15 September 2022 01.45 pm
“Ayo cepat selesaikan, Hoshi-chan!” desak Hikaru sambil mengguncang tangan Hoshi yang kini tengah mengerjakan tugasnya. “Ayo cepat!”
Hoshi menghela napas kasar sambil menatap Hikaru dengan tajam lantaran pemuda yang ada di depannya terus mendesak Hoshi untuk segera menyelesaikan tugasnya. Hikaru terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal begitu mendapati tatapan tajam dari Hoshi.
“Jangan marah, Hoshi-chan. Baiklah, aku gak akan mendesakmu lagi. Tapi, cepatlah sedikit,” ujar Hikaru untuk kesekian kalinya.
Hoshi menghela napas kasar sambil memutar bola matanya dengan malas. Tanpa membuang waktu, Hoshi mempercepat gerakannya sebelum Hikaru kembali mendesaknya dan juga agar tugas tersebut bisa selesai dengan cepat.
Kini mereka berada di kelas untuk mengerjakan tugas yang tadi diberikan sang guru. Saat ini sekolah sedang sepi karena banyak siswa yang sudah pulang. Mereka berencana tetap di sekolah dan menyelesaikan tugas tersebut, lalu pergi menuju ruangan musik untuk bermain piano begitu tugas mereka selesai. Sudah menjadi kebiasaan bagi kedua pemuda ini bermain piano bersama setelah pulang sekolah. Kali ini mereka akan bermain piano untuk latihan sekaligus bersenang-senang.
Hoshi dan Hikaru akan mengikuti kontes musik yang diadakan pada menjelang akhir musim panas, lebih tepatnya tiga hari lagi. Kedua pemuda itu ialah dua dari sekian peserta yang bermain piano pada kontes tersebut. Mereka sangat yakin bahwa mereka bisa memenangkan kontes kali ini.
Mereka berusaha sebaik mungkin agar dapat memenangkan kontes tersebut. Meski juara satu hanya diperoleh satu orang, hal itu tidak masalah bagi kedua pemuda tersebut, yang penting mereka bisa menang bersama. Baik Hoshi, maupun Hikaru memiliki keinginan untuk menjadi pianis, jika bisa mereka akan menjadi pianis terkenal di dunia. Mereka harap impian tersebut dapat tercapai.
Hoshi telah menyelesaikan tugasnya. Kemudian ia membereskan barang-barangnya, lalu mengguncang pelan lengan Hikaru yang kini tengah melamun, setelah itu Hoshi mengangguk sebagai pertanda bahwa tugas pemuda itu telah selesai. Sementara Hikaru tersenyum, semangatnya semakin tinggi, lalu menarik tangan Hoshi secara tiba-tiba membawa sahabatnya ke ruangan musik.
Begitu tiba di tempat tujuan, mereka bermain piano sekaligus latihan bersama. Meski saat ini tidak ada pembimbing yang membimbing dan mengajari mereka berdua bermain piano dengan benar, tapi setidaknya mereka lumayan pandai memainkan piano karena keduanya telah bermain alat musik hitam putih itu sejak lama.
Lagipula kira-kira sudah lima bulan mereka diajari oleh Sakoji—guru musik di sekolah mereka, tentu saja atas permintaan kedua pemuda ini. Sakoji mengajari mereka bermain piano lebih dalam dengan sepenuh hati, bahkan mendukung mereka mengikuti kontes musik kali ini.
Biasanya mereka belajar bermain piano dua kali seminggu setelah pulang sekolah. Terkadang ia mengajari mereka pada akhir pekan.
Hikaru dan Hoshi bertemu ketika kontes musik diadakan dua tahun lalu, saat itu usia mereka sepuluh tahun, mereka sama-sama sudah tampil di panggung dan menunggu hasil yang akan diberikan para juri. Hikaru kagum akan permainan Hoshi yang indah, ia terpukau saat anak itu memainkan piano, ia ingin belajar lebih banyak darinya.
Untuk itu, ia menghampiri Hoshi tanpa ragu dan meminta Hoshi untuk mengajarinya bermain piano. Hikaru harap Hoshi mau mengajari pemuda itu.
Sayang sekali, permintaan Hikaru ditolak lantaran Hoshi merupakan seorang tunawicara, ia tidak yakin bisa mengajari pemuda itu. Hikaru merasa sedikit kecewa akan hal itu. Meski begitu, ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, ia bisa saja memerhatikan cara Hoshi bermain piano, lalu mempelajarinya.
Kemudian Hikaru memutuskan untuk berteman dengan Hoshi karena anak itu juga menyukai piano sama sepertinya, jadi tidak ada salahnya jika ia berteman dengan seseorang yang memiliki hobi yang sama dengannya.
Hikaru tidak mempermasalahkan kekurangan Hoshi, ia merasa senang berteman dengan seseorang yang merupakan penyuka piano sepertinya. Lagipula, Hikaru merasa pemuda tunawicara itu pasti tidak memiliki teman serta merasa kesepian lantaran kekurangan yang dimiliki sejak lahir. Selain itu, Hikaru lebih tertarik berteman dengan Hoshi daripada peserta lain yang memainkan piano.
