Kamu adalah kesuksesan sejati jika kamu dapat mempercayai diri sendiri, mencintai diri sendiri, dan menjadi diri sendiri.
Pagi hari yang cerah tahun 2004, hujan rintik-rintik membasahi pepohonan dan rumah-rumah warga. Suasana terlihat sangat nyaman dengan udara yang sangat adem, asri, bersih tanpa adanya polusi di suatu desa di Sleman, Yogyakarta. Di lapangan dekat kantor lurah ada beberapa anak-anak yang sedang bermain gobak sodor yaitu salah satu permainan tradisional asal Jawa Tengah, anak-anak itu bernama antara lain Wahyu, Lusi, Joko, Denny, dan Maria mereka adalah 5 sejawat (sahabat) yang sangat akrab karena orangtua mereka bertetangga semula mereka lahir kecuali Maria yang orang tuanya pindah ke desa tersebut karena terdapat Villa milik keluarganya disana, Maria pindah ke Yogyakarta bersama ayah dan ibunya ketika ia berumur 4 tahun. Maria juga bisa dibilang sebagai kaum minoritas di daerah tersebut karena dia dan keluarga kecilnya beragama Katolik, tetapi sudah 10 tahun mereka tinggal di perkampungan itu dan aman-aman saja karena toleransi warga yang sangat tinggi.
Perkampungan tempat mereka tinggal tidak terlalu jauh dari pantai hanya 15 menit saja, kebanyakan warga sekitar bekerja sehari-hari sebagai nelayan. Contohnya Wahyu ia berumur 14 tahun yang tinggal di rumah kontrakan yang hanya 3 petak saja bersama ayahnya yang berkerja sebagai nelayan, tadinya ayah Wahyu berkerja sebagai buruh pabrik beras tetapi ia dipecat karena dituduh megambil uang sebesar 5 juta rupiah milik bosnya sehingga beliau harus beralih profesi menjadi nelayan untuk makan sehari-hari.
Lusi, ia berumur 15 tahun yang bisa dikatakan keluarga mereka sederhana dalam artian kata cukup mampu untuk mengeluarkan biaya sehari-hari, beri uang jajan untuk Lusi, keluarga mereka tinggal tidak jauh dari pabrik tahu karena bapaknya berkerja disana dan ibunya seorang pembantu di rumah orang kaya yang bisa dikatakan gajinya cukup besar untuk golongan orang kampung disana.
Joko, ia berumur 16 tahun tetapi ia masih duduk dikelas IX smp karena tidak naik kelas 1 kali karena sering bermasalah dengan temannya, pernah membanting meja guru, dan pernah memecahkan kaca kelas lain bahkan pernah mencuri uang adik kelas sebesar 100 ribu sangat amat miris dan keterlaluan sekali. Dia tinggal di gubuk kecil sederhana bersama neneknya, orangtuanya sudah bercerai sejak ia berumur 7 tahun karena permasalahan ekonomi dan sampai saat ini orang tuanya tidak pernah mengirimkan uang sepeser pun untuk dia dan neneknya alhasil neneknya harus berjualan kue-kue tradisional dan berkeliling sendirian untuk memenuhi kebutuhan beliau dan cucu tersayangnya itu.
Maria, ia berumur 14 tahun yang lahir dari orang tua yang tajir melintir (kaya raya) untuk golongan orang-orang di perkampungan tersebut, banyak warga kampung sudah mengenal orang tua Maria karena beliau mempunyai pabrik beras, pabrik tahu yang banyak warga tersebut bekerja disana dan juga mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga di rumahnya yang bisa dibilang besar dan terdapat 2 lantai. Maria ini juga anak tunggal jadi tak heran jika apa yang dia mau pada waktu itu langsung dituruti oleh orangtuanya, istilahnya apa yang belum anak-anak desa punya Maria sudah memiliki dua atau tiga barang tersebut bisa dibilang keluarganya itu “Crazy Rich” dikampung tersebut.
Satu hari telah berlalu, pada pagi hari 5 sejawat itu ingin pergi ke sekolah Wahyu, Lusi, Joko, dan Denny bersekolah ditempat yang sama sedangkan Maria bersekolah di sekolah swasta yang jaraknya 5km dari rumahnya yang pasti ia diantarkan menggunakan mobil oleh supirnya.
