menjaga rahasia.” “Terima kasih juga Mas Hasan, engkau lebih pandai menjaga rahasia. Kadang, aku rindu ingin memanggilmu seperti dulu.” “Sudahlah…, panggilan itu hanya saat kita di peraduan.” “Mas Hasan, aku kangen memanggilmu.”
Hasan berdiri beranjak dari tempat duduknya, digandengnya istrinya menuju peraduan, ditutupnya gordennya, ditatapnya mata istrinya. “Juno…,” bisiknya.
TAMAT
Cerpen Karangan: Bambang Winarto Blog / Facebook: Bambang Winarto BAMBANG WINARTO dilahirkan di Magelang 15 Juni 1954. Setelah lulus dari SMA Kendal, mengikuti pendidikan di Fahutan- IPB (1974-1978). Bekerja sebagai ASN di Kementerian Kehutanan sampai purna tugas (1979-2010). Memperoleh gelar Magister MM di UGM tahun 1993. Ia aktif menulis berbagai artikel tentang kehutanan di majalah kehutanan. Saat ini sedang menekuni penulisan Cerita Pendek. Cerpen-cerpen yang dikirim di CERPENMU masuk nominasi terbaik : Firasat (Part 1,2), Doa Penggali Kubur (Part 1,2) (bulan September, 2022) Dulkamdi (Part 1,2) (bulan Agustus 2022) Sepasang Album Kembar (Part 1, 2), Malam Yang Tidak Diharapkan (Part 1,2) (Bulan Juni, 2022) Malaikat Keempat, Sepenggal Catatan (Part 1,2), Konspirasi, Menjemput Rindu. (Bulan Mei 2022). Pencuri Raga Perawan, Pita Putih Di Pohon Pinus.(Bulan April 2022). Alamat: Kebun Raya Residence F-23 Ciomas, BOGOR, Email: bambang.winarto54[-at-]gmail.com ;