Awalnya Hikaru tidak mengerti bahasa isyarat sehingga Hoshi harus menulis di kertas saat berkomunikasi, ia memang sudah biasa berkomunikasi dengan orang-orang melalui tulisan. Namun, seiring berjalannya waktu, Hikaru mulai mengerti bahasa isyarat.
Saat memasuki SMP, mereka berada di sekolah dan kelas yang sama. Kedua pemuda itu telah mengetahui bahwa mereka akan bersekolah di sekolah yang sama. Namun, mereka tidak menyangka berada di kelas yang sama walau terbesit sebuah harapan di hati kedua pemuda penyuka piano ini. Hal tersebut membuat mereka semakin akrab. Baik Hoshi, maupun Hikaru sama-sama berharap bahwa hubungan persahabatan ini bisa bertahan untuk selamanya.
Kedua pemuda itu memainkan piano bersama-sama. Bahkan Hikaru bermain piano sambil bernyanyi membuat siapapun bisa saja terpukau akan hal tersebut, memang sudah menjadi kebiasaan bagi Hikaru bermain piano sambil benyanyi, tidak akan terasa lengkap baginya jika bermain piano tanpa bernyanyi.
Mereka menekan beberapa tuts piano satu persatu, terkadang menekan beberapa tuts piano secara bersamaan. Lalu mereka menekan beberapa tuts lagi dengan intonasi sedikit cepat. Tak lama kemudian jari kedua pemuda itu dalam bermain piano mengeluarkan irama dengan intonasi lebih cepat dari sebelumnya. Terkadang mereka memainkan dengan intonasi lambat, tergantung nada musik yang dimainkan.
Senyuman terukir di wajah mereka. Mendengar nada-nada indah piano membuat kedua pemuda itu merasa bahagia.
Waktu terus berjalan hingga sore telah tiba. Meski begitu kedua pemuda itu tetap bermain piano, mereka tidak menyadari bahwa sore telah tiba. Sinar senja memasuki ruangan musik dan menyinari mereka sehingga pemandangan ruangan musik saat ini terlihat indah.
Hoshi menghampiri Hikaru begitu menyadari bahwa hari sudah sore, lalu mengguncang pelan lengan pemuda itu. Hoshi menunjuk jam dinding yang kini menunjukkan pukul empat sore. Seketika Hikaru terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Sepertinya kita keasyikan main piano. Aku gak sadar kalo sekarang sudah sore.” Hikaru menghela napas, ia masih ingin bermain piano lagi, namun waktu memintanya untuk berhenti.
Kemudian Hoshi mengepalkan kedua tangannya, lalu menggerakkan kedua tangan tersebut ke bawah sambil mengucapkan kata ‘semangat’ melalui gerakan bibir diiringi dengan senyuman. Pemuda itu bermaksud ingin menyemangati Hikaru.
“Makasih. Kau juga, Hoshi-chan,” ujar Hikaru sambil terkekeh. Kemudian Hoshi merespon perkataan sahabatnya dengan meletakkan tangannya sejajar di dada, lalu membuka jari jempol dan jari kelingking, setelah itu menggerakkannya ke kanan dan ke kiri sambil menggerakkan bibirnya.
“Ayo, Hoshi-chan.”
Kemudian mereka pergi meninggalkan ruang musik. Setelah itu kedua pemuda tersebut berpisah ketika berada di gerbang untuk pulang menuju rumah masing-masing.
—
16 September 2022 08.00 am “Pagi, Hoshi-chan!” sapa Hikaru dengan semangat membuat lamunan Hoshi buyar. Setelah menyapa, Hikaru bernapas terengah-engah karena berlari tanpa henti. Pemuda itu pikir bahwa ia terlambat akibat bangun kesiangan, untung saja guru yang mengajar pagi ini belum datang.
Kemudian Hoshi merespon sapaan Hikaru dengan meluruskan satu tangan dengan telapak terbuka dan kemudian mengangkatnya sedikit, lalu diikuti dengan melintangkan tangan lainnya hingga ujung jari menyentuh tangan yang mengangkat sambil menggerakkan bibir seolah mengucapkan kata ‘pagi’ dan diiringi dengan senyuman. Entah kenapa Hikaru merasa bahwa senyuman itu terlhat dipaksakan. Ia merasa bahwa Hoshi sedang tidak baik-baik saja saat ini.
Tidak hanya itu, kulit Hoshi saat ini berwarna kuning, entah sejak kapan. Hikaru menyadari hal tersebut beberapa hari yang lalu membuat ia sedikit cemas sehingga meminta sahabatnya untuk segera menemui dokter dan mengonsumsi buah, sayur, kacang-kacangan, dan makanan penambah darah lainnya. Hoshi mengiyakan permintaan Hikaru, namun tidak melaksanakannya, kecuali mengonsumsi makanan penambah darah walau tidak selalu.
