Namaku Mai. Aku memiliki tiga teman yang sangat kusayangi, mereka adalah Saira, Beril dan Izah. Kami berempat adalah mahasiswa semester empat di salah satu universitas negeri daerah Sumatera Barat. Kami berempat sudah dekat sejak awal masuk SMA. Saat ini kami sedang mengontrak di rumah dengan dua kamar.
Kami berhasil masuk ke perguruan favorit kami tetapi berbeda jurusan. Selain itu kami juga memiliki sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut tidak mempengaruhi kedekatan kami sebagai sahabat hingga saat ini. Hari ini malam Minggu, kami berempat berbincang-bincang di ruang tamu. Sebentar lagi Ujian Akhir Semester akan berlangsung.
“Tidak terasa ya, sebentar lagi UAS.” Ucapku. “Iya. Kita harus rencanakan sesuatu setelah UAS!” Ucap Saira senang. “Hei, belum ujian sudah merencanakan liburan!” Ucap Beril mengejek ucapan Saira. “Setidaknya itu bisa memberikan semangat dalam ujian, kan.” Bela Saira terhadap pernyataannya. “Boleh juga. Aku juga ingin liburan.” Aku memang setuju dengan ucapan Saira. Aku sudah lelah kuliah dengan tugas yang selalu datang bertubi-tubi. Selepas ujian aku bisa refreshing dengan sahabatku adalah ide yang terbaik.
“Haha, kena kamu Ril!” Saira mengejek Beril. Dia merasa dibela karenaku. Izah yang sejak tadi duduk juga bersama yang lain asik membaca buku. “Izah, kamu baca apa?” Beril mengalihkan topik. “Saira, kamu fokus saja pada ujian.” Izah yang pendiam tiba-tiba mengeluarkan kata-kata yang membuat siapapun terdiam pula. Dia tidak banyak bicara tetapi sangat peka. “Haha, aku setuju dengan Izah. Kalau begitu aku mulai belajar karena cuma seminggu waktu menjelang UAS.” Beril berlalu ke kamarnya.
Aku sekamar dengan Saira. Beril dengan Izah. Aku mengajak Saira untuk langsung tidur, karena besok kami akan pergi lari pagi. Setiap minggu kami melakukannya. Saira sangat menyukai kegiatan olahraga. Terkadang setelah pergi lari pagi kami berenang di kolam renang terdekat kontrakan kami.
“Saira, langsung tidur saja ya. Besok kita jadi olahraga, kan.” Ucapku. “Duluan saja Mai. Aku mau di sini dulu.” Ucap Saira sambil tiduran di sofa ruang tamu. “Yasudah kalau begitu, jangan kemalaman ya!” Aku pergi meninggalkan Saira di ruang tamu sendirian.
Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku teringat dengan serial yang sering kutonton mengeluarkan episode baru setiap malam Minggu. Terbesit di pikiranku untuk menontonnya. Ternyata sudah tiga episode yang kelewatan. Aku senang karena hal itu. Sementara kamar Beril dan Izah sangat damai dan tenang, kamarku sangat berisik dengan suaraku dan Saira yang sudah pindah sejak tadi. Beril dan Izah memang pintar, mereka sangat fokus dalam belajar. Mereka tidak suka hal yang berisik dan merepotkan.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kami masih asik mengobrol sambil menonton. Kami juga sering tertawa karena sesuatu. Tiba-tiba datang Beril ke kamarku. Aku dan Saira langsung menghentikan kegiatan menonton kami. Beril paling sering marah di antara kami.
“Aku tidak fokus belajar karena kalian sangat berisik.” Beril dengan nada malas menatapku dan Saira. “Maaf kamu terganggu Beril. Aku akan segera tidur.” Aku merasa bersalah, seharusnya aku sudah tidur tetapi aku terbawa suasana. “Tidak apa Mai, segeralah tidur.” ucap Beril. “Memangnya kenapa? Ini malam Minggu loh, aku Cuma mau bermain sebentar. Ayo ikut bersamaku.” Saira dengan nada santai berdiri dan mendekati Beril. “Saira kamu jangan membuat emosi ya. Aku bicara baik-baik.” Beril sudah tau sifat kekanak-kanakan Saira. Dia berusaha tidak terpancing. Aku juga sudah tau sikap Saira yang sedikit berandal dan sering membuat kami pasrah dan kewalahan jika dia berulah. Tetapi dia adalah anak yang tulus dan sangat perhatian terhadap temannya di depan orang lain.
