Hari ini adalah hari paling menyenangkan di setiap tahunnya, karena setiap tanggal 2 November Vannesa dan Everly akan merayakan hari persahabatan mereka.
“Erly, kamu harus janji sama aku ya. Sebentar lagi kita akan lulus dan mungkin saja kita tidak akan pernah bertemu lagi, jadi kamu harus janji untuk terus menghubungiku dan kamu jangan hilang kontak denganku ya!?” Ucap Vannesa. “Iya-iya ih kamu mah bawel banget, kenapa sih kamu selalu mengatakan hal ini setiap tahun?” tanya Erly yang sangat penasaran dengan jawaban dari Vannesa. “Ya karena aku itu ga mau kalau kamu pisah dan jauh dariku, ITU SAJA!?!” ucap Vannesa yang berteriak dengan mata berkaca-kaca. “Kamu itu ga tau diperhatiin ya? hah?” Ucap Vannesa sekali lagi. Saat ini mereka sedang berada di lapangan, suasana sunyi dengan angin yang perlahan menembus tubuh.
Everly terdiam saat dia mendengar ucapanku tadi. “Tidak, aku sudah lupa rasanya diperhatikan apalagi dengan orang sekitar” jawab Everly, jawaban ini yang membuatku langsung sigap cepat memeluk dia dengan erat. “Maaf…” kata inilah yang saat ini hanya bisa kusebut berulang kali hingga tak terasa air mata ini jatuh di pipiku, aku yang saat ini melihat Everly yang membatu dihadapanku tanpa senyum, dan sesaat setelah aku menatapnya dalam ia meneteskan air matanya dan berkata “tak apa lagi pula apa manfaatnya aku mengingat itu semua lagi, itu hanya sebuah ingatan yang membuatku kecewa seumur hidupku” setelah mengatakan itu ia membalas pelukanku.
Everly sudah berteman denganku bertahun-tahun lamanya, tentu saja aku lebih mengenal dirinya dari pada teman-temanku yang lain, ya sebenarnya tidak hanya Everly saja temanku yang berasal dari TK – SD – SMP nya yang sama tetapi juga ada Agatha, dan Vallerie juga, namun mereka tidak terlalu dekat lagi karena dilarang oleh orangtua mereka untuk tidak mendekati Everly karena sifatnya yang berubah drastis itu.
Setahun telah berlalu, sekarang mereka bukanlah lagi murid dari sekolah Nusantara tetapi sekarang mereka adalah Mahasiswa dan Mahasiswi yang berkuliah di tempat yang berbeda-beda. Walaupun begitu mereka masih sangat akrab seperti dulu, masih sering janjian untuk bertemu, masih sering Chat juga.
Hingga pada suatu pagi yang sedang mendung, telefon handphone dari Vannesa pun berbunyi “KRINGGG-KRINGGG-KRINGG” handphone yang sedang ia genggam itu berbunyi dan bergetar dengan keras, dengan keadaan vannesa yang sedang berjalan ke arah kampusnya pun berhenti dan minggir sejenak. “Ada apa? Siapa ya?” ucap Vannesa ke nomor telepon yang tidak ia kenali, tidak lama setelah ia mengangkatnya ia sontak menjatuhkan handphone dari genggamannya itu “brugh” ia yang menyadarinya langsung mengambil handphonenya itu. Dia segera pergi memanggil taksi untuk menuju ke suatu tempat.
“mbak? Mbaknya gapapa?” tanya supir taksi itu khawatir dengan keadaan penumpangnya. “gapapa mas, tolong cepat ya” ucap Vannesa kepada supir itu sembari menghapus air matanya, saat ini ia tak peduli seberapa jeleknya dia saat nangis, lunturnya make up, atau apa pun itu karena yang sedang ia pikirkan sekarang adalah Everly yang sedang dalam kondisi parah di rumah sakit.
Setelah sampai dan membayar supir itu, Vannesa pun langsung berlari dengan tangis yang tak karuan itu menuju resepsionis rumah sakit menanyakan UGD dan korban atas nama Everly. Ia segera membuka pintu UGDnya dan langsung berteriak “ERLY!” walaupun ia sudah ditahan oleh para suster dan beberapa penjaga keamanan disana tapi ia tetap memaksakannya untuk masuk. Pada akhirnya ia memustuskan menunggu temanya itu di depan pintu UGD, ia terus menerus berdoa dan mengabari kerabat dekatnya Everly.
Setelah berjam-jam kemudian, dokter pun keluar dan memberi penjelasan kepada Vannesa tentang kecelakaan apa yang telah Everly alami “terdapat luka benturan yang sangat parah pada bagian kepalanya, ia mengalami benturan yang sangat kuat. Benturan itulah yang membuat tulang tengkorak belakang kepalanya sedikit retak dan juga ada yang ingin saya ucapkan kepada anda. Mungkin butuh waktu yang lama untuk pasien atas nama Everly untuk sadar dari kritisnya” setelah Vannesa mendengarkan sang dokter ia seketika melemas.
Berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, hingga berbulan-bulan Vannesa selalu menjenguk dan mengurusi Everly yang sampai saat ini belum sadar, dia merasakan ada kejanggalan saat hari senin ini. Ya benar saja saat ia ingin menjenguk Everly seperti biasa ia mendapat telfon dari rumah sakit, sudah senang hatinya ini yang mengira Everly sudah sembuh, namun ya… dugaannya benar Everly telah sembuh namun tidak akan lagi berada disampingnya. Everly telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Hancurnya hati ini ketika mendengar ucapan itu, yang saat ini dia lakukan hanyalah melihat temannya itu dari balik kain putih nan lembut yang telah menyelimuti dan membalut tubuh sahabatnya.
“Everly kenapa kamu bohong sama aku ha! Kenapa kamu ninggalin aku!, kamu sudah janji tidak akan meninggalkanku!” ucap Vannesa berteriak dan menggoyangkan sedikit bahu sahabatnya ini, “kamu bilang kamu akan sembuh!, kamu ga akan sakit, bahkan dulu kita selalu bersama, mengapa sekarang akmu meninggalkanku dan mengingkari janji kita ha!” Ucap kesal Vannesa dengan menggengam besi tempat tidurnya itu. “coba saja dulu aku tidak pernah ada niat untuk berpisah dengan kamu pasti kamu sekarang tidak begini” ucapan sesal ini yang sedari tadi kusebut-sebut berkali-kali.
Sejak saat itu aku sering berkunjung ke makam Everly, apapun yang terjadi aku ceritakan semua kepadanya. Bahkan aku berharap suatu saat nanti aku dapat bersamanya kembali. Salam perpisahan ya.
Amanat: Jagalah sahabatmu dangan baik, jangan sia-siakan juga orang yang masih ada, janganlah membuang-buang waktu untuk hal yang tak penting, jangan melupakannya, jadilah sahabat yang setia dan sejati ya teman-teman.
Cerpen Karangan: Felicia (Liliana) Felicia / Smp Tarakanita 1