Sekolah Wahyu, Lusi, Joko dan Denny sudah mulai pembelajaran jam 7 pagi mereka sudah rapi dan bersiap siap berangkat pukul 05.30 pagi supaya tidak terkena macet di jalan. Sebenarnya mereka berempat biasanya naik sepeda milik tetangganya tetapi karena 3 sepeda sedang rusak maka sisa 1 sepeda dan para teman laki-laki memberikan kepada Lusi untuk dipakai, mereka saling peduli, baik, dan sayang satu sama lain. Wahyu berkata kepada Lusi “nih lu pake aja buat ke sekolah, nanti kami bertiga jalan kaki saja supaya sehat” sambil memberikan sepeda tersebut kepada Lusi, Lusi berkata “lahh serius ini? Nanti kalo bertiga kecapean lho apalagi nanti bu Nina akan adakan pembersihan kebun sekolah” sambil menaiki sepeda. “Yo serius, dipikir aku bercanda? Perempuan harus didahulukan” Wahyu membalas pernyataan Lusi sambil tersenyum, “owh yo wes aku duluan yo, kalian bertiga hati-hati di jalan” Lusi membalas sambil melambaikan tangan ke sahabat cowoknya.
Ketika kira-kira Lusi sudah berangkat 2 meter dari posisi mereka bertiga, Wahyu, Joko dan Denny kebingungan ingin berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan apa padahal mereka nantinya setelah pembelajaran selesai akan mengadakan pembersihan di kebun sekolah yang sangat kotor pastinya. Denny berkata “cok iki kita mau naik opo ke sekolah? Sedangkan bel masuk sudah 20 menit lagi” Denny berkata sambil gelisah dan pasang muka cemberut. Tetapi mungkin Tuhan masih sayang kepada mereka tak lama Denny menggerutu datang mobil bak terbuka yang membawa sayuran-sayuran yang ingin dijual ke pasar ternyata itu adalah mobil Pakdhe Purnomo beliau adalah seorang tukang sayur yang merupakan tetangga mereka juga yang mungkin hanya berjarak 1 blok saja, Pakdhe Purnomo atau biasa sering dipanggil Pakdhe Pur mengajak mereka untuk naik ke atas bak mobil dan diantarkan ke sekolah agar mereka tidak terlambat “Le, ayo naik ke mobil, Pakdhe ngeterake sampeyan menyang sekolah supaya ora telat” Pakdhe Pur mengajak mereka dengan menggunakan bahasa Jawa. “Iki serius Pakdhe?” Mereka bertiga bertanya sambil menampilkan senyum pengharapan, “lahh yo serius, supaya ora telat” Pakdhe Pur meyakinkan mereka, “asikkk, Terimakasih Pakdhe” mereka bertiga berteriak kegirangan karena ada harapan agar tak terlambat. Ketika semuanya sudah naik ke bak mobil, Pakdhe Pur langsung tancap gas karena kebetulan jalanan sepi.
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang sangat cepat mereka tidak terlambat ternyata begitu cepat secepat kilat saat hujan. Ternyata saat Joko melihat jam dinding dipos satpam waktunya tersisa 2 menit lagi menuju keterlambatan mereka sangat senang sekali karena jika mereka bertiga telat mereka akan dihukum berdiri ditengah lapangan sambil hormat kepada bendera selama 30 menit.
Mereka masuk ke kelas masing-masing Wahyu di kelas IX A, Joko dikelas IX D, Denny di kelas IX C bersama Lusi yang kebetulan Lusi sedang membersihkan papan tulis yang kotor karena kemarin libur tidak ada yang menghapus hingga agak sulit saat dibersihkan. Owh ya Bu Nina itu bukan wali kelas manapun melainkan beliau adalah kepala sekolah yang bisa dibilang tegas, agak galak tetapi ramah kepada murid-muridnya, beliau sudah menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut selamat 9 tahun lamanya dan sekitar 2 tahun lagi beliau akan pensiun.
Pembelajaran sekolah pun selesai pada jam 13.30 siang dan ada istirahat selama 30 untuk selanjutnya membersihkan kebun milik sekolah bersama, membersihkan kebun milik sekolah yang ukuran luas tanahnya yang lumayan besar maka 1 angkatan kelas IX A-D harus turut berpartisipasi gotong royong.
Cerpen Karangan: Gerardus Ragha Putra Situmorang / SMP Tarakanita 1 Jakarta Instagram: cocowatermelon_pass