“Hehe maafkan aku. Aku akan segera tidur sehabis ini.” Ucap Saira. “Tidak, sebaiknya tidur sekarang. Aku masih mau belajar. Kamu tau, Izah juga terganggu.” Beril berusaha mengukuhkan ucapannya. “Kalau aku tidak mengantuk bagaimana?” balas Saira. “Baiklah teman-teman! Saira ayo kamu segera cuci muka ke kamar mandi. Beril kamu kembali ke kamarmu, aku pastikan tidak akan ada suara lagi ya.” Aku berusaha mencairkan suasana agar teman-temanku tidak selalu berdebat. “Tapi Mai, aku..” belum selesai Saira berkata aku langsung memotongnya. “Sudah-sudah, ayo cepat! Atau besok kamu tidak kubangunkan buat lari pagi!” Aku mendorong Saira dan mengancamnya agar pergi ke kamar mandi bersiap-siap untuk tidur. Beril tertawa kecil melihatnya. Saira sudah pasrah dan berlalu ke kamar. Malam itu berakhir dengan cukup tenang.
Keesokan harinya, aku sudah bangun dan melaksanakan salat. Jam menunjukkan pukul setengah 6, aku membangunkan teman-temanku. Aku selalu menjadi yang pertama bangun di kontrakan. “Saira! Ayo bangun.” Aku berusaha membangunkan dia. Karena suaraku tidak cukup, aku memilih membangunkan Beril dan Izah. Mereka langsung terbangun. “Saira pasti masih tidur.” Beril berucap sambil mengucek matanya. “Iyaa, susah sekali kalau hari libur dibangunkan.” Ucapku pasrah. “Biar aku bangunkan dia.” Izah tiba-tiba berkata begitu dan pergi ke kamarku.
Akupun melanjutkan pekerjaan memasak air dan membuatkan mereka minuman. Meskipun mereka selalu melarang aku melakukan itu setiap pagi, aku tetap melakukannya karena aku menyukainya. Mereka adalah alasanku untuk tetap tertawa dan tersenyum.
“Mai, biar aku yang buat minumanku sendiri, airnya sudah kamu masak kan.” Beril mengatakan hal tersebut dan membuat minumannya sendiri. “Oke Beril.” Aku berlalu.
Kami semua sudah siap pergi lari pagi. Saira masih mengantuk dan terlihat kesal. Aku tidak tahu bagaimana cara Izah membangunkannya, yang jelas hal itu tidak disukai Saira. Kami semua mulai berlari kecil, kecuali Saira yang langsung melesat jauh meninggalkan kami. Larinya sangat cepat.
“Eh, kenapa dia?” Tanya Beril. “Dia keliatan kesal tadi, ada apa ya.” Aku berkata. Aku menatap Izah seolah mempertanyakan persoalan Saira padanya. Dia tidak mengabaikanku dan sibuk berlari. “Saira tunggu!” Aku memanggilnya, tetapi dia tidak mendengar.
Setelah beberapa menit kami berlari, akhirnya kami bertemu Saira sedang duduk di bawah pohon mangga. “Sai, kamu kenapa?” Tanya Beril yang terlihat ingin tahu. “Iya kamu ada apa?” aku khawatir. “Tidak ada teman-teman. Aku hanya berlari. Memang ada apa?” Jawaban Saira tidak memuaskan. Izah hanya diam saja dan sibuk mengipas-ngipaskan tangan ke wajahnya yang berkeringat. Aku yakin jika dia ada sesuatu tentang Saira. Aku mencoba berpikir positif tetapi aku tidak menemukan alasan yang masuk akal penyebab Saira cemberut. Biasanya Saira kesal karena ulah seseorang jika sudah bertingkah begitu. Aku menduga itu ulah Izah. Tetapi, jika aku bertanya pada Izah aku takut jika menyinggung perasaannya karena merasa dituduh.
“Saira kamu kesal sama aku?” Izah tiba-tiba mengeluarkan kata-kata. “…” Saira hanya diam saja sambil menatap langit.
Cerpen Karangan: Blueblacksky Blog: reachyourdreams17.blogspot.com