Segera Hikaru menduduki bangkunya. Lalu menatap Hoshi lantaran sahabatnya terlihat berbeda dari biasanya. Hoshi nampak lesu hari ini, jika diteliti lagi, mata Hoshi terlihat sembab seperti habis menangis membuat Hikaru merasa semakin yakin bahwa sahabatnya tidak baik-baik saja saat ini. Tiba-tiba mata Hikaru tak sengaja menangkap memar yang sebagian tertutupi lengan baju.
“Kau nggak papa ‘kan, Hoshi-chan?” tanya Hikaru. “Kau … kelihatan lesu.”
Dengan ragu, Hoshi menyatukan jari telunjuk dengan jempol hingga membentuk sebuah lingkaran, lalu tersenyum kecil sebagai respon bahwa ia baik-baik saja saat ini.
Kemudian Hoshi merebahkan kepalanya di meja, membelakangi Hikaru. Tubuh pemuda itu terlihat bergetar, kepalanya terasa pusing serta udara dingin semakin menusuk kulitnya, ditambah lagi ia mulai merasa mual.
Hikaru menghela napas, ia sudah menduga bahwa Hoshi akan menjawab seperti itu, bukan pertama kali ia melihat penampilan Hoshi seperti itu. Namun, baru kali ini Hikaru mendapati memar tersebut. Setiap kali Hikaru menanyakan keadaan sahabatnya, Hoshi selalu memberi isyarat bahwa kondisinya baik-baik saja. Padahal jawaban dari pemuda itu bertentangan dengan kondisinya saat ini.
Hoshi selalu cenderung berbohong setiap kali Hikaru bertanya sesuatu tentang Hoshi. Pemuda itu bisa mengetahuinya, Hoshi terlihat ragu untuk menjawab dan berusaha menghindari tatapannya seperti tengah menyembunyikan sesuatu. Hal tersebut membuat Hikaru merasa sedikit kesal pada Hoshi lantaran ia berbohong padanya.
Pemuda itu merasa bahwa selama ini Hoshi kurang terbuka padanya. Hikaru selalu menceritakan tentang dirinya, namun Hoshi tidak. Pemuda itu mengerti akan kekurangan sahabatnya. Tapi, meski begitu setidaknya Hoshi bisa saja menceritakan hal tersebut melalui tulisan atau menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit.
Hikaru tidak mengerti hal tersebut. Padahal mereka sudah berteman selama dua tahun, namun Hoshi kurang terbuka dan lebih memilih berbohong untuk menutupi sesuatu yang disembunyikannya.
Pemuda itu merasa bahwa Hoshi memiliki banyak masalah, ia bisa melihat ekspresi pemuda itu terlihat cenderung tertekan dan selalu menyembunyikan perasaan sedihnya dengan senyuman palsu. Beberapa kali ia menanyakan sesuatu dan meminta Hoshi untuk menyampaikan masalahnya, namun pemuda tunawicara itu selalu menjawab bahwa ia baik-baik saja sambil memberi senyuman palsu.
Meski begitu, Hikaru tidak memaksa Hoshi memberitahu hal tersebut, ia berusaha menghiburnya atau mengajak Hoshi bersenang-senang hingga pemuda itu melupakan masalahnya walau untuk sementara waktu. Hanya itu yang bisa ia lakukan sebagai teman.
Namun, kali ini Hikaru tidak akan membiarkan Hoshi berbohong lagi. Melihat memar itu membuat Hikaru berpikir bahwa masalah yang dihadapi sahabatnya merupakan masalah besar, ia merasa harus bertindak sebelum terlambat.
Hikaru hendak membalas respon dari sahabatnya, namun sang guru datang memasuki kelas membuat hal tersebut tertunda. Pemuda itu terpaksa mengatakannya setelah jam pelajaran selesai.
Ketua kelas berdiri, lalu mengucapkan salam sambil membungkuk, kemudian diikuti oleh yang lain. Setelah itu, si pengajar membalas salam murid-murid, lalu meminta mereka untuk duduk. Pada saat itu juga, seisi kelas dikejutkan oleh seorang siswa jatuh pingsan. Siswa tersebut tak lain ialah Hoshi.
“Hoshi-chan!” pekik Hikaru panik. Kemudian ia mendekati, lalu mengguncang tubuh sahabatnya.
Hikaru sudah menduga hal ini akan terjadi. Bukan pertama kalinya kejadian ini terjadi. Hoshi selalu memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja setiap kali Hikaru menanyakan kondisinya, lalu cenderung berakhir seperti kejadian saat ini.
Selain itu, Hoshi memang sering mimisan dan muntah, terkadang ia demam dan pingsan membuat Hikaru merasa khawatir padanya. Pemuda itu mencoba berpikir bahwa Hoshi akan baik-baik saja dan hal tersebut terjadi karena daya tahan tubuh Hoshi yang cenderung lemah.
To be continued
Cerpen Karangan: Pupulchra Italiya Blog / Facebook: